Brian membawa istrinya ke dalam ruangannya yang telah dirubah dekorasi dan semua barang yang ada di dalamnya. Ruangan itu di desain dengan nuansa Islami agar Fatma merasa betah berada disana.
" Subhanallahu!" ucap Fatma saat Brian membuka pintu ruang kerjanya. Fatma terpukau dengan dekorasi ruangan itu seperti yang diharapkan Brian.
" Apa kamu menyukainya, Qolbi?" tanya Brian memeluk istrinya dari belakang.
" Iya, Habib! Aku sangat menyukainya!" jawab Fatma.
" Duduklah!" kata Brian mengiring istrinya ke sebuah sofa.
" Jika ingin shalat ada mushalla di lantai dasar dan ada juga di kamar sebelah sana!" kata Brian menunjuk sebuah pintu yang ada di sebelah kiri Fatma.
" Alhamdulillah! Jadi pegawaimu bisa shalat tepat waktu!" kata Fatma semakin mengagumi suaminya itu. Brian senang karena Fatma sudah tidak terlihat sedih lagi.
" Mau melihat kamar kita?" tanya Brian dengan suaranya yang berat ditelinga Fatma. Tanpa berpikir macam-macam, Fatma menganggukkan kepalanya, karena dia ingin shalat Dhuha.
" Apa ada yang masuk kesini sebelum aku?" tanya Fatma penuh selidik.
" Jika aku bilang pernah, apa kamu akan marah?" tanya Brian sedih. Fatma memejamkan matanya, dia yang telah berani membuka aib suaminya jadi dia harus mau menerima semua konsekuensinya, termasuk sakit hati.
" Tidak! Itu adalah masa lalumu!" jawab Fatma dengan suara bergetar. Brian tahu jika istrinya merasa sakit dihatinya.
" Hanya Carisa yang datang, dia adalah gadis yang rencananya mama jodohkan denganku, tapi aku tolak! Dia juga teman Briana dikampus!" kata Brian.
" Apa kalian..."
" Tidak, Qolbi! Aku tidak pernah menyentuhnya! Dia yang selalu mendekatiku!" jawab Brian.
" Apa dia tahu jika kita menikah?" tanya Fatma mulai merasa sedikit menuntut.
" Entahlah! Tapi jika kamu mau aku memberitahunya, aku akan menyuruh Briana memberitahu dia!" kata Brian tegas.
" Tidak perlu! Lama-kelamaan dia akan tahu sendiri!" kata Fatma. Fatma perlahan mendekati ranjang dan duduk di pinggirnya. Gerakan lembut istrinya itu menurut Brian sangat sensual dan membuat sesuatu pada tubuhnya meminta untuk dikeluarkan. Brian mengecup puncak khimar istrinya dan memeluk dengan meletakkan kepalanya di ceruk leher istrinya.
" Aku menginginkanmu, Qolbi!" bisik Brian dengan lembut. Fatma terkejut, dia belum pernah melakukan itu selain di kamar mereka. Sebelum Fatma berbicara, Brian telah menarik khimarnya hingga terlepas dan membuka ciput sekaligus tali rambutnya. Rambut Fatma tergerai indah dan menyeruakkan harum wangi mawar dari tubuhnya. Perlahan tapi pasti Brian membuka zipper yang ada di punggung istrinya dan dengan penuk kelembutan dia mencumbu istrinya hingga Fatma merasakan perasaan yang sangat indah dan merasa terbang ke angkasa. Brian merasa milik istrinya itu telah membuatnya ketagihan, sehingga dia mengulang cumbuannya saat Fatma mandi dan mereka akhirnya kembali melakukannya.
" Aku mencintaimu, Qolbi! Sangat mencintaimu! Jangan tinggalkan aku!" ucap Brian saat mereka selesai shalat Dhuha.
" Habib! Kamu hanya boleh mencintai Allah sebesar yang kamu katakan! Aku hanyalah seorang manusia!" kata Fatma.
" Tapi itu yang kurasakan!" jawab Brian. Fatma hanya tersenyum, dia sangat bahagia dengan apa yang dikatakan suaminya dan percaya dengan apa yang didengarnya.
" Berjanjilah jika kamu tidak akan meninggalkanku!" kata Brian.
" Ins Yaa Allah! Tapi semua berasal dari Allah dan akan kembali pada-Nya, Habib!" tutur Fatma.
" Tapi Dia harus mengambilku lebih dulu sebelum kamu!" kata Brian.
" Hanya Allah yang tahu Takdir kita!" kata Fatma.
" Aku akan berdo'a meminta itu!" kata Brian.
" Sudahlah! Apa kamu tidak akan bekerja? Ini sudah jam makan siang!" kata Fatma melirik jam yang ada di atas nakas.
" Kita makan siang dulu!" kata Brian. Lalu dia memesan makanan pada sekretarisnya.
" Apa tidak ada dapur?" tanya Fatma yang telah rapi dengan pakaiannya.
