Suara denting yang beradu dari sendok dan garpu terdengar dari heningnya suasana makan malam keluarga Ramosa, tidak ada yang berinisiatif membuka suara, makan malam bersama terdengar seperti lelucon konyol mengingat semua orang yang berada di meja makan merasa bahwa ini adalah sesuatu yang membuang waktu.
Charel merasa bodoh untuk berada di meja makan ini disaat seharusnya dia bisa melewatkan makan malamnya di Itali bersama rekan bisnisnya dan menghasilkan uang berupa kesepakatan kerjasama.
Namun, kakek tua yang sayangnya adalah pemilik seluruh perusahaan dan cabang yang bisa saja menyingkirkannya semudah menjetikkan jari jika Charel tidak mengikuti keinginannya, kakek tua ini benar-benar tak terbantahkan.
"Kakek mengumpulkan kalian disini bukan untuk hal yang sia-sia," ucap kakek membuka pembicaraan.
Cecilia Ramosa, adik dari Charel terlihat memasang mata awas dan menatap Charel dengan tatapan kau tau ini tentang apa?, yang Charel balas dengan gelengan samar.
Berbeda dengan ibunya, Tatiana Ramosa yang terlihat lebih santai, wanita itu mengambil serbet yang di bentuk seperti angsa yang terletak di sebelah kirinya, mengelap mulutnya dengan anggun lalu mengalihkan atensinya pada kakek yang terlihat ingin mengatakan hal yang serius.
"Apakah ada sesuatu yang ingin ayah sampaikan?" Ucap Tatiana lembut.
"Kalian tau, setelah nenek meninggal aku merasa bahwa aku tidak bisa lagi memimpin perusahaan dengan baik. Aku tau mungkin itu bisa terjadi karena faktor usia, tapi rasanya benar-benar berbeda saat nenek kalian meninggal."
Cecilia dan Tatiana menatap kakek dengan prihatin, kakek memang terlihat sangat terpukul setelah kepergian nenek beberapa bulan yang lalu.
Namun tidak dengan Charel, dia merasa itu adalah hal yang bodoh, apa yang kau pikirkan hingga menggantungkan hidup berhargamu pada orang lain, pikirnya.
Dia ingin mendengus, namun ilmu yang Charel pelajari di sekolah manner- nya dulu membuatnya cukup pintar untuk berpikir bahwa itu tidak sopan.
"Kakek pikir sudah waktunya menyerahkan urusan perusahaan pada seorang penerus."
Baiklah, ini cukup membuat Charel tertarik, setidaknya kakek memiliki hal yang berguna untuk disampaikan walaupun dia yakin bahwa mungkin ayahnya yang akan menjadi penerus perusahaan yang kakeknya maksud.
"Aku tak tau apa salahku sehingga memiliki seorang putra yang tidak berguna," sindir kakek yang ditujukan pada ayah Charel, walaupun sebenarnya ayahnya sama sekali tidak hadir pada acara makan malam ini.
Tiga orang yang ada di meja makan hanya saling pandang.
"Tatiana," panggil kakek.
"Ya ayah," ucap ibu Charel sopan.
"Aku sungguh minta maaf padamu atas perlakuan putraku selama ini..."
Ibu terlihat mengangguk dengan senyum yang terlihat dipaksakan. Charel tau betapa terlukanya hati ibunya selama ini, berusaha menjadi kuat saat ayah memperlakukannya dengan kasar, mencoba bertahan saat ayah tak pernah ada di sampingnya karena sibuk pergi pada selingkuhannya. Oh ralat, mungkin tidak termasuk selingkuhan karena ayah sudah menikah dengan perempuan itu walau tidak menceraikan ibu sama sekali. Lebih tepatnya ibu terpaksa untuk memberikan persetujuan agar ayah tidak menceraikannya, ibu tidak akan menyerah semudah itu mengingat Charel dan Cecilia bisa saja kehilangan hak warisnya jika dirinya dan Arlan Ramosa berpisah.
Ayah jarang pulang ke rumah, dan seisi rumah juga terlihat tidak perduli.
"... namun aku juga sangat berterimakasih karena kau tetap bertahan disini, dan juga terimakasih untuk memberikanku dua orang cucu yang hebat."
"Ya ayah, membesarkan anak-anak agar menjadi orang hebat memang sudah tugasku."
"Sebenarnya, ayah merasa bahwa jika ayah memberikan seluruh yang ayah punya pun, rasanya tak akan cukup untuk membalas pengabdianmu pada keluarga ini."
Tentu saja, ibu adalah orang yang paling berjasa pada keluarga ini disaat sebenarnya dia bisa menghancurkan keluarga ini kapanpun. Tapi ibu masih memandang kakek dan nenek yang begitu baik padanya.
