Sayup-Sayup terdengar suara yg berasal dari pengeras suara stasiun yang mengumumkan kedatangan kereta api tujuan Jogjakarta yang akan di tumpangi oleh gadis yang masih menekuri lembar undangan di tangannya.
Saat ia akan bersiap siap terdengar suara yg berteriak memanggil nama nya. Di peron seberang yg di batasi oleh 3 jalur rel kereta gadis itu melihat sosok jangkung yg ia kenali selama 20 tahun. Ardi begitu gadis itu memanggilnya.
Ardi langsung melompati peron yg tinggi nya hampir 150 cm dan menyeberangi rel untuk menhampiri gadis itu. Sesampainya Ardi di hadapan gadis itu Ardi langsung meraih lengan gadis itu dan memohon.
"Jangan pergi Arini aku mohon."
Gadis yang di panggil Arini itu hanya menatap sendu ke wajah Ardi. Mata teduh milik Arini menyiratkan beragam emosi dan yang paling kentara rasa kekecewaan yang mendalam pada mantan kekasihnya tersebut.
"Aku mohon Arini...aku janji akan segera menceraikan Dina ketika bayi nya lahir nanti. Dan kita bisa kembali bersama. Jadi kumohon jangan pergi."
Plaakkk!!!
Tanpa sadar tangan Arini melayang ke wajah tampan Ardi. Ardi terpaku saat Arini menampar wajahnya. Dan semua orang yang berada di peron itu melihat ke arah pasangan muda mudi tersebut tak terkecuali pemuda yg sedang duduk di antara mereka.
Dengan bercucuran air mata Arini menatap jijik ke arah pemuda yg ia cintai selama bertahun tahun. Arini tidak menyangka Ardi akan berucap sesuatu yang menjijikan.
'Dia pikir aku ini perempuan apa' batin Arini tak mampu lagi menahan gejolak kekecewaan di hatinya.
"Kenapa kau menamparku Arini?" tanya Ardi tak percaya sambil mencengkeram bahu gadis di hadapannya.
"Kau tanya alasan aku menamparmu?" Arini balik bertanya dengan suara getir.
"Kau pikir aku seorang pelakor yang tega menghancurkan kebahagiaan adikku sendiri?" lanjut Arini dengan suara lirih.
"Kau telah menghamili Dina...maka bertanggungjawablah akan perbuatanmu yang menjijikan itu. Dan lupakan bahwa kita pernah bertunangan."
"Tapi Dina yang telah menjebakku. Dina terobsesi padaku dan melakukan segala cara untuk memilikiku. Apakah itu kesalahanku.?"
sahut Ardi dengan suara tak kalah getir.
"Tapi faktanya Dina hamil anakmu. Apa kau tetap akan menyangkalnya? Lepaskan aku dan biarkan aku pergi karena aku tak ingin merusak kebahagiaan adikku sendiri." ucap Arini sambil melepas tangan Ardi dari bahu nya.
"Tapi kenapa kau merusak kebahagiaanku Arini?" tanya Ardi putus asa.
Arini menatap wajah orang yang sangat di cintainya. Arini mengamati setiap lekuk wajah yang telah menghiasi mimpi mimpinya selama ini. Dan saat laju kereta yang akan di tumpanginya berhenti tepat di depannya Arini tersadar untuk segera pergi. Arini melangkah maju melewati tubuh orang yang sangat ia puja.
"Arini kumohon." panggil Ardi putus asa.
Gadis itu berhenti sesaat saat mendengar Ardi menyebut namanya. Suara ini akan menjadi yang terakhir menyebut namanya. Arini memejamkan mata, merekam suara tersebut. Dan membulatkan tekad untuk meninggalkannya. Arini melangkah masuk ke dalam kereta yang akan membawanya pergi meninggalkan kisah cinta nya. Ardi hanya menatap punggung gadis itu yang segera menghilang di balik pintu kereta yang segera tertutup karena pluit sudah ditiup tanda kereta akan berangkat. Mata pemuda itu sudah merah tapi dia enggan untuk meneteskan air mata. Dan saat ini hatinya lah yang menangis melihat kepergian kereta itu membawa gadis yang dia cintai.
_______
Arini langsung mencari nomor kursi yang tertera di tiketnya.
Saat sudah menemukannya Arini langsung menaruh tasnya di tempat yang sudah di sediakan. Arini langsung duduk bersandar di kursi. Memandang ke arah luar jendela. Menatap pohon pohon yang seolah saling berkejaran karena laju kereta api yang sangat cepat ini. Tidak lama kemudian pemuda yang hampir jatuh tersandung kaki Arini di peron stasiun mengamati nomer kursi yg tertera di dinding kereta. Lalu menundukan kepalanya mengamati nomer kursi yang tercetak di selembar tiket yang berada di tangannya. Ketika pemuda itu sudah yakin akan nomer yang tertera di dinding kereta sama dengan yang tercetak di tiketnya pemuda itu langsung mengangkat kopernya dan meletakkan persis di sebelah tas milik Arini.
"Permisi...maaf saya boleh duduk di sebelah anda? Karena nomer kursi saya tepat disini." ucap pemuda itu dengan sopan.
Arini hanya menggeser pantatnya tanpa menoleh sama sekali. Arini masih terpaku menatap keluar jendela.
Pemuda itupun langsung duduk di atas kursi sambil menyandarkan punggungnya di sandaran kursi. Pemuda itu hanya melirik ke arah Arini tanpa mengucapkan sepatah katapun. Pemuda itu tidak menyangka kalau dia akan duduk bersebelahan dengan gadis itu.