"Sudah kuduga...."
Zakiel berada di pohon besar yang dia pukul sampai tangannya berdarah, dia meletakkan tangannya di akar besarnya sementara tangan lainnya dia kepalkan.
"Kami terus berjalan memutar di tempat yang sama daritadi...."
SRAK! SRAK! SRAK!
"Siapa disana?!"
Sebuah suara langkak kaki menginjak dedaunan terdengar olehnya. Dia berbalik tapi tidak menemukan siapapun, lalu daun-daun dari pohon besar berjatuhan.
"Hah, ada apa...."
Dia melihat ke atas dan menemukan sosok hitam sedang duduk di atas sana.
"Hei, kamu yang disana!"
Zakiel memanggilnya beberapa kali namun sosok hitam itu tidak menjawabnya. Dia mencoba melemparinya dengan batu, saat hendak melempar, sosok hitam akhirnya menoleh ke bawah—menampakkan wajahnya yang tidak terlihat sama sekali, hanya matanya saja yang bercahaya violet yang terlihat. Selain matanya itu, seluruh tubuhnya dibalut oleh warna hitam.
Sosok hitam turun ke bawah dengan cara melayang di udara dan mendarat tepat di depan Zakiel.
"?!!"
Zakiel merasakan sesuatu pada sosok hitam itu, sesuatu yang sangat familiar baginya namun dia tidak tahu apa sesuatu yang familiar tersebut.
"Kakak...?" suara dari sosok hitam itu terdengar bergema di udara, dia menunjuk Zakiel.
"Aku? Bukan, aku bukan kakakmu."
"???"
Sosok hitam itu memiringkan kepalanya dan dapat terlihat helai rambut panjang. Dari itu, Zakiel dapat mengetahui sosok hitam itu adalah seorang gadis? Itu jika dia memiliki kelamin?
"Aku Zakiel. Kamu?"
Mata ungu dari sosok hitam itu membesar, dia terlihat terkejut? Kemudian, dia mengangkat kedua tangannya ke atas—bertepuk tangan diikuti dengan lompatan seperti kelinci.
"Zakiel! Zakiel! Zakiel!"
Suara yang awalnya terdengar berat dan menggema, perlahan berubah menjadi suara anak gadis.
"E-ehh...?"
Zakiel mundur beberapa langkah, sosok itu pun mengikutinya—bergerak maju setiap Zakiel mundur.
"Zakiel...?" ucap sosok hitam itu sambil mengarahkan tangannya ke depan, mencoba meraih Zakiel.
Sosok itu bahkan tidak memiliki mulut, lalu darimana suaranya keluar. Pikir Zakiel
"Kyaaaaa!!!!!"
Zakiel mendengar suara teriakan perempuan dari tempat Ceiti sedang istirahat, ketika dia sedang panik dan memeriksa sekitarnya, tangan dari sosok hitam di depannya menggapainya dan memegang kepalanya.
"Apa yang kamu... Lakukan...."
Kesadarannya perlahan menghilang sampai akhirnya dia terjatuh dan pingsan.
BRUK.
****
Ketika Zakiel sadar, sosok hitam itu sudah tidak ada. Dia memegang kepalanya sambil menggelengkannya.
"Ahh, kepalaku... Apa yang terjadi tadi...?"
Zakiel tidak mengingat apa yang terjadi ketika dia pingsan, yang dia ingat terakhir kali adalah dia sedang memeriksa jejak pukulan yang dia tinggalkan di pohon.
Ketika dia bangkit berdiri, dia langsung mengingat sesuatu.
"Ah benar sekali... Telur yang kubawa sebelum aku diteleportasi itu kemana ya... Apa mereka bertiga membawanya juga?"
Zakiel tidak akan mau mempercayai jika temannya benar berkhianat padanya. Jika dia memang dikhianati, maka satu-satunya orang yang akan dia salahkan adalah dirinya sendiri karena telah mempercayai orang lain. Tapi untuk sekarang, dia menetapkan pikirannya bahwa temannya tidak berkhianat.
Sambil mengira-ngira keberadaan temannya dan telur bersisik merah, dia berjalan ke tempat Ceiti sedang istirahat.
Tibalah dia di tempat itu dan melihat Ceiti sedang tertidur bersandar pada pohon. Zakiel berjalan mendekatinya, mencoba membangunkannya.
"Oi, bangunlah. Kamu sudah cukup beristirahat, cepat antarkan aku ke kota."
Zakiel menggoyangkan bahu Ceiti yang terbuka.
'Lembut sekali!!'
Dia hampir terjerumus melakukan pelecehan kepada Ceiti. Meskipun dirinya sudah pernah membunuh seseorang, mencuri, dan menjadi kriminal, dia tidak pernah sekalipun menyentuh wanita dalam hidupnya.
'Gawat, aku terlalu lama menyentuhnya....'
Ucapan hanyalah sebuah ucapan, meski sudah berkata tidak pada hal itu, dirinya masih tergoda ketika melihat bibir seorang perempuan yang tidak terjaga.
'Gawat! Gawat! Gawat!'
Zakiel membalikkan badannya sambil menutup wajahnya. Kemudian memegang kepalanya, merasa frustrasi pada dirinya yang gagal menahan perasaannya.
