Di dalam kamar Zenita, segera Alvaro menghubungi ponsel Zenita agar dia mengetahui di mana ponsel Zenita berada.
"Sialan!! kenapa ponselnya tidak aktif lagi?!! bedebah siapa yang telah menemukan ponsel Zenita?" tanya Alvaro dengan wajah mengeras.
"Aku sangat yakin pasti dalam di dalam ponsel Zenita ada sesuatu yang penting dan pembunuh itu mengetahuinya. Karena itu dia menginginkan ponsel Zenita juga, tapi di mana ponsel itu sekarang? Aku yakin ponsel itu ada di sekitar sini?" ucap Alvaro dalam hati sambil mencari keberadaan ponsel Zenita.
Tanpa mengenal lelah, Alvaro terus mencari di semua sudut kamar Zenita. Namun tetap hasilnya nihil sama sekali tidak ada jejak di mana ponsel Zenita.
"Drrrt... Drrrt...Drrrt"
Ponsel Alvaro berbunyi berulang-ulang, segera Alvaro menerima panggilan itu saat tahu yang menghubunginya adalah Damian.
"Bagaimana Al? apa kamu sudah menemukan ponsel Zenita?" tanya Damian dengan suara agak keras.
"Aku sama sekali tidak bisa menemukan apa-apa. Aku sudah mencarinya di mana-mana tetap tidak ada. Apa kamu sudah mencari ponsel itu di pakaian pria itu?" tanya Alvaro sambil berpikir di mana kira-kira ponsel itu berada.
"Aku sama sekali tidak menemukan apa-apa dalam pakaian pria ini?" ucap Damian sambil menunggu datangnya ambulans.
"Apa kamu yakin di pakaian orang itu tidak menemukan apa-apa? karena tidak mungkin juga kalau tiba-tiba ponsel itu tidak ada? Kita tahu sendiri saat aku menghubungi ponsel Zenita masih berbunyi. Dalam hitungan beberapa detik ponsel itu sudah dalam keadaan tidak aktif. Pasti pria itu yang telah mengambil ponsel Zenita dan kita tidak tahu di mana pria itu menyimpan ponsel Zenita." ucap Alvaro mengungkapkan pemikirannya dengan kening berkerut.
"Apa yang kamu katakan benar Al. Tapi yang menjadi pertanyaanku, kenapa tiba-tiba dia nekat menjatuhkan dirinya? apa ada sesuatu yang membuatnya nekat?" tanya Damian sambil menegakkan punggungnya saat mobil ambulans dan beberapa polisi datang.
"Kita akan membahasnya besok saat di kantor saja." ucap Alvaro sambil menyelipkan senjatanya belakang celananya.
"Selamat sore Kapten Alvaro, apa kita sudah bisa membuat laporan tentang hal ini?" tanya salah satu seorang polisi setelah melihat keadaan mayat penjahat.
Alvaro menganggukkan kepalanya dengan serius.
"Kalian tunggu hasilnya saat pihak rumah sakit memeriksa mayat itu." ucap Alvaro tanpa sengaja melihat ke arah mayat saat di angkat punggungnya.
"Tunggu sebentar!" teriak Alvaro saat sekilas melihat punggung kanan penjahat ada lubang kecil seperti tembakan yang memakai senjata peredam. Dan Alvaro mendekati mayat penjahat tersebut untuk memastikannya.
"Damian, sepertinya dia memang tidak nekat bunuh diri. Tapi dia tembak dari jarak jauh dengan senjata peredam." ucap Alvaro seketika itu juga mengamati sekelilingnya.
"Kita akan kembali ke sini besok, dan mencari jejak mereka." ucap Alvaro semakin kesal dengan masalah yang di hadapinya.
"Kalian pergilah, dan bawa mayat penjahat itu segera ke rumah sakit untuk di otopsi. Dan hasilnya jangan lupa serahkan padaku besok pagi di kantor." ucap Alvaro dengan wajah semakin serius.
Polisi itu menganggukkan kepalanya segera menjalankan perintah Alvaro.
"Al, sebaiknya kita pulang sekarang. Sepertinya kamu membutuhkan waktu untuk istirahat. Wajah kamu terlihat pucat." ucap Damian setelah mengamati wajah Alvaro.
Alvaro menganggukkan kepalanya.
"Apa kamu tidak keberatan mengantarku pulang?" tanya Alvaro mulai merasakan badannya berkeringat dingin.
"Aku sama sekali tidak keberatan Kapten. Dan ingat besok pagi kamu harus masuk kerja. Pak David sudah memberitahumu kan tentang partner kerja kita yang baru? besok dia akan datang ke kantor." ucap Damian dengan tersenyum.