" Ada di sebelah sana!" jawab Brian menunjuk sebuah pintu di dekat pintu kamar mandi. Fatma mendekati suaminya yang sedang memakai kemejanya.
" Apa ada bahan memasak?" tanya Fatma sambil mengancingkan kemeja suaminya, wangi vanilla menusuk penciumannya, ingin rasanya Fatma bersandar di dada bidang suaminya itu.
" Belum ada! Nanti biar Danis yang mengaturnya!" jawab Brian.
" Qolbi!" panggil Brian.
" Hmm?" jawab Fatma.
" Apa kamu bisa memasang kancing bajuku lebih cepat?" tanya Brian. Fatma mendongakkan kepalanya.
" Kenapa? Apa kamu sedang terburu-buru?" tanya Fatma.
" Nggak!" jawab Brian.
" Lalu...!"
" Nafasmu membuat boo-boo bangun, Qolbi!" goda Brian.
" Astaghfirullahu! Kamu ini, apa masih kurang?" ucap Fatma.
" Iya, sayang! Kamu membuatku pengen terus, sayang!" bisik Brian sambil meniup telinga Fatma, sontak Fatma merasakan bulu kuduknya meremang.
" Habib!" sahut Fatma dengan pipi merona.
" Sekali lagi, ya?" pinta Brian.
" Danis sudah menunggu, Habib!" kata Fatma.
" Nanti malam, ya!" bisik Brian.
" Ins Yaa Allah!" jawab Fatma.
" Kok, Ins Yaa Allah?" tanya Brian cemberut.
" Ya kan jika Allah mengijinkan, Habib!" kata Fatma. Brian masih cemberut lalu berjalan gontai, dengan cepat Fatma menarik tangan suaminya dan memutar tubuhnya. Fatma mengecup bibir Brian, seketika Brian mematung karena terkejut.
" Kamu sudah mulai berani, sayang!" kata Brian yang telah sadar. Fatma merona merah dan merasa gugup.
" Ti...tidak! I...itu hanya reflek!" kata Fatma malu. Brian bermaksud mencium Fatma saat pintu kamarnya ada yang mengetuk. Tok! Tok!
" Maaf, Bos! Semua sudah siap untuk Meeting siang ini!" kata Danis.
" Mengganggu saja!" gerutu Brian.
" Seorang pemimpin sejati akan selalu siap jika dibutuhkan anggotanya!" ucap Fatma lembut, bagai suara semilir angin memerpa dedaunan.
" Tunggu aku disini! Jika kamu bosan, kamu bisa keliling, ajak Karin bersamamu!" kata Brian.
" Iya, suamiku yang tampan!" kata Fatma tersenyum.
" Hahaha! Apa kamu baru sadar jika aku memang tampan?" tanya Brian.
" Kan aku perempuan, haram bagi perempuan memandang laki-laki yang bukan mahromnya!" jelas Fatma.
" Apakah aku sangat tampan?" tanya Brian narsis.
" Iya! Suamiku sangat tampan, tidak ada yang tampan selain suamiku seorang!" kata Fatma sambil geleng-geleng kepala. Brian mengecup kening istrinya dengan mesra.
" Trima kasih atas pujiannya! Kamu adalah istriku, bidadari surgaku, hidupku! Segalanya bagiku!" kata Brian sambil menangkup wajah Fatma. Fatma merasa terharu dan bahagia mendapat pujian dari suaminya.
" Trima kasih! Ins Yaa Allah aku akan menjaga amanah yang kamu berikan!" jawab Fatma. Kemudian mereka berdua keluar dari kamar sambil bergandengan tangan, Danis yang melihat semakin sebel karena sisi jonesnya memberontak dan merasa tersayat.
" Cari istri! Jangan iri sama istri orang lain!" sindir Brian yang melihat Danis menundukkan kepalanya.
" Habib! Kasihan kan Danis!" kata Fatma.
" Iya, Bos!" jawab Danis sebel. Dasar Bos tak pengertian, tidak seperti istrinya! batin Danis. Danis membukakan pintu ruangan Brian.
" Sayang!" panggil seorang gadis yang kemudian langsung memeluk Brian. Ketika gadis itu akan mencium Brian, dengan cepat Brian mendorongnya.
" Risa! Apa yang lo lakukan?" tanya Brian marah.
" Gue hamil, sayang! Ini anak kita!" ucap Carisa. Bagai disambar petir, Fatma terhuyung kebelakang dan tiba-tiba pandangannya kabur.
" Qolbi!" teriak Brian yang dengan cepat menahan tubuh Fatma agar tidak terjatuh ke lantai.
" Urus dia!" kata Brian pada Danis.
" Siap, Bos!" jawab Danis lalu memegang Carisa dan membawanya pergi.
" Brian! Apa lo denger? Gue hamil anak lo!" teriak Carisa.
" Tolong jangan seperti ini, Nona!Bos sudah menikah!" kata Danis.
" Apa?" tanya Carisa kaget.