200 KM dari Supreme Villa
Sebuah tatapan yang menyiratkan banyak arti milik seseorang berkacamata ini. Ia terus memperhatikan layar komputernya seraya memastikan seluruh rencananya dapat terlaksana. Ah, bukan rencananya. Lebih tepatnya rencana seseorang bertopeng dibelakangnya dengan sebuah handgun teracung kearah kepalanya. Bagas Nugraha, sosok yang selama ini dikagumi oleh semua teman temannya, telah kalah dalam perang ini. Krisis diam diam dalam internal perusahaan membuat ia kehabisan akal dalam menjalankan roda usahanya. Dalam kekalutannya, seorang "kawan" lama datang dan menawarkan bantuan. Terdesak, ia tak mempunyai banyak pilihan selain mengikutinya. Yang ternyata membawanya pada sebuah jebakan rapi yang tak pernah ia sangka.
"good boy, bagas. Memang tak pernah salah sebagai sosok paling sempurna dari masa sekolah dulu" geram sosok dibelakangnya
"gua masih bisa ingat memori tentang lo waktu SMA dulu, peringkat atas, calon ketua OSIS yang sempurna, gak pernah kehabisan duit. Ada memori tentang gua di otak lo?" lanjut sosok itu dengan tetap mengarahkan pistol ke arahnya.
"gak, gua gak tau salah gua apa. Gua bahkan nyelametin lo biar gak dibully sama semua orang waktu pengumuman anggota OSIS. Kenapa lo gini?" gemetar Bagas makin tak terkendali
"nyelametin? Bukannya itu juga prank elo buat masukin gua ke daftar ketua? Gua sendirian waktu orasi sama meja dukungan pas lo sama anak anak ketawa tawa? Itu yang lo bilang nyelametin gua?" amuk sosok itu sambil menekan senjata itu ke arah kepala bagas
"please, gua gak tau itu nyakitin. Itu cuman Jokes"
"dan sayangnya jokes itu akan membuat meja ini kotor dengan serpihan otak lo itu" lanjutnya sambil tertawa, bunyi pin bergeser. Bagas memejamkan mata, berharap ini mimpi.
"tunggu, gak jadi" tawa sosok itu semakin keras
"gua butuh kepala yang bersih"
Tiga buah tembakan lurus mengarah ke leher bagas, hampir membuat leher itu putus seketika. Tapi sang sosok sengaja membuat sedikit kulit tersisa, dengan tatapan sekaratnya Bagas melihat sosok misterius itu tersenyum simpul sambil mengangkat topengnya.
"tenang, gua bukan dia"
Melotot, bagas sadar, ia memang telah lama berpisah dengan rekan SMA nya. Membuatnya banyak lupa akan suara dan perawakan teman-temannya dulu. Bagas salah perhitungan. Bukan dia, bukan tokoh yang ia ceritakan. Bukan. Dia tidak pernah menjadi calon ketua OSIS, bukan dia yang suaranya teringat di bayangan Bagas.
"khhhakkh"
"benar Bagas, bukan dia. Bukan sosok yang kamu pikir paling banyak kamu sakiti dulu. Karena mungkin kamu lupa, berapa banyak luka yang kamu pernah ukir untuk dia."
Bagas hanya bisa melihat sosok itu mengangkat kakinya tinggi, sebelum ia benar benar kehabisan nafas. Sebuah hentakan keras ke arah leher itu membuat leher itu putus, sempurna dengan badannya. Membuat darah semakin mengotori ruangan gelap itu. Sosok itu kembali melihat ke arah komputer, memastikan seluruh rencananya sukses. Menutup komputer itu sebelum mellihat kembali ke arah kepala Bagas yang menggelinding ke pinggir meja.
"saya berjanji! Akan membuat sekolah kita menjadi sekolah terbaik disini! Hahahaha!" mimiknya mengingat memori Bagas di SMA dulu.
Satu potongan Fragment lengkap tertulis, dengan desis tipis di bibirnya sambil berkata
"Pemilihan Ketua OSIS, selesai"