Chereads / I DON'T BELIEVE MY DESTINY / Chapter 11 - Pertengkaran Pertama

Chapter 11 - Pertengkaran Pertama

" Ujian.. ujian mu masih di sini? Di tumpukan dokumen yang akan di kirimkan ke universitas" Menaikan kertas yang ada di tangan nya " Maaf kan aku"

" Sebentar.. kau salah menyebutkan kanan dan kiri nya? Ya ampun.. kau menghancurkan masa depan seseorang ibu Suzuki"

" Maafkan aku" Tertunduk

" Belum tentu juga dia lulus, aku akan coba memeriksa hasil mu , jika hasil mu baik, aku akan membantu mu mencari jalan nya, walau ujian mu tidak terkumpul bukan berarti kau harus menyalahkan pihak kami, siapa tau nilai mu juga tidak mencukupi nya, karena dari 20.000 orang yang mendaftar, hanya 5000 orang yang lulus" Ia mengambil kertas itu dari ibu Suzuki, dan mulai duduk, mencