Monna tahu telah ada banyak hal yang berubah di sekelilingnya karena perubahan yang ia lakukan. Tapi tidakkah kemunculan Alliesia yang seharusnya baru akan muncul 2 bulan kemudian, sangat tidak tepat?
Monna berpikir dengan keras segala kemungkinan buruk yang mungkin akan terjadi apabila keanehan ini terus berlanjut. Hingga tanpa sadar, ia menggigit kuku jarinya dengan lebih serius.
Belhart dan Neil menyadari itu. Tapi tak satu pun diantara mereka meluangkan waktu mereka untuk bertanya. Hingga Belhart mulai menjadi tidak sabaran.
"Aku lelah. Antarkan aku ke kamar," ujar Belhart datar dengan perasaan tidak senang.
Monna menjadi sadar dari lamunannya.
"Oh, baiklah!" jawabnya cepat.
Ia melirik dayang lain dan memberi perintah, "Sebagian antar nona ini ke kamar untuk beristirahat dan menjamunya. Sebagian lagi bantu aku memapah Yang Mulia. Dan untuk para kesatria, karena kalian pasti juga sudah lelah, kembalilah ke basecamp kalian untuk beristirahat," ungkap Monna selaku Cattarina sigap. Semua orang menurutinya.
Setelah memastikan semua orang pergi dan berpencar sesuai dengan tujuan mereka masing-masing, Monna segera meminta Neil membantunya mengantar Belhart menuju ke kamar mereka.
Sambil masih sibuk dengan pikirannya sendiri, Monna menemani Belhart dalam diam. Jika bukan karena teguran Neil yang meminta izin terlebih dahulu untuk keluar setelah mengantar Putra Mahkota ke kamarnya, Monna mungkin masih berkutat dengan isi pikirannya yang berkerut.
Terlalu banyak kejadian mengejutkan terjadi secara hampir berurutan. Sehingga karena itu, Monna menjadi sulit untuk berkonsentrasi ketika Yang Mulia Putra Mahkota memanggilnya.
"..rina,"
"Cattarina..??" panggil Belhart.
Monna menyadarkan dirinya dan menjawab dengan kikuk.
"Ya, Yang Mulia." Jawabnya.
Belhart menatap Cattarina dengan mata yang sendu.
"Apa kau sakit?" tanyanya.
"Tidak, Yang Mulia. Justru Anda, apa lukanya terasa sakit sekarang?" tanya Monna balik sambil menatap lengan kanan dan dada Belhart yang diperban.
Luka itu seharusnya cukup menyakitkan melihat ada sedikit darah yang merembes keluar. Tapi Belhart nampaknya sama sekali tidak menunjukkan ekspresi apapun yang berarti.
"Ini bukan masalah besar. Aku hanya perlu beristirahat yang cukup untuk penyembuhannya," ujar Belhart tenang setenang air yang menggenang.
Monna mengangguk mengerti.
"Baiklah. Jika begitu, Anda sebaiknya beristirahat. Tidurlah yang tenang dan jangan memikirkan hal lain," ujar Monna dengan sopan.
Belhart menatapnya.
"Apa kau akan tetap di sini menjagaku?" tanya Belhart mendadak.
Monna menatapnya bingung, "Ya?"
Apa baru saja Belhart meminta Cattarina untuk menemaninya di sini? Seorang Belhart Dominic?
Walau bingung dengan pertanyaannya, Monna tetap berusaha bersikap semestinya.
"Jika itu yang Anda inginkan, saya akan di sini sampai Anda sadar," Monna mau tidak mau menyerah.
Anggaplah ini sebagai salah satu protokol yang diperlukan seorang Putri Mahkota untuk suaminya. Tidak ada buruknya ia menemani Belhart yang kini sedang terluka. Hitung-hitung ini sebagai bentuk kewajibannya sebagai seorang istri yang baik. Itu pun jika niatnya ini dihargai.
Belhart pun tidur dengan tenang. Dan bangun dengan perasaan yang lebih baik setelahnya.
Ia Mengamati sesosok wanita yang terus bersama dengannya sejak ia terlelap. Cattarina duduk manis di atas kursi santai yang ada di dekat ranjang dan sibuk membaca beberapa macam buku yang entah apa itu tidak diketahui Belhart.
Wajahnya yang cukup serius membuat Belhart tidak ingin mengusiknya. Hingga mengeluarkan sedikit saja suara yang mungkin akan mengganggunya, Belhart memilih untuk tetap diam di posisinya yang damai.
Sampai ketika ia mengamati Cattarina untuk waktu yang cukup lama, tatapan mereka tidak sengaja bertemu.
"Anda sudah bangun?" Cattarina bangkit berdiri menyapa Belhart.
Belhart menjawabnya dengan anggukan pelan.
"Ingin segelas air? Atau Anda merasa lapar? Saya telah meminta seseorang untuk menyiapkan sesuatu untuk Anda makan. Jika Anda berkenan, saya akan membantu Anda," ujar Monna menawarkan diri.
"Papah aku," Belhart meminta Cattarina memapahnya. Monna langsung menyanggupinya. Ia membantu Belhart berdiri dan duduk di kursi yang sudah sengaja ia minta untuk dipersiapkan. Akibat kedekatan mereka, Monna bisa merasakan aroma mint yang sangat dikenalnya itu dari tubuh Belhart.
Lalu, ketika Monna telah duduk di depan Belhart dengan penuh semangat dan menunggunya dengan tenang untuk menyantap makanannya, Belhart sudah mengajukan sebuah pernyataan yang tidak biasa
"Kau tidak ingin menyuapiku?" tanya Belhart dengan posisi tepat di hadapan Cattarina.
Monna spontan menatapnya.
"Menyuapi Anda?" tanyanya ragu.
"Ya. Seperti yang kau lihat. Lengan kananku terluka. Jadi, pasti sangat sulit bagiku untuk mengambil makanan dan menyuapkannya. Tidakkah kau sebagai seorang istri dan putri mahkota yang baik, berinisiatif untuk membantuku?" tanya Belhart mencari dalih.
Monna langsung menahan segala ketidaksetujuannya dalam hati. Ia mengambilkan makanan untuk Belhart dengan berat hati. Lalu menyuapinya secara perlahan, sambil sekali-kali bertanya.
"Bagaimana kau akan membalas jasa dokter muda itu padamu?" tanya Monna ingin tahu.
Belhart mengalihkan perhatiannya pada Cattarina.
"Dokter Alliesia, maksudmu?" tanya Belhart balik. Memastikan subjek yang akan mereka bahas adalah sama.
Monna langsung mengangguk, "Ya. Apa yang akan kau lakukan padanya?" tanya Monna.
"Entahlah. Aku belum memikirkannya," jawab Belhart tanpa peduli.
Monna menatanya sejenak.
"Bagaimana kalau kau mengangkatnya menjadi salah satu dokter resmi istana?" tanya Monna memberikan usul.
Walaupun ia sendiri tahu Belhart nantinya akan memunculkan sendiri ide ini tanpa ia beritahukan sesuai dengan jalan cerita yang ada, Monna tetap ingin ikut berkontribusi dalam keberhasilan hubungan mereka nantinya.
Monna ingin memberikan kesan yang baik untuk mereka berdua. Dan ia juga ingin ungkapan kecilnya ini bisa membuat Belhart berterimakasih padanya suatu hari nanti, entah itu kapan.
***