Chereads / amarah bahagia / Chapter 33 - Penyakit Al Wijaya.

Chapter 33 - Penyakit Al Wijaya.

"Apa yg terjadi pada anak kita pak? kenapa dia tiba2 seperti ini?"Miranti meratap di hadapan suaminya.

Jiwa wanita paruh baya itu hancur, putra kesayangannya telah terluka begitu parah.

Pak Kudus hanya mampu menghela nafas panjang.

"Maaf tuan tanah, saya sudah tidak bisa berbuat apa2 lagi"ucap seorang dokter yg di panggil pak Kudus kerumah nya untuk memeriksa putra nya tsb.

"Anda seorang dokter, anak saya sakit tapi anda bilang tidak bisa berbuat apa2?"pak Kudus memarahi dokter tsb, menarik kerah bajunya, dokter hanya mengatup kan kedua tangan dan wajah yg pasrah di hadapan pak Kudus.

Lalu pergi tanpa memberikan penjelasan tuan tanah tersungkur dan meratapi nasib putra nya.

"Al ayo sadar Al, aku mohon ini sudah seminggu lebih, apa yg telah begitu menyakiti kamu? ceritakan pada ku Al? jangan seperti ini? bahkan dokter sudah menyerah terhadap kondisi kamu? tolong Al kasihan orang tua mu"Kencana menangis menarik2 baju Al yg diam kaku.

Mata yg kosong dan kelopak menghitam, wajah tampan nya lenyap bak di telan bumi, dia hidup seolah dalam dunia nya sendiri.

Dia bernyawa tapi seolah mati, tatapan nya lurus tak memperdulikan sekitar, tubuh nya sangat dingin dan kaku, Al kehilangan dirinya sendiri dan juga hidupnya.

"Bagaimana kondisi nya tuan tanah?"ucap seorang pria paruh baya yg datang menjenguk Al bersama para warga lainnya, wajah mereka terlihat begitu khawatir

"Beginilah pak, tetap tidak ada perubahan, dia tidak ingin apapun, obat dari dokter di muntahkannya, kami bingung dokter sampai menyerah, hanya selang2 infus itu yg menjadi kekutan untuk nya hanya itu saja"lirih tuan tanah.

"Kenapa tak mencoba memanggil tabib desa aja tuan tanah?"usul salah satu dari rombongan itu.

"Sudah pak, tabib terhebat pun menggeleng, kami bingung harus apa lagi?"jawab tuan tanah yg terisak isak tak mampu menahan tangis melihat kondisi putranya.

Miranti terus meratapi putra nya yg masih hidup tapi seolah mati, Kencana berusaha memberikan kekuatan dg setia menemani mereka.

Kabar soal anak tuan tanah sakit parah menyebar dg cepat keseluruh penjuru desa termasuk desa tetangga.

Pengaruh tuan tanah yg begitu besar membuat nya sangat dikenal dan di segani di desa tsb.

Berbagai petunjuk yg di berikan warga2 telah di lakoni oleh pak Kudus tapi tetap putranya tidak menunjukkan perubahan.

"Itu anak tuan tanah, terkena penyakit aneh, dia hidup tapi seperti mayat hidup tatapan nya kosong, entah kerasukan apa anak itu, kasihan tuan tanah benar2 frustasi mengatasi penyakit anaknya itu"gosip para ibu2 yg sedang belanja sayur di sebuah warung desa.

Ariska yg sibuk memilih kebutuhan nya terkaget mendengar gosip itu.

"Maaf ibu2, maksud kalian Al Wijaya?"tanya Ariska kepada ibu2 tsb.

"Iya Riska, siapa lagi? dia kan putra satu2 nya tuan tanah"jawab salah satu dari ibuk2 tsb.

"Tapi sakit apa dia buk?"

"Itu yg kami tidak tau, dokter dan tabib bahkan menyerah dg kondisinya, kasihan tubuhnya kelihatan kurus matanya juga cekung, ketampanan nya benar2 sudah tidak ada lagi"jawab ibu tsb, mulut nya manyun2 menceritakan hal itu.

Ariska manggut manggut, entah paham entah tidak tapi raut wajah nya di hujani jutaan tanda tanya.

"Eh Riska kenapa kamu? kok bingung gitu? apa yg kamu fikirkan nak?"ucap Sarah, yg aneh melihat tingkah laku Ariska.

"Apa bibi tau kabar soal anak tuan tanah?"Ariska menatap Sarah serius.

"Bibi dengar dia sakit ya nak? tapi kurang jelas juga informasinya, emang kenap? apa kamu mengetahui sesuatu?"Sarah duduk di kursi sofa nya yg kuno dan butut, keningnya mengerinyit bingung, Ariska mondar mandir di depannya.

"Tadi ibu2 desa cerita kalau dia mengidap penyakit aneh gitu bi, dan tabib sama dokter terbaik disini pun sampai menyerah menangani sakitnya itu, aku bingung ada ya penyakit yg tidak ada obatnya? hingga dokterpun menyerah?"

"Gak tau lah nak, semua kuasa Allah, kita hanya bisa apa? mungkin ini semacam ujian untuk keluarga mereka, kita hanya bisa mendoakan yg terbaik nak"jawab Sarah dg wajah yg prihatin.

"Bibi apa Riska jenguk aja ya si Al itu?"Ariska menatap sarah meyakinkan.