Sejahat apapun ayah, ibu tetap menganggap keluarga ini adalah separuh dari hidupnya.
"Ayah pikir, ayah ingin membalas semua kebaikanmu dengan menjadikan Charel sebagai penerus dan pewaris semua kekayaanku."
Sontak, baik Charel, Cecilia, maupun Tatiana membulatkan matanya atas keputusan kakek barusan.
"Ada apa dengan ekspresi kalian?" Tegur kakek.
Membuat mereka buru-buru menetralkan ekspresinya seolah apa yang barusan kakek katakan bukanlah apa-apa.
"Kau tenang saja Cecilia, kau tetap cucu kakek yang paling kakek sayangi, Charel akan bertanggung jawab atas semua kebutuhanmu."
Mau tidak mau membuat Cecilia mengulum senyum, itu terdengar sempurna. Dia tidak perlu bekerja karena mulai sekarang dia bisa "memeras" kakaknya jika dia menginginkan sesuatu.
"Tapi ayah, apakah Arlan sudah tau tentang ini?"
Arlan, rasanya sudah lama sekali ibu tidak menyebut nama pria itu walaupun sampai saat ini ibu masih berstatus sebagai istrinya.
"Dia tidak tau, dan itu salahnya sendiri karena mengabaikan undangan makan malam dariku."
Untuk pertama kalinya setelah beberapa jam yang lalu, Charel sangat bersukur dia menghadiri acara makan malam yang dia anggap bodoh ini.
"Dan kau Charel, apakah kau merasa mampu untuk menjadi penerus kerajaan bisnis Ramosa?"
Kenapa kakek tua ini bertanya, bahkan Charel sudah mendambakan itu sejak lama. Awalnya dia berpikir mungkin impiannya itu hanya akan terwujud setelah Arlan meninggal karena dia yang akan menjadi pewaris satu-satunya.
Tapi kakek mewujudkan impiannya lebih cepat dari yang dia perkirakan. Entahlah apa tanggapan ayahnya setelah tau tentang hal ini, pria itu mau terkena serangan jantung dan dilarikan ke rumah sakit juga Charel tidak perduli.
"Aku rasa aku bisa, bukankah kakek sudah melihat kinerjaku selama setahun belakangan?"
Kakek nampak mengangguk-anggukkan kepalanya. Membuat Charel tersenyum puas di dalam hati, memangnya siapa yang akan meragukan kinerjanya disaat laba perusahaan meningkat beberapa persen di bawah kendalinya.
Charel dan otaknya yang brilian membuat popularitasnya meningkat sebagai pengusaha muda yang sukses, bahkan majalah Forbes saja mengakui itu dengan menjadikan wajahnya sebagai sampul depan dalam edisi youth entrepeneur.
"Kau memang cucu kakek," puji kakek dengan senyum lebar di wajahnya.
"Tapi... jika kau berpikir semudah itu maka kau keliru."
Lagi, Charel dibuat terperanjat karena dia tau betul kakek tidak akan memberikan sesuatu secara cuma-cuma. Insting pebisnis, selalu mencari celah untuk mendapatkan keuntungan.
"Apakah kakek ingin mendengar aku memenangkan tender? Oh, atau kakek ingin mendengar aku memenangkan gugatan untuk pembebasan lahan yang masih sengketa dengan pemerintah? Semua itu mudah, beri aku satu minggu maka kakek akan mendengar kabar baik."
Charel mendengar kakek tertawa, "kau sungguh pebisnis yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi, kakek suka itu. Hanya saja.... sayang sekali, ini bukan tentang bisnis."
"Lalu?"
"Kakek akan menyerahkan seluruh harta kekayaan keluarga Ramosa padamu, tapi kau hanya memiliki dua pilihan. Menikah dengan Casandra atau menikah dengan wanita pilihanmu, tapi untuk opsi kedua kakek hanya memberikan waktu dua minggu. Jika lewat dari itu maka bersiaplah untuk menghabiskan sisa hidupmu dengan Casandra."
Charel tak pernah menyangka bahwa kakek memilih pernikahan sebagai syarat untuk menduduki perusahaan, memangnya apa untungnya bagi kakek jika Charel menikah secepat itu?
Dan lagi pula kenapa harus dengan Casandra, apakah kakek tidak punya calon yang lebih pantas untuk Charel? Menikah dengan Casandra sama saja menyuruh Charel untuk mati lebih cepat karena darah tinggi. Dan lagi pula bukankah kakek tau bahwa Charel sangat tidak menyukai Casandra.