"Hem...aku sampai lupa hal itu." ucap Alvaro tidak terpengaruh oleh tambahan orang di tim kerjanya.
"Aku berharap tim kita yang baru seorang wanita." ucap Damian dengan antusias.
"Kenapa?" tanya Alvaro memicingkan matanya dengan heran.
"Biar aku lebih semangat saja." ucap Damian dengan sebuah senyuman memeluk bahu Alvaro yang terlihat masih serius.
****
Pagi hari....
Alvaro bangun dari tidurnya dengan kepala sedikit berdenyut. Sambil memegang kepalanya Alvaro memaksakan berdiri untuk segera mandi dan berangkat kerja.
Setelah selesai mandi dengan air hangat, Alvaro memakai seragamnya dan bersiap-siap untuk pergi, namun kepalanya kembali berputar dan keringat dingin membasahi keningnya.
"Apa aku harus kerja? tapi hari ini ada tim kerja baru yang harus aku tahu kinerjanya." ucap Alvaro dalam hati memaksakan diri masuk ke dalam mobilnya.
"Drrrt...Drrrt...Drrrt"
Alvaro mendengar ponselnya berbunyi dan melihat Tiara yang menghubunginya. Dengan kening berkerut Alvaro menerima panggilannya.
"Hallo... Tiara, ada apa?" tanya Alvaro dengan serius.
"Sepertinya Rama belum sadar juga, bisakah aku memberinya suntikan untuk menyadarkan Rama dengan cepat?" tanya Tiara tidak ingin Rama mengalami koma yang terlalu lama yang bisa membahayakan nyawanya.
"Lakukan yang terbaik untuk Rama." ucap Alvaro dengan singkat kemudian menutup panggilan Tiara.
Sambil mengusap keringat dinginnya, Alvaro menjalankan mobilnya pergi ke tempat kerjanya.
Tiba di tempat kerjanya, Damian sudah menunggunya.
"Al, cepatlah masuk ke dalam. Pak David sudah menunggu kita." ucap Damian sambil memberikan hasil otopsi mayat penjahat.
"Apa ini? apa ini hasil otopsi penjahat itu?" Tanya Alvaro sambil berjalan ke ruang David.
"Selamat pagi Pak David." sapa Damian saat masuk ke dalam ruang David.
"Selamat pagi, duduklah. Bagaimana dengan kasus kalian yang pertama? apa kalian sudah menemukan pembunuh Rendra?" Tanya David dengan wajah serius apalagi mendengar Rama juga dalam ancaman.
"Kita masih menyelidikinya. Sepertinya orang ini sudah lama merencanakan semuanya dan sangat cepat bertindak." ucap Alvaro sambil membuka hasil otopsi penjahat yang di kejarnya semalam.
"Sebelum kita membahas kasus kita, bagaimana kalau kita menunggu tim kerja kita yang baru? itu akan sangat efisien kita tidak akan menjelaskan lagi padanya. Pak David, apa orang itu datang terlambat?" tanya Damian dengan santai.
"Mungkin dia datang sedikit terlambat. Sebenarnya dia sudah menolak untuk kerja di sini lagi. Entah kenapa, kemarin dia menerima tawaranku." ucap David seolah-olah menyembunyikan sesuatu.
"Apa dia sudah pernah kerja di sini Pak?" tanya Damian sambil menegakkan punggungnya.
Kedua alis Alvaro terangkat saat mendengar hal itu.
"Dia bukan Markus kan?" tanya Alvaro dengan perasaan tidak enak. Apalagi dengan keadaannya yang kurang sehat.
David menggelengkan kepalanya dengan tersenyum.
"Kamu akan tahu setelah dia datang. Apa kamu sakit Al?" tanya David menatap Alvaro dengan tatapan penuh.
"Sedikit tidak enak badan. Mungkin aku akan kerja setengah hari. Setelah kita membahas kasus kita, aku akan pulang." ucap Alvaro belum sempat ke dokter atau minum obat.
"Kamu memang membutuhkan waktu istirahat." ucap David cukup mengerti dengan kondisi mental Alvaro yang pasti masih sedih dengan kematian Zenita.
"Apa dia terlalu lama datangnya Pak?" tanya Damian sambil melihat jam tangannya.
David bangun dari duduknya, saat melihat orang yang sedang di tunggunya datang.
"Dia sudah datang?" ucap David dengan tersenyum.
Alvaro dan Damian memutar kursinya dan melihat siapa tim kerja mereka.
Alvaro dan Damian saling pandang, setelah mengetahui siapa yang datang.