Chapter 7 - Bab 6

Bulan masih kurang ngeh, saat dia sadar Ciel sudah hilang dari pandangannya. Tangannya masih memegang kartu nama dan membaca baik-baik tulisan yang ada di atasnya. Terdapat nama tertera Aciel Erza Bagaskara dan nomor telefon yang bisa dihubungi. Saat menoleh ke samping tempat duduk, barulah dia tau ada sebuah handphone yang tertinggal. Terlihat cukup mahal dengan terdapat tiga kamera di belakangnya. Seingatnya tadi hanya ada pria disampingnya itu, jadi pasti ini miliknya yang tertinggal.

Tanpa berfikir lama Bulan langsung mengeluarkan hp jadulnya dan menekan nomor yang tertera di kartu nama yang ditinggalkan Ciel padanya. Belum sempat menekan tombol memanggil, sebuah panggilan masuk terlebih dahulu di ponselnya. Itu dari Dian, waktu memang sudah menjelang sore hari, dan suaminya berkata bahwa bimbingan untuk olimpiade diliburkan sementara waktu. Melihat jam 5 sore tidak ada tanda kedatangan Bulan, Dian jadi khawatir dan menghubunginya.

" Halo assalamualaikum Mbak. " Bulan langsung mengangkat panggilannya.

" Waalaikumsalam, kamu dimana Bulan? Jam segini belum pulang juga gak ngasih kabar. Mbak dari tadi khawatir tau. " sahut Dian.

" Iya tadi ke taman, nyari-nyari info lowongan. Maaf lupa ngabarin, ini udah mau pulang kok. "

" Ya udah, hati-hati dijalan. " Dian mematikan sambungan setelah mengucapkan salam.

Dengan segera Bulan berjalan setengah berlari menuju rumah. Entah hari ini pikiran Bulan seperti tidak ada pada tempatnya, berkeliaran kemana mana dengan banyak hal.

Sesampainya di rumah, Bulan membersihkan diri dan menunaikan kewajibannya. Saat membuka tas sekolahnya, dia mengingat kembali ponsel yang ditemukan di sampingnya. Langsung saja Bulan mencari Dian untuk menceritakan kejadian di taman tadi sore dengan lengkap berserta titik komanya.

Dian mendengarkan cerita dengan sangat antusias, jarang sekali dia mendengar Bulan memberi pujian pada penampilan seorang pria. Dengan sifat Bulan, dia terlalu cuek dengan tingkat kegantengan cowok cowok yang sering berlalu lalang di depan rumah mereka. Sekedar menyapa atau memang sengaja absen kehadiran agar mendapat sedikit perhatian dari Bulan.

Seumpama mereka bisa tau bahwa gadis favoritnya tidak memiliki kepekaan sedikit saja terhadap sikap mereka, mungkin mereka akan batuk batuk berdarah. Dandanan rapi dan necis mereka di kiranya sebagai seles yang lagi promosi.

" Coba kamu hubungi saja nomer yang diberikan ke kamu, siapa tau HP itu memang milik pria di sebelahmu tadi. Kalo emang iya, coba buka aja dan cari kontak yang sering dihubungi. Bilang kalo kamu nemuin HP ini. " saran Dian.

Bulan mengambil ponselnya dan kartu nama yang diterimanya tadi. Nomerpun ditekan sesuai dengan yang tertera di kartu nama. Setelah terhubung, anehnya ponsel yang ditemukan tidak berbunyi sama sekali. Beberapa dering kemudian seseorang menjawab dari sebrang.

" Halo, siapa ini? " suara pria disebrang mulai terdengar.

" Ha-halo, ini Bulan. Benar ini nomor dari Aciel Erza Bagaskara? " Bulan menjawab dengan sedikit kaget, karena dikiranya ponsel yang disebelahnya yang akan berbunyi. Dia tidak menyangka bahwa seseorang akan menjawab panggilannya.

" Oh, jadi ini Bulan! Udah kangen sama aku ya, langsung main telfon. Sampai gagap gitu juga ngomongnya, perasaan tadi sore gak gini. Emang ya, aku akuin pesona aku susah ditolak. "

Terdengar suara cekikikan dari seberang sana. Bulan yang mendengar godaan dari Ciel langsung keluar sifat ketusnya.

" Astaga, nih orang kelebihan narsisnya ya. Kalo bukan gara gara HP nemu disebelah kursi tadi dikira punya kamu gak bakalan rela buang buang pulsa buat mastiin. Udah rugi, nyesel juga nih kayaknya. " cerocos Bulan.

Bukannya membalas perkataan Bulan, Ciel malah tertawa lebih kencang. Saking keselnya, Bulan sedikit berteriak di telfon.

" Malah ketawa, woi matiin nih. "

" Bulan, yang sopan. " tegur Dian.

Belum sempat Bulan mengambil tindakan, Ciel langsung saja berhenti tertawa dan berbicara mencoba menghentikan Bulan.