"Kenapa aku harus menikah? Aku masih muda, Kek," protes Charel.
"Justru karena kau masih muda maka lebih baik secepatnya untuk menikah, mengurus perusahaan bukanlah hal yang gampang, kau perlu pendamping dalam hidupmu."
"Tapi Kek..."
"Kau tau kan Kakek tidak suka di interupsi!!!"
Sial, kakek benar-benar tak memberikannya pilihan. Namun rasanya Charel tidak sanggup jika harus menghabiskan hidupnya dengan wanita seperti Casandra, otak bodoh wanita itu sungguh tidak tertolong.
"Kakek akan menunggu kabar baik darimu selama dua minggu, jika dalam waktu itu kau tidak membawa calon istri ke hadapanku, maka aku dan keluarga Casandra akan segera menentukan tanggal pernikahan untuk kalian."
Dan seperti biasa, setelah bertindak diktator kakek segera meninggalkan meja makan.
"Aku harus bagaimana, bu?" Tanya Charel frustasi, dia benar-benar tidak memikirkan pernikahan sebagai hal yang penting dalam hidupnya.
"Memangnya harus bagaimana lagi, kakak hanya harus menikah, itu tidak sulit," sambar Cecilia santai.
"Tidak sulit kepalamu, jika kakek memilihkan wanita yang lebih waras mungkin aku akan menyetujuinya, tapi ini Casandra, saat bertemu dengannya secara tidak sengaja saja bulu kuduknya langsung merinding."
"Maka cari wanita lain untuk kau nikahi," ucap ibu sambil memotong steaknya.
Charel mendengus, "bagaimana bisa aku jatuh cinta pada wanita asing dalam waktu dua minggu, apakah ibu sedang bercanda."
Ibu menaruh pisau dan garpunya, "aku mengatakan bahwa kau hanya harus mencari wanita untuk dinikahi, aku tak menyuruhmu untuk jatuh cinta bukan?"
Perkataan ibu membuat Cecilia dan Charel saling pandang, mereka berdua mengerti kemana arah pembicaraan ini.
"Aku pikir kau sudah mengerti apa yang ibu maksud," ibu menyilangkan garpu dan pisaunya sebagai tanda bahwa dia sudah selesai, "ibu akan menyusul kakek ke ruang kerjanya. Kau tau kan apa yang harus kau lakukan?" Ujar ibu sambil berlalu.
"Ibu benar, cinta bukanlah syarat untuk menikah," ucap Cecilia.
***
Charel memijat pelipisnya, entah sudah berapa gelas wine yang mengalir ke tenggorokannya sejak beberapa jam yang lalu. Persyaratan kakek seperti kutukan karena selama ini dia selalu menganggap bahwa wanita adalah makhluk yang merepotkan.
Wanita cantik, lama-lama mereka membosankan.
Wanita dari keluarga kaya dan terpandang, mereka terkadang terlalu manja dan banyak menuntut.
Wanita cerdas, entahlah, Charel selama ini belum menemukan wanita yang termasuk dalam kategori cerdas dalam penilaiannya.
Dia banyak mengenal wanita dari keluarga konglomerat yang mendapatkan title lulusan luar negeri, tapi mereka semua hanya terlihat pintar dari luar namun sangat membosankan jika di ajak bicara.
Lalu Casandra, wanita itu terlihat bodoh jika dia sudah membuka suaranya. Memangnya ada orang di dunia ini yang menyebut menara miring sebagai menara eiffel disaat jelas-jelas itu adalah menara pisa. Casandra sering berlibur ke luar negeri tapi bahkan wanita itu tidak tau nama tempat-tempat wisata yang dia kunjungi disana. Kerjaannya hanya berfoto dan mengunggahnya di media sosial.
Dan yang paling membuat Charel tak habis pikir adalah waktu Casandra melakukan video call dengannya saat wanita itu berada di Berlin, Charel ingat betul betapa tololnya Casandra saat menyebut Holocaus Memorial sebagai tempat bunuh-bunuhan kaum Nazi.
Mulai saat itu Charel berjanji untuk tidak terlalu dekat dengan Casandra karena Charel percaya kebodohan itu bisa menular.
Tapi sekarang masalahnya adalah dia tak punya banyak pilihan. Casandra atau mencari wanita pilihannya sendiri. Opsi kedua terdengar masuk akal tapi tenggat waktu yang kakek berikan benar-benar tidak manusiawi.
"Tuan memanggil saya?" Tanya seorang pria bernama Andra yang adalah tangan kanan Charel.
"Ya, aku memanggilmu, ada sesuatu yang mendesak telah terjadi."
"Sepertinya darurat," balas Andra.
