Chereads / SENA : Song of Archen / Chapter 4 - Chapter 3 - Sena

Chapter 4 - Chapter 3 - Sena

"Semua terasa samar dan tidak nyata. Namun pemuda itu tahu betul bahwa ini adalah kenyataan."

.

.

.

Seminggu berlalu sejak kejadian itu. Kesehatan Yuna menurun drastis dan dia tidak bisa masuk ke sekolah selama seminggu. Hal ini belum pernah terjadi sebelumnya, dokter bilang Yuna sakit karena kelelahan. Namun Yuna tahu betul bahwa ia tidak kelelahan karena beraktivitas. Ini pasti terjadi karena lagu itu. Yuna selama seminggu ini selalu memikirkan lagu yang tidak sengaja ia dengar waktu itu. Lagu yang baginya sangat familiar tetapi ia tidak bisa mengingat dimana pernah mendengarnya. Setelah mendengar lagu itu, tubuhnya jadi lemas tidak bertenaga. Bahkan ia tiba-tiba pingsan saat itu. Dadanya terasa sangat sesak dan rasanya seperti ingin menangis. Yuna sendiri tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.

Mirya, Ibu Yuna selalu mengurus Yuna ynag sedang sakit dengan penuh kasih sayang. Setiap hari beliau memberikan obat dan memasakkan bubur ayam kesukaan Yuna. Allen yang biasanya mengomel dan berbicara ketus pada Yuna pun terlihat sedikit melunak. Bagaimana pun juga dia tetaplah kakak Yuna, kakak yang akan selalu menyayanginya.

Hari ini adalah hari pertama Yuna berangkat ke sekolah setelah sembuh dari sakitnya. Seperti biasa, dia sarapan bersama keluarganya sebelum berangkat ke sekolah. Mirya mengantar Yuna ke sekolah karena khawatir jika putrinya pingsan lagi. Ketika sampai disekolah, para sahabat Yuna menunggu di depan pintu gerbang.

"Kenapa kalian menunggu disini?" tanya Yuna sedikit terkejut karena melihat sahabatnya menunggu di pintu gerbang.

"Tentu saja kami menunggumu, kami sangat khawatir padamu." jawab Arin sembari merangkul pundak Yuna.

"Dasar bodoh! Jika merasa sakit, jangan pergi keluar." omel Artha yang berjalan dibelakang Yuna dan Arin.

Rion yang berjalan disamping Artha mengela napas, menyalakan musik di ponselnya dan menutup telinganya dengan earphone berwarna merah miliknya.

"Maaf, sepertinya kemarin aku kelelahan." ucap Yuna yang tersenyum kecil karena menyesal. Artha yang mendengarnya berdecih kesal.

Sebagai sahabat, mereka selalu mempedulikan satu sama lain. Jika sesuatu terjadi pada salah satu dari mereka, pasti mereka akan langsung mencoba untuk membantu dan melindungi satu sama lain.

Kantin begitu ramai dan sesak seperti biasanya. Yuna dan yang lainnya pun sulit untuk mencari tempat duduk untuk makan siang. Untung saja, ada satu meja yang kosong di pojokan dan pas untuk empat orang. Seperti biasa, dua orang memesan makanan dan dua yang lain menjaga meja agar tidak diduduki orang lain. Kali ini Artha dan Arin lah yang memesan makanan, sedangkan Rion dan Yuna yang mejaga meja.

Dan seperti biasanya, Rion hanya duduk diam sembari mendengarkan musik dengan earphone merahnya. Terkadang, Yuna dan yang lainnya sering menegur Rion untuk tidak terlalu sering menggunakan earphone karena bis merusak telinganya, namun Rion selalu menjawab "Aku mendengarkan lagu dengan volume paling kecil." lalu kembali diam dn tidak menanggapi ketika adiknya mengoceh kesal. Yuna tidak tahu musik atau lagu apa yang sering Rion dengarkan karena ia tidak mau memberitahu dan selalu diam jika ditanya. Alhasil semua memutuskan untuk tidak bertanya lagi dan membiarkan Rion bahagia dengan dunianya sendiri.

Yuna berdiri dari kursinya, "Aku mau ke kmar mandi dulu." lalu pergi meninggalkan Rion sendirian untuk menjaga meja.

Sudah sejak tadi Yuna merasa ingin kem kamar mandi, namun tidak enak dengan Rion jika harus menjaga meja sendirian. Tetapi sekarang ia sudah tidak kuat lagi dan rasanya ingin mengompol. Dengan terburu-buru Yuna berlari kecil menuju kamar mandi. Setelah urusannya selesai di kamar mandi, Yuna mencuci kedua tangannya di wastafel dengan sabaun cuci tangan lalu mengeringkan kedua tangannya dengan hand dryer yang ada disana.