'Ada apa denganku?! Sejak kapan aku menjadi seperti ini?! Apa ini karena pengaruh hutan ini?! Benar, hutan ini sepi dan sangat luas, tidak akan ada orang yang menemukan kam—puhaa!' Zakiel menampar dirinya sendiri, lalu pertengkaran dalam dirinya berlanjut, "Apa yang kamu pikirkan bejat! Apapun situasinya, dimanapun tempatnya, kau tidak boleh melakukan hal itu!"
Ketika dia sibuk bertengkar dengan dirinya. Ceiti terbangun, namun matanya mengeluarkan cahaya warna emas seperti sosok hitam yang ditemui Zakiel.
Merasakan sesuatu diletakkan di bahunya, Zakiel menoleh ke belakang dan melihat Ceiti dengan mata yang bercahaya emas.
"Apa yang terjadi dengan matamu?!"
Zakiel memegang dua sisi pipi Ceiti dan melihat ke arah matanya. Segera setelah itu, Ceiti menendang perutnya dan Zakiel terlempar jauh menabrak batang pohon besar.
"Ughaa!!"
Permukaan batang pohon itu hancur, Zakiel jatuh ke tanah, dia mengerang kesakitan—di bagian perut juga punggungnya.
Ceiti yang sedang kerasukan berjalan dan berhenti di depan Zakiel, dia mengangkat dagu laki-laki itu kemudian menciumnya.
"?!!"
Setelah itu, Ceiti pingsan. Sementara Zakiel merasakan sakit di kepalanya yang seperti sedang di acak-acak oleh sesuatu.
"Makhluk apa kamu?!"
"Seharusnya aku yang bertanya padamu. Beraninya kamu memasuki tubuh ini dan bersikap tidak sopan kepadaku."
Zakiel mendengar sebuah suara yang sedang beradu kata bergema di kepalanya, setiap kali suara itu muncul kepalanya terasa sangat sakit. Dia berteriak seperti orang gila.
"Akan aku tunjukkan siapa bosnya disini!"
Itu adalah suara terakhir yang muncul di kepalanya, setelahnya tidak ada lagi suara yang muncul dan perlahan rasa sakit di kepalanya menghilang.
Zakiel berkali-kali menghirup dan menghembuskan nafas berat. Semua hal yang dialaminya di tempat ini, bisa saja membuatnya menjadi gila....
"Aku harus cepat keluar dari hutan ini sebelum aku menjadi gila...."
****
"Umm...?"
"Kamu sudah bangun?"
"Hah, i-iya...?! Tu-tunggu! Turunkan aku, turunkan aku sekarang!!"
Awalnya Zakiel menggendong Ceiti yang tertidur dengan tenang, tapi sekarang dia sudah bangun dan malah memberontak.
"Diamlah! Aku sedang berjalan sambil menggendongmu, kenapa kamu sangat berat ketika tubuhmu kecil seperti itu?!"
"Ha-hahh?!! Kamu saja yang terlalu lemah! Bodoh!"
Merasa tidak kuat lagi, Zakiel menjatuhkah Ceiti ke tanah secara tiba-tiba.
"Wa—aww!!"
Ceiti jatuh dan bokongnya mendarat di atas batu kasar, dia menjerit kesakitan—mengelus bokongnya.
"Apa yang kau lakukan bodoh!"
Zakiel menatap ke depan, menghiraukan ocehan dari perempuan Daemon itu.
"Ada apa, hei! Kamu mendengarku?!"
Suara yang berasal dari luar perlahan mengecil hingga akhirnya menjadi sunyi, Ceiti masih mengoceh tapi suaranya tidak terdengar oleh Zakiel.
Zakiel yang menatap lurus ke depan, melihat sosok hitam bermata ungu, lalu dia mengingatnya—kejadian yang dia lupakan setelah pingsan.
Sosok hitam itu tersenyum lebar padanya dari jauh, bukanlah sebuah lidah atau gigi yang nampak. Tapi hanya sebuah cahaya putih kosong yang datang dari balik mulutnya, mulutnya bergerak seperti sedang mengatakan sesuatu.
Zakiel mencoba memahami gerakan mulutnya sambil menirunya.
"Spec... ter...." Gumam Zakiel yang menirukan gerakan mulut si sosok hitam.
Setelah mengucapkan kata tersebut, Zakiel teringat sesuatu ketika dia masih berada di dunianya yang dia kenal, Gaia. Saat kecil, setelah dibuang oleh orang tuanya dia sering membaca buku yang dibawakan oleh seseorang yang tidak tampak wajahnya.
Suatu hari, dia membaca buku dengan judul "Specter", buku itu menceritakan tentang makhluk hitam seperti bayangan yang menghuni sebuah hutan dan akan membunuh siapa saja yang memasuki wilayahnya.
Diceritakan juga, ada dua makhluk hitam yang hidup disana namun berbeda sifat. Yang satu baik dan satunya jahat, mereka berdua sering kali bertarung dengan tujuan yang sama—menguasai hutan.
Di akhir cerita itu, makhluk hitam yang jahat terbunuh oleh seorang penyihir suci yang datang ke hutan, sementara makhluk hitam lainnya melarikan diri dan bersembunyi di tubuh seorang anak kecil selamanya.
"Specter... Roh yang sangat kuat dan memiliki kekuatan sihir yang besar, mereka tercipta dari kumpulah roh-roh jahat yang mati secara tak layak...." Zakiel mengucapkan kalimat yang dia ingat dari sebuah buku di perpustakaan.
Sosok hitam—Specter itu melambaikan tangannya lalu menghilang tertiup angin.