Danila dengan tergesa berjalan sambil menoleh, mencari sosok yang mengajaknya bertemu. Dan ketika dia mengedarkan pandangan, matanya bertemu dengan bola mata hitam nan indah yang memandang lekat ke arahnya. Ada aura dingin yang mendominasi, seperti seekor singa yang siap menerkam mangsanya. Tapi, lebih dari itu. Danila seperti terhipnotis oleh sosok yang berdiri kaku memandangnya, dia terpesona.
' wuah, bener-bener pantes jadi artis deh ', Danila mengerjapkan mata, menyadarkan diri dari lamunannya. Dia berjalan menghampiri sosok yang terus mengawasinya dengan tajam.
" ehm, maaf saya terlambat " ucapnya memulai obrolan, mencoba menetralkan suasana yang menegangkan.
" Nona Danila.. bukankah tadi sudah ku ingatkan? " pertanyaan laki-laki ini lebih seperti seorang dosen yang memarahi mahasiswanya karena tidak tepat waktu.
' apaan, telat sebentar doang. Aku cabut kata-kata ku tadi, nggak cocok jadi artis. Songong banget! ' Danila mengomel dalam hati, baginya terlambat sebentar bukan sebuah masalah besar bukan?
Tapi tidaklah sama dengan Revano yang seorang Presdir di sebuah perusahaan besar, disiplin adalah hal utama. " Baiklah, silahkan duduk dulu dan pesan apa yang kamu inginkan, " lalu menggeser kursi untuk Danila. Dia tidak ingin memberi kesan buruk pada sang calon istri.
" Terimakasih, " Ucap Danila tulus dengan senyum tersungging. Batinnya heran, ' nih orang tadi udah kaya mau ngajak perang. eh, taunya gitu doang '.
Revano melambaikan tangan ke seorang pelayan, yang langsung datang menghampiri meja mereka. Setelah menyebutkan pesanan masing-masing, pelayan itu segera pergi. Suasana kembali hening dan sedikit canggung.
R," Danila.. "
D," eh, ya.. " dia sedikit tersentak karena sedang melamun
R," terimakasih sudah datang " , ucapnya tulus.
' waah.. bisa bilang terimakasih ternyata ' , pikirnya sesaat dan langsung menjawab. " oh ya, tidak masalah. Sudah seharusnya aku datang,"
R," hmm, baiklah. oiya.. " kalimatnya menggantung sesaat, " Kalau kamu ingin tahu tentang aku, silahkan bertanya langsung. Kamu bisa menghubungiku langsung, tidak harus menyuruh seorang teman untuk mencari tahu tentang aku."
D," eh, ehm.. bertanya langsung? "
R," iyaa, Bukankah kamu sudah menyimpang nomor telepon ku?"
D," haah.. ya-ya sudah, tapi.. dari mana anda tahu kalau saya menyuruh seseorang untuk mencari tahu informasi tentang anda?" dahinya berkerut dengan alis sedikit terangkat,
R," semua tentangmu tidak ada satupun yang tidak aku ketahui, Danila .." suaranya dalam dan tenang. Ekspresinya normal dengan sedikit senyum tersungging di wajahnya.
Danila sudah membuka mulut, ketika pelayan datang membawakan pesanan mereka dan berkata dengan nada formal. " Silahkan dinikmati hidangannya, kalau ada hal lain yang di perlukan anda bisa memanggil saya lagi.. " , pelayan itu lalu mengatakan permisi setelah mendapat anggukan dari si laki-laki.
" Makanlah dulu, " ucap Revano dengan lembut , yang hanya ditanggapi anggukan oleh Danila. Keduanya menikmati hidangan masing-masing, setelah selesai Revano memanggil pelayan untuk membersihkan meja dan memesan makanan penutup untuk mereka.
" Ehm, maaf sebelumnya.. " Danila mencoba memecahkan keheningan sesaat yang terasa aneh.
" Yaa, kenapa kamu minta maaf..? " jawaban dengan tersenyum lembut.
" Karena tadi saya datang terlambat," sahut Danila.
R," Oke, bukan masalah besar. Tidak perlu dibahas lagi, "
D," baiklah, terimakasih "
R," hmm.. jadi, mari kita bahas hal lain yang lebih penting. "
D," Hal lain? Yang lebih penting? "
R," Benar, bukankah tujuan kita bertemu adalah tentang pernikahan kita? " jelasnya singkat.
