Dua hari lagi.Dua hari lagi dia akan datang.Aku harus melakukan sesuatu agar dia tidak satu kamar denganku.
"Nai,tidak biasanya kamu berada di sini saat sore.Apa kamu ada kepentingan dengan salah seorang soderath?"
"Ah,St.Heg..." aku bergeser sedikit untuk memberikan St.Heg ruang untuk duduk di sebelahku.Aku dari awal sudah dapat melihat ada perbedaan di antara St.Heg dari soderath-soderath yang lainnya.Jika soderath yang lain hanya berbicara saat waktunya membimbing,St.Heg tidak seperti itu.Dia lebih ceria dan hangat,juga menyebalkan terkadang.Dia suka sekali memberikan teka-teki tentang hal-hal yang unik dan aneh yang tentunya tidak kuketahui.Alhasil yang ditanyai adalah aku.Kemudian yang mendengarkan akan menertawakan ketidak tahuanku,dan ditutup dengan pesan agar aku memperbanyak waktu dengan buku-buku biologi.Yah,kuakui bahwa aku tidak menyukai biologi.Aku lebih tertarik pada sastra dan bahasa.Aku juga sedikit menyukai sejarah.Setidaknya aku unggul dalam hal tersebut.Mengingat skor untuk biologi dan praktik fisika,mesin,dan sejenisnya yang tak akan pernah kuselamatkan skornya dari wilayah kuning~setidaknya.
"Sudah tersisa satu Minggu lagi saatnya bagimu dan empat yang lainnya untuk 'kesemesteran' yang ke-empat.Apa kau sudah siap Nai?"
"Kurang dua puluh tujuh koma satu persen lagi seingatku." jawabku sekenanya.
"Aku tahu apa yang kamu cemaskan sekarang Nai,kalau kamu mau,aku bisa membantumu." St.Heg menoleh ke arahku kemudian tersenyum kecil."Ardent,"
Aku menyeringai,lantas menggeleng.
"Aku tahu," ujarku."Tidak ada yang tahu..." bisikku nyaris tak terdengar.
"Serahkan saja padaku,aku kenal baik dengan Ji,aku bisa membuatnya mengubah kamar kondekasi baru itu... ." dia menepuk pundak ku sekilas.
"Sebentar lagi jam empat sore,sebaiknya kau segera pergi ke tempat yang telah kalian sepakati.Jangan terlambat,waktu kalian hanya tiga puluh menit saja.Jangan sampai terpotong karena kau terlambat."
''''''''''''
Aku sudah duduk di sebuah bangku tepi sungai ini selama delapan belas menit.Tapi Taze tidak kunjung nampak batang hidungnya.Aku masih tetap memanggilnya Taze saat kami hanya berdua atau saat hanya St.Heg yang akan mendengarnya.Dia pun sama,memanggilku Math.Nama yang 'asli' kami di dunia yang nyata dan di situasi yang 'aman'.
Aku mulai merasa heran,tidak biasanya Taze terlambat seperti ini... .
"Hai," aku menoleh.
"Hai" balasku datar.Lantas membuang muka.
"Apa kau sedang menunggu seseorang?" Tanyanya sembari duduk di sebelahku.
"Apa yang kau mau" balasku dingin.Aku benar-benar tak ingin bicara pada siapa pun untuk saat ini.
"Aku hanya sedang berusaha mengejar impianku"
"Impian macam apa coba!" gumamku pedas.Namun dia malah menuai cengirannya miringnya yang konon katanya dapat meluluhkan hati para wanita.Yang benar saja.
"Apa yang kau inginkan ha?" tanyaku berusaha untuk sedatar mungkin.Aku menatapnya tajam.
"Aku hanya ingin menyampaikan pesan." dia malah balas menatapku dengan ekspresi serius yang dibuat-buat.Aku mengangkat kan sebelah alisku,menanyakan pesan yang ingin ia sampaikan.
"Dia tidak bisa datang" aku membelalakkan mataku.
"Siapa maksudmu." gumamku penuh penekanan.
"Entahlah,aku disuruh oleh St.Heg untuk menyampaikannya padamu".Dia terus menatapku.Namun aku mengalihkan pandanganku darinya.
Aku bangkit dari tempat dudukku.Aku merasa ada yang mengoyak hatiku dari dalam.Apa yang disampaikan oleh Lino,benar-benar membuat hatiku hancur.Aku melangkahkan kakiku untuk meninggalkan tempat ini.Sekuat tenaga aku berusaha agar tidak menangis di hadapan Lino.Aku tidak ingin terlihat menangis di hadapan orang lain.
"Hey,kau mau...kenapa,maksudku kau mau kemana?"
"Jangan ikuti aku!" Seruku.Namun terdengar seperti memohon.Aku mempercepat langkah kakiku.
Kau melanggar janjimu untuk yang kedua kalinya,Taze...
*************
Aku memandangi laut yang kini terkesan sedang berusaha menenangkan ku.Aku duduk di atas atap asrama ku.Sekarang adalah pukul sebelas malam,berarti sudah lima jam aku duduk di atas atap sambil memandangi laut.Angin malam yang membuat bulu-bulu ku berdiri.Seseorang menepuk pundak ku pelan.
"Apa yang kau lakukan di sini?"
Aku menoleh pada sumber suara dan mendapati Dez sedang berada di belakangku hanya berjarak dua belas senti meter saja.Aku melemparkan senyum padanya.
"Bagaimana kabarnya,apa dia masih secerewet dulu?" tanyanya sambil melangkah dan berdiri di sebelahku.
"Duduklah." aku memberinya sedikit ruang di sebelahku.Dia pun tersenyum tipis kepadaku.
"Aku tidak tahu,kami tidak bertemu." jawabku sambil mengembuskan napas kecewa.Dia menatapku dengan tatapan kasiannya.Dia mengembuskan napas pelan.
"Untuk yang kedua kalinya kalau tidak salah" aku membalasnya dengan anggukan.
"Tapi dia punya alasan untuk itu." itu bukan suaraku.Itu juga bukan suara Dez.Aku membalikkan kepalaku.Sejak kapan dia di sini.
***********