"iya nak, sebaiknya kamu jengukin dia"ucap Sarah memegang pundak Ariska.

Ariska mengangguk dan bersiap2 untuk kerumah tuan tanah tsb mengenakan scoter dan langsung menghilang dari pandangan Sarah.

"Maaf dek, kenapa disini rame2 ya?"tanya seorang pria berumur sekitar 40 th berbadan tegap berkemeja rapi, tepat di depan rumah tuan tanah yg besar.

Dia kelihatan bingung karna rumah besar itu begitu rame di datangi warga2 desa yg masuk dan keluar seperti ada hajatan tapi tidak ada tanda kebahagiaan di raut wajah mereka semua.

Ariska merasa aneh pria tsb begitu asing di wajah nya seperti bukan dari desa sekitar.

"Owh itu pak, anak tuan tanah sakit parah, mereka semua datang untuk menjenguknya"jawab Ariska dg wajah yg masih bingung.

"Tapi bapak sepertinya bukan warga sini?"

"Owh iya saya berasal dari kota ingin menanyakan masalah tanah, kepada tuan tanah, kami ingin membuat perkebunan modern di desa ini, begitu dek"jawab pria tsb dengan nada sedikit gugup.

"Iya tapi kondisi ini sepertinya kurang tepat pak"

"Ya saya paham, makannya saya tadi bertanya dulu, eh tapi untuk memastikan apakah ini benar kontak mereka?maksudnya kalau kondisi membaik saya ingin menlp mereka begitu dek"ucap pria tsb gelagapan seraya memperlihatkan sebuah kontak dari ponselnya.

Ariska mengeluarkan ponselnya dan mengecek no tsb.

"Benar pak, ini kontak anak nya tuan tanah? Al namanya dan dia lah yg sedang sakit saat ini"jawab Ariska dg senyum tipis.

"Kalau boleh tau sakit apa ya dek?"

"Saya juga kurang tau pak, ini saya mau jenguk"jawab Ariska, pria tsb mengangguk angguk paham.

"Ya sudah saya permisi dulu pak"ucap Ariska kemudian.

"Ya silahkan, terimakasih banyak ya dek"ucap pria tsb dg senyuman.

Ariska membalas nya dan berlalu meninggalkan pria aneh tsb masuk menuju rumah tuan tanah.

Pria itu melangkahkan kaki dg tergesa gesa menuju kendaraanya yg sedikit jauh dari rumah besar tsb.

"Bagaimana?"jawab teman pria tsb saat berada di dalam mobilnya.

"Semua beres, tinggal laporan sama bos"

"Ha akhirnya, pencarian yg lumayan melelahkan ini membuahkan hasil juga, bayangkan bro kita hampir 2 minggu terjebak di sini"cetus teman nya itu dg nafas lega pria itu mengangguk.

"Ya sudah pak, kembali ke penginapan sekarang, kita harus bersiap malam ini juga"perintah nya kemudian kepada supirnya dan kendaraan mahal itupun melaju meninggalkan tempat tsb.

"Al, ini aku Ariska, apa kamu masih mengingatku?"ucap Ariska yg kini tepat berada di hadapan Al.

Ariska begitu prihatin melihat kondisi Al, Al hanya diam tatapannya tak teralihkan sedikitpun.

Dingin dan kaku wajahnya sangat pucat, Ariska sampai menitikkan airmata.

"Kencana sejak kapan dia seperti ini?"Ariska berbalik ke arah Kencana yg sedang duduk di samping Al sembari menangis bahkan mata Kencana sudah sembab akibat menangisi kondisi Al.

"Gak tau kak, sejak waktu itu kita bertemu di warung desa aku tidak lagi menghubungi Al, hari itu dia masih baik2 saja kan? bahkan terlihat sangat gembira justru aku yg merasa sakit waktu itu"lirih Kencana sembari menyeka airmata yg berjatuhan.

Ariska menggenggam jemari Kencana untuk menguatkan gadis itu.

Gadis yg meski disakiti berkali kali oleh Al tapi tetep mencintainya dg tulus tanpa pamrih.

"Ini semacam sihir, sihir dahsyat, hanya sang kuasa lah yg tau akhirnya"seorang nenek tiba2 berkata demikian.

Dia datang tanpa diundang, mengagetkan seisi rumah besar itu, kecuali Al yg tetap diam dalam dunia nya sendiri.

"Carilah sumber sihir itu, kalau tidak dia bisa mati, bisa mati, sihir harus di sembuhkan dg sihir ya"mata nenek tsb melotot.

Seisi rumah sedikit ketakutan suaranya menggelegar.

"Eh Ninik gila, pergi dari sini, jangan membuat onar disini"seorang pemuda yg sepertinya mengenal nenek tsb datang dan menyeret dg kasar nenek tsb keluar dari rumah itu, Ariska hanya terdiam heran.

"Carilah sumber sihir itu, carilah "nenek itu kembali berteriak meski telah diseret keluar.

Ariska berfikir keras meskipun nenek tsb dianggap gila disana tapi Ariska justru menyerap dalam2 omongan nenek itu.

Omongan nenek tua yg kelihatan gila itu terus terngiang di telinga Ariska.

Sepanjang jalan menuju rumah tak hentinya memikirkan kata2 itu, Ariska larut dalam lamunan nya, kata2 nenek itu seperti seolah petunjuk tapi apa?