"Iya... Pemilik buku ini begitu berarti bagi mama. Kalian mau dengar cerita mama tentang pemilik buku ini?
"Iya, ma" ucap mereka berdua
Waktu itu... Sekitar 30 tahun yang lalu...
Aku Riana, lengkapnya Riana sulistiawaty. seorang gadis periang dan selalu optimis. Aku juga memiliki banyak sekali teman.
Aku baru saja mulai menginjak usia lima belas tahun. Kemana pun aku pergi, aku selalu membawa buku kecil diary kesayanganku. Semua tentang diriku kutuliskan dibuku ini, buku ini... Sudah menemaniku sejak kecil.
Buku ini... Diberikan oleh ibu saat ulan tahunku yang ke tujuh tahun. Dalam buku ini... Aku menulis tentang semua keluargaku.
Namun, kejadian ... yang merenggut semua kebahagiaanku. Ayah dan ibuku meninggal, tepat di depan mataku. Sejak ayah dan ibu meninggal, aku dirawat oleh kedua orang tua angkatku yang bernama bu sofi dan pak wahyu. Karena aku sama sekali tidak memiliki saudara dekat.
Aku tetap senang, masih ada yang mau menjagaku, aku tidak mau kesedihanku terus berlarut-larut dalam hidupku. Aku berusaha bangkit disetiap hariku.
"Riana! Riana! Mana sih tuh anak lama banget dipanggil."
"Iya, ma."
"Nah, loh dari mana aja ... lama banget dipanggil"
"Maaf, ma. Tadi Riana lagi..."
Tidak sempat aku menjelaskan pada mama, mama langsung menghentikan kata-kataku
"Sssst. Udah enggak usah banyak bicara deh."
"Lebih baik kamu, cepat bikin sarapan buat Laras. Laras udah harus berangkat sekolah"
"Baik, ma."
"Cepet!"
Sejak aku tinggal di sini, mama sangat tidak menyukaiku, aku tidak tahu alasan mama tidak menyukaiku. Tapi, aku tetap menyanginya.
"Kak Riana!" Teriak Laras dari arah belakang memanggilku
"Laras! Ada apa?"
"Kakak dimarahin mama lagi ya?"
"Enggak, kok Ras"
"Jangan bohong. Aku liat sendiri kok." ucap Laras yang langsung memelukku.
"Maafin mama ya kak"
Aku senang memiliki adik, tak sedarah denganku yang selalu menyangiku. Dia adalah satu-satunya yang membuatku ingin hidup didunia yang kejam ini.
"Udah-udah, nanti kamu telat kesekolah ya"
"Baik, kak"
"Kakak juga harus kesekolah, nanti kakak telat"
"Iya"
Dimeja makan, aku sudah menyiapkan sarapan untuk semuanya.
"Ayo dong, sayang cepat habisin makanan kamu" kata mama yang memanjakan Laras
"Iya mah, aku buka anak kecil lagi" balas Laras
Ketika melihat mama yang selalu memanjakan Laras, rasanya aku iri dengan nya, aku ingin seperti dia. Aku ingin mama memanjakan diriku. Tapi, rasanya itu mustahil.
"Riana!" ucap papa yang membuatku kaget
"Iya, pa."
"Ayo cepat habisin ini makanannya!"
"Nanti, kamu telat loh."
"Iya, pa."
Selain Laras, ada juga papa yang sangat baik padaku, aku sudah menganggap papa sebagai pahlawan dihidupku.
"Hati-hati ya mas." kata mama yang sedang memberi salam pada papa
"Iya"
"Ayo Ras, Riana" Teriak papa memangil
Sebelum berpamitan, aku ingin memberi salam pada mama.
"Laras, belajar yang baiknya."
"Baik, ma."
Aku mengulurkan tanganku pertanda ingin memberi salam pada mama, sebelum berangkat. Seperti biasa, mama enggak pernah mau memberikan tangan nya padaku.
"Udah-udah, enggak usah beri salam pergi aja sana."
Aku hanya bisa menunduk kepalaku, menahan air mata, agar tidak dilihat oleh papa dan Laras. Aku pun membuka kenop mobil.
"Dadah!! Teriak Laras pada mama dengan melambaikan tangan
"Hati-hati semuanya" ucap mama
Aku dan Laras hanya selisih 2 tahun umur kami. Aku baru saja menginjak masa SMA dan Laras yang menginjak masa SMPnya.
Disekolah aku tidak pernah memperlihatkan kesedihanku kepada orang lain. Jika ada waktu sengang, aku menulis dibuku Harian yang selalu kubawa.
Aku duduk dibawah pohon besar yang rindang dengan hembusan angin yang datang saat siang hari itu, seperti biasa aku menulis sesuatu dibukuku.
Dalam buku diary...
Mengapa Tuhan mengambil semua kebahagiaanku?
Mengapa Tuhan harus mengambil orang-orang yang sangat kusayangi didunia ini?
Mengapa tidak diriku?
Aku lelah menjalani semua penderitaan dalam hidupku berpura-pura bahagia di depan semua orang.
Air mataku menetes begitu deras membanjiri buku diary kesayanganku.
Ding... dong
Terdengar bunyi bell masuk dalam kelas, dengan cepat aku menghapus air mataku Dan pergi kekelas.
******
Jam sudah menunjukkan jam pulang.
Aku yang sedang menunggu papa didepan pintu gerbang sekolah. Sebelum menjemputku papa akan menjemput Laras terlebih dahulu.
Pip... Pip... Pip
Klakson papa yang menjemputku
"Kakak!" Teriak Laras
Aku langsung berlari menuju mobil dan membuka kenop mobil.
Dalam perjalanan pulang, Laras banyak bercerita tentang sekolahnya, aku sangat bahagia mendengar semua yang ia katakan.
Karena sedang asik mendengarkan cerita Laras. Hingga ayah tidak memperhatikan jalan, membuat kami kecelakaan.
Bruaaakk!!!
Ayah membanting setir kearah kanan menghindari mobil dari arah berlawanan membuat mobil ayah menabrak pohon.