D,' what?! secepat ini mau ngebahas masalah kawin?? waah, Om-om ini udah kebelet kawin deh kayaknya. ' ekspresi wajahnya yang kaget terlihat sangat jelas. Tapi kalimatnya yang panjang tidak berani dia ungkapkan. Dengan cepat menetralkan ekspresi wajahnya, " Mm, apakah harus secepat ini? "
Revano mencoba menahami ekspresi wajah Danila, dan terlihat bahwa perempuan ini belum siap dengan sebuah pernikahan. " Bukankah lebih cepat akan lebih baik untuk keluargamu? "
' waah, ngancem nih orang '. dalam benak Danila pernikahan ini hanya untuk menyelamatkan nasib perusahaan dan juga keluarga Sukmajaya. Berbeda dengan Revano yang menganggap ini hal penting. Dia harus segera menjadikan Danila istrinya yang sah , perempuan yang dia cintai semenjak pertemuan pertama mereka yang tidak disengaja.
Revano sadar bahwa cintanya jelas bertepuk sebelah tangan. Tapi dia tidak bisa merelakan Danila begitu saja. Apalagi ketika dia tahu ada laki-laki yang juga mencintai Danila, yang telah menjadi sahabatnya selama bertahun-tahun.
" Mmm, Haloo Tuan Revano ? " suara Danila lebih keras, dan membuyarkan lamunannya. Danila merasa jengkel jawabannya tidak juga direspon karena lawan bicaranya sedang memikirkan sesuatu.
R," Yaa.. "
D," Hhh.. apakah tidak terlalu cepat untuk membicarakan pernikahan saat ini? akan lebih baik kalau kedua keluarga bertemu terlebih dahulu. " ini hanya alasan Danila menghindari masalah pernikahan, dia sama sekali belum ingin terikat dengan sebuah pernikahan.
R," Oke, kalau itu yang kamu inginkan. Kita akan mengadakan pertunangan hari Minggu depan. "
D," Hah? Pertunangan? Minggu depan? bukankah itu terlalu cepat?! " suaranya sedikit meninggi dengan wajah shock.
R," Kenapa? bukankah kamu bilang lebih baik ada pertemuan keluarga lebih dulu, dan menurutku pertunangan adalah cara yang tepat. "
D," Tap-tapi .. Minggu depan itu terlalu cepat, kita butuh mempersiapkan banyak hal bukan? " ucapnya semakin gugup.
R," kamu tidak perlu khawatir, semua persiapan akan aku tangani. kamu hanya tinggal terima beres, "
tidak ada celah untuk Danila menolak lagi.
Dia menjawab tanpa semangat, " baiklah, aku akan memberitahu keluarga tentang hal ini. "
R," tidak perlu Danila.. aku sendiri yang akan menghubungi Tuan Danu tentang acara pertunangan kita. "
Danila semakin dibuat galau, dia ingin mengulur waktu sedikit lebih lama. Tapi sepertinya hal itu tidak mungkin, sangat jelas laki-laki ini ingin pernikahan itu segera dilaksanakan.
" Baiklah kalau begitu, terimakasih atas makan siangnya. Saya permisi dulu.. " dia berdiri lalu membungkuk sopan dan berbalik.
Dengan cepat Revano berdiri meraih lengan Danila, " tunggu.. aku akan mengantarmu pulang. "
Belum sempat dia berjalan dan merasa lengannya ditarik, membuatnya terhuyung. Setelah menegakkan badannya, dia mendongak. Memandang wajah laki-laki di depannya dan beralih pada lengan yang di cengkeram kuat.
Tersadar, Revano segera melepaskannya. Mengulangi lagi kalimat yang sepertinya tidak terdengar oleh lawan bicaranya, " Mari aku antar pulang. "
Danila kaget, " eh. Tidak perlu, itu akan merepotkan anda. "
menghela nafas sekejap, Revano menjelaskan. " Danila.. aku tidak repot, dan lagi.. jangan terus berbicara formal denganku, aku bukan dosen mu ataupun bos mu. Kamu bisa berbicara santai denganku,"
" Hah?! " Danila bingung menanggapi, hanya bisa menganggukkan kepalanya.
Lalu mereka berjalan berurutan keluar dari Cafe. Danila mengikuti Revano ke tempat parkir, menuju mobil mewah berwarna hitam. Entah apa jenis dan merk nya, Danila tidak begitu paham yang dia tahu ini bukan mobil biasa. Terlihat elegan.