Kamar mandi untuk pria dan wanita di kantin bersebalahan namun beda ruang. Kamar mandi wanita ada diruang sebelah kanan pojok, sedangkan kamar mandi pria di sebelah kiri dekat kantin. Jadi tidak aneh jika mereka bisa bertemu dengan lawan jenis di kamar mandi karena bersebelahan.

Yuna yang terburu-buru tidak sengaja menabrak seseorang dengan begitu keras sehingga ia sedikit terdorong ke belakang. Karena terkejut, Yuna segera meminta maaf kepada orang tersebut.

"Maaf, aku tidak sengaja." ucapnya sedikit panik karena takut jika orang yang ia tabrak marah. Namun jauh dengan perkiraannya, orang yang ia tabarak malah tersenyum kecil dan mengatakan bahwa ia baik-baik saja dengan suara yang begitu lembut.

Yuna yang sedikit merasa tenang kerenanya dan menatap ornag yang ia tabrak.

'Ganteng banget.' pikirnya ketika melihat wajah pemuda dihadapannya.

Pemuda itu memiliki wajah yang rupawan, itulah kenyataannya. Tubuhnya juga tinggi seperti seoeang model, rambutnya pun terlihat begitu halus seperi sutra. Lagi-lagi muncul pria yang terlihat tidak nyata.

"Aku benar-benar minta maaf ..." Yuna menjeda sedikit karena melihat bahwa dasi yang dipakai pemuda itu memiliki tiga garis yang berarti di anak kelas dua belas, seorang senior! "Kak.." lanjutnya.

"Sudah ku bilang aku baik-baik saja. Kmau sendiri bagaimana? Kamu kan tadi sedikit terdorong olehku."

"Ah?! Aku baik-baik saja kak, sungguh!"

"Syukurlah, lain kali hati-hati ya."

Pemuda itu masuk ke dalam kamar mandi, meninggalkan Yuna yang masih berdiri mematung.

"Wajahnya tidak asing, pernah lihat dimana ya?" gumamnya.

Arin dan Artha kembali membawa makan siang yang mereka pesan. Melihat Yuna tidak ada disana, Artha segera bertanya pada Rion.

"Cicil dimana?"

"Ke kamar mandi." jawab Rion singkat sembari memakan kentang goreng yang dia pesan.

"Ooh."

"Maaf membuat kalian menunggu, tadi ada sedikit insiden."

Yuna yang baru sampai langsung duduk di kursi kosong sebelah Rion lalu meminum jus stoberi kesukaannya.

"Insiden? Apa yang terjadi?" tanya Arin khawatir.

"Bukan hal besar kok, tadi hanya tidak sengaja menabrak seorang senior."

"Kau baik-baik saja?" kini giliran Artha yang bertanya.

"Tentu saja, nabraknya tidak begitu keras kok."

"Ngomong-ngomong siapa yang kau tabrak? Senior laki-laki?" tanya Arin penasaran.

Arin mode gosip sudah on dan tidak bisa off jika belum mendengar jawaban yang ia inginkan.

"Iya, seornag senior laki-laki. Aku tidak tahu siapa dia, tapi dia cukup..." Yuna menjadi ucapannya dan sedikit memikirkan kata yang coco untuk menyebut senior tadi "...ganteng?" lanjutnya tidak yakin.

"Ganteng? Emng di sekolah ini ada cowok ganteng?" tanya Arin sambil terkekeh ringan mendengar ucapan Yuna.

"Ada! Aku kan cowok yang ganteng!" ucap Artha dengan sangat percaya diri dengan menyunggingkan senyum yang mengesalkan.

Rion yang mendengr ucapan percaya diri Artha tertawa garing, "Hahaha..."

"Dasar narsis!" Arin sedikit mencaci Artha karena ucapanny yang terlalu percaya diri, namun ia teringat akan suatu hal dan beteriak setengah memekik, "AHH?!"

"Ada satu orang yang bisa disebut ganteng, kak Sena!"

Sebenarnya Artha memang memiliki wajah yang cukup rupawan, namun mereka tidak meu mengakuinya karena nanti bisa besar kepala.

"Dasar bodoh!" ucap Rion yang sedari tadi diam. Dia tidak tahan dengan adiknya ynag selalu mendewakan orang bernama Sena itu.

"Apaa?? Dia lagii?! Kan Rion sudah bilang bahwa dia itu psikopat."

"Apa katamu?! Heh kalian itu tidak tahu apa-apa tentangnya. Jadi jangan berkomentar."

"Memangnya kamu tahu tentangnya? Tidak kan?" ucap Rion dengan nada yang cukup sinis. Kali ini dia akan mendukung Artha untuk menyernag gadis bodoh satu ini. Sudah dibilang bahwa Sena itu berbahaya, masih saja diagung-agungkan.

"Cih, kalian diam saja!" ucap Arin kesal, ia memalingkan mukanya lalu menatap Yuna lekat-lekat.

"Ada apa?" tanya Yuna ynag merasakan tatapan Arin.

"Ynag kau tabrka itu kak Sena, kan?"