" Jangan jangan,, jangan dimatiin dong. Baru aja mau ngomong. Iya, HP itu punyaku. kalo mau buka, paswordnya 042311. "

" Lha, ngapain aku buka buka HP punya orang. Besok aja ambil ditempat tadi. Aku tunggu sepulang sekolah, jamnya sama kayak tadi. "

" Buat kamu kok, nomer pribadi aku ada di panggilan pertama. Gak usah kecewa, nomer ini buat umum. kalo yang di situ hanya orang orang tertentu yang tau, dan kamu salah satunya. Sekarang kamu tersentuh kan? " balas Ciel.

Dian yang ikut mendengarkan melalui pengeras suara tidak mampu menahan tawanya. Adiknya yang kasar, kolot, masa bodoh dengan pria sedang digoda terang terangan oleh seseorang.

Biasanya, kebanyakan pria hanya menggoda Bulan lewat senyuman atau sapaan saja. Kebanyakan mereka segan karena kakak ipar Bulan seorang guru yang dihargai. Bukan karena kekayaannya, tapi dedikasinya yang tinggi untuk masyarakat. Serta Bulan yang kasar untuk ukuran cewek serta jago beladiri menjadi pertimbangan tersendiri.

Bulan pernah, dihadang pemalak yang sedang mabuk saat hendak pulang sekolah. Alhasil, si pemalak dihajar habis habisan bahkan saking takutnya dia mengakui Bulan sebagai ketuanya. Sampai saat ini Bulan dikenal dengan macan ganas kampung.

Bulan yang kesal ingin sekali protes dengan apa yang baru saja Ciel katakan. Ingin mengatakan betapa narsisme yang Ciel miliki melebihi batas normal.

Memang dengan wajah dan penampilannya, dia berhak untuk merasa begitu. Tapi tidak termasuk dengan Bulan. Jika cewek lainya bakalan baper setelah merasa diistimewakan, Bulan bakal lempeng seperti plat baja. Datar.

" Ssttt.... perempuan harus sopan. Jangan kasar ngomongnya. Biar lagi kesel, tapi harus dijaga. Gak baik menyakiti hati orang. " Dian mengingatkan Bulan yang ingin berbicara dengan raut muka seperti ingin meremas orang.

Huuuufffttt....

Bulan menghembuskan nafas panjang sebelum menjawab perkataan Ciel.

" Maaf ya Kak Ciel, aku bukan orang yang suka menerima pemberian dari orang lain. Dan kita juga baru saja ketemu tadi, jadi tidak perlu repot. Kirim saja alamat yang bisa dituju, besok aku kirim lewat Bojek HPnya. "

" Lho, gak perlu. Beneran itu hadiah perkenalan dariku. Kamu pakai saja, seumpama kamu jual juga gak masalah kalo lebih berguna. Masih lumayan baru kok, cek aja. Anggap aja hadiah teman baru. "

" Terimakasih atas kebaikannya, tapi aku bener bener gak bisa nerima pemberiannya. Lebih baik kasih aja alamat yang bisa dituju, dengan gitu kita bisa jadi teman. "

" Eemmm,, kamu gak berniat menguntitku dengan mencari tau alamatku kan? " tanya Ciel.

Bulan hanya bisa menahan nafas dan langsung mengurut keningnya. Betapa menguras emosi berbicara dengan pria satu ini.

Dengan penampilannya, dia kira Ciel akan menjadi sosok yang tenang, dewasa, dan elegan. Siapa sangka malah sangat narsis yang tidak tahu malu. Membuat Bulan frustasi hanya dengan perkataanya.

" Susah berurusan dengan orang macam ini. " batin Bulan.

" Sekarang Kakak maunya gimana? " tanya Bulan.

" Gak macem macem kok, tinggal terima aja dan aku bisa sering sering hubungin kamu. Sudah aku masukin kartu siap pakai. "

" Apa alasan Kakak ngasih ponsel ke aku? "

" Karena kamu adik menggemaskan yang pernah aku temui. "

" Kalo aku tetep nolak? "

" Kamu bisa kerja di kafe yang aku sebutin tadi, dengan gitu kamu bisa balikin kalo kita bertemu. Kalo enggak, bisa kamu simpan dan jadi hutang kamu ke aku yang harus dibayar kemudian termasuk bunganaya. Aku bukan orang senggang yang bisa sering jalan jalan lho, bisa bertemu di taman merupakan kebetulan yang langka. Jadi bisa bertemu di tempat yang aku rekomendasikan kemungkinanya cukup besar. Lagian kamu juga bisa terbantu disana. Gimana tertarik? "

Bulan menghela nafas panjang lagi, sulit memutuskan hal ini. Ada perasaan aneh dengan orang yang baru tadi sore dia temu. Selain itu, Bulan juga terbebani oleh perkataanya yang menganggap ini jadi hutang dia pada Ciel.

Padahal, dengan sifatnya dia tidak mau menjadi beban apalagi berhutang dengan orang lain. Karena dia takut dengan banyak kemungkinan setelah berhutang. Apalagi kalo sampai tidak mampu membayar.

Ciel pun tau hal itu. Walau baru bertemu sebentar, dia bisa tau karakter dari Bulan. Karena itu dia ingin mencari tau seberapa kuat pendirianya. Dan dengan menggodanya Ciel merasa sedikit bersemangat.

Membayangkan gadis yang berusaha kuat jadi cemberut. Itu sedikit imut menurutnya.