"Kakek tua berulah lagi, dia benar-benar membuatku pusing kali ini."
"Apakah ada sesuatu yang bisa saya bantu?"
Charel terlihat ragu karena sebenarnya dia sendiri tak yakin Andra akan memiliki solusi untuk ini, tapi sepertinya tidak ada salahnya untuk mencoba.
"Kakek menyuruhku membawakan seorang calon istri padanya."
Andra terlihat terkejut, itu dapat dilihat dari ekspresi wajahnya. Pria itu tau betul bahwa tuannya tidak begitu tertarik dengan wanita, apalagi merencakanakan pernikahan, rasanya itu terdengar mustahil.
"Masalahnya adalah siapa yang wanita yang akan aku bawa ke hadapannya karena kau tau bahkan aku tak pernah dekat dengan siapapun."
Andra mengangguk-anggukkan kepalanya, "saya hanya memikirkan satu orang wanita saat ini..."
"Jangan pernah menyebut nama Casandra sebagai solusi, aku alergi dengan kebodohannya."
Andra tersenyum canggung, tuannya tau betul apa yang ada di pikirannya. Selama ini yang Andra tau hanya Casandra yang bertahan atas penolakan dari seorang Charel, disaat wanita lain memilih mundur karena sikap Charel yang dingin dan terkesan tidak ramah pada para wanita yang mendekatinya.
"Ah, sebenarnya saya memiliki ide tapi saya ragu apakah tuan akan setuju."
Charel menatap Andra seperti menyelidik, sepertinya mendengarkan ide pria ini tidak ada salahnya karena siapa tau otak Andra sedang berjalan dengan baik dan dapat mengemukakan ide yang brilian dan tentu saja masuk akal.
"Ide apa yang kau miliki?"
"Saya pikir akan lebih baik jika tuan mempekerjakan seorang wanita untuk menjadi " istri "," ucap Andra sambil membuat tanda petik dengan kedua tangannya ketika menyebutkan kata istri.
Charel mengerutkan keningnya, "sejak kapan istri menjadi sebuah pekerjaan?"
"Justru disinilah letak perbedaannya, jika tuan menikah dengan seorang wanita yang bahkan tuan sendiri tidak sepenuh hati dengan pernikahan itu, maka itu akan menjadi malapetaka nantinya, tuan tau bagaimana cerewetnya seorang perempuan jika merasa waktu yang kita berikan tidak cukup banyak, mereka akan menjadi menyebalkan dan tidak terkendali."
Charel mendengarkan Andra dengan seksama, menurutnya kali ini Andra ada benarnya.
"Lalu bayangkan jika tuan menyewa seorang perempuan untuk hanya dijadikan istri sebatas status, wanita itu tak akan banyak menuntut karena dia sadar akan batasan dirinya, tuan bisa mengaturnya sesuka hati tapi tentu saja itu ada timbal baliknya, semacam kontrak perjanjian kerjasama."
Baiklah, itu terdengar masuk akal bagi Charel. Lagi pula baginya berapapun jumlah yang harus dia keluarkan tidak masalah, anggap saja itu seperti perjanjian kerjasama kedua belah pihak yang memiliki kepentingan masing-masing di dalamnya.
"Lalu apakah kau mengenal seorang wanita yang mungkin cocok untuk " pekerjaan " ini?"
"Saya pikir.."
"Tentu saja wanita itu harus terpelajar, cantik, dan punya attitude yang bagus," sela Charel cepat.
"Kenapa syaratnya terdengar susah," gumam Andra pelan.
Karena dia tau betul bahwa tidak mudah mencari gadis pintar yang memiliki attitude yang bagus yang membutuhkan uang, gadis seperti itu biasanya berasal dari keluarga kaya.
"Jika kau tidak bisa mencari gadis seperti itu, maka kau bisa menyerahkan surat pengunduran dirimu secepatnya."
Perkataan Charel membuat Andra terperanjat. Tidak, dia tidak bisa menyerah pada pekerjaan ini begitu saja. Dia akan memutar otak untuk mendapatkan gadis seperti yang tuannya inginkan.
"Saya akan berusaha, tuan bisa mendengar kabar baik dari saya secepatnya."
"Bagus, itulah yang ingin aku dengar. Waktunya satu minggu," ucap Charel sembari beranjak meninggalkan ruangan.
Meninggalkan Andra yang kini tengah mengacak rambutnya frustasi. Dirinya seperti setengah menyesal atas solusi yang dia berikan barusan. Namun tiba-tiba satu nama terlintas di kepalanya.
Carla,
Walaupun Andra sendiri tidak yakin bahwa gadis itu akan bersedia membantunya