Mendengar petanyaan Arin, Artha dan Rion juga iku menatap Yuna.

"Tidak tahu, aku kan belum pernah bertemu dengan yang namanya 'kak Sena' ini."

"Seriusan?"

"Hmm.." sahut Yuna yakin. Dia memang belum pernah bertemu dengan si famous 'kak Sena'. Selama ini dia hanya mendengar namanya saja, namun tidak pernah bertemu ataupun melihatnya. Murid di sekolah ini kan banyak sekali, jadi hampir mustahil bisa bertemu dengan senior karena kelasnya berada di lantak tiga dan jadwalnya beda dengan anak kelas sebelas.

"Tapi dia terlihat familiar. Seperti pernah melihatnya disuatu tempat namun tidak ingat dimana." lanjut Yuna.

Sejujurnya orang yang ingin Yuna temua adalah pemuda yang ia lihat di pameran seminggu yang lalu. Pemuda itu sangat membutnya penasaran dan begitu menarik. Yuna sempat berpikir bahwa senior yang ia tabrak adalah pemuda itu karena familiar, tapi ia sendiri tidak yakin karena saat itu hanya melihatnya dari smaping.

"KYAAAA~"

Tiba-tiba terdengar suara pekikan murid perempuan yang memenuhi sesisi kantin. Kantin yang tadinya sudah ramai dan sesak menjadi semakin parah karena kedatangan Sena.

"Kak Sena!!"

Sena yang mendengar para siswi yang memujinya hanya bisa tersenyum kecil.

"Lihat! Sudah ku bilang dia itu gila." ucap Rion yang memincingkan matanya menatap Sena dengan wajah datarnya.

"Kau yang gila!" omel Arin kesal dengan komentar yang di lontarkan kakakknya itu.

Yuna yang penasaran dengan sosok Sena juga menatap kearah siswi-siswi yang sednag bergerombol mengelilingi Sena. Lalu kenyataan seperti memukul wajahnya.

"Oh! Dia senior yang tadi aku tabrak."

"!!!"

Arin, Artha, dan Rion menatap Yuna dengan wajah terkejut yang tidak bisa disembunyikan.

"Kubilang juga apa, cowok ganteng disini pasti kak Sena." ucap Arin sembari membusungkan dadanya dengan bangga karena tebakannya benar.

"Cih! Aanya sih yang ganteng. Bukankah aku lebih ganteng dari dia." Artha berdecak kesal sembil menyeruput susu rasa pisang yang tadi dia beli.

*BUGGGH*

Arin memukul punggung Artha dengan begitu keras hingga membuatnya tersedak, "Uhukk.. uhukk.."

"Heh!! Dasar gila! Kau ingin membunuhku?!"

"Hmmph!!" Arin memalingkna mukanya dan tidak mengggubris Artha yang sedang menyumpahinya.

Rion yang melihat adiknya bertengkar dengan Artha hanya bisa menghela napas.

"Dasar bocah." gumamnya lirih.

Sejka tadi Yuna hanya memperhatikan Sena. Dia benar-benar sangat familiar dan Yuna merasa pernah bertemu sebelumnya.

"?!"

Tatapan mereka bertemu, Yuna yang terkejut berusaha mengalihkan pandangannya namun Sena tersenyum melihat Yuna yang berusaha memalingkan muka.

Makan siang berakhir dengan Sena yang memutuskan untuk tidak jadi makan di kantin. Sebenarnya ini cukup aneh untuk Sena datang ke kantin. Ia jarang sekali pergi ke kantin karena biasanya membawa bekal makanan sehat yang sudah di siapkan pelayannya di rumah. Kejadian tadi membuat banyak ornag terkejut sekaligus tidak menyangka jika Sena akan datang ke kantin, walaupun pada akhirnya ia tidak jadi makan siang.

.

.

.

"Selamat datang, Tuan Muda." sapa kepala pelayan di kediaman Bimantara.

Kepala pelayan di kediaman Bimantara adalah seorang kakek berumur 65 tahun, namun masih memiliki semangat seperti orang berumur tiga puluhan.

"Dimana asisten Ezza?"

"Asisten Ezza sudah menunggu di ruang kerja, Tuan Muda."

Mendengar hal itu, Tuan Muda keluarga Bimantara segera bergegas menuju ruang kerjanya. Ada sesuatu yang ingin dia pastikan dan harus segera ia ketahui.

"Semua berkasnya sudah ada dalam amplop ini, Tuan Muda." ucap asisten Ezza, menyerahkan amplop tebal berisi berkas penting yang diminta Tuannya.

Setelah membaca beberapa lembar berkas yang dikumpulkan asisten pribadinya, ia tersenyum puas karena dapat memastikan hal yang sangat ingin dia ketahui. Meski bibirnya tersenyum, matanya terlihat begitu sedih seakan ia ingin menangis.

"Aku akan segera menebus semuanya." gumamnya lirih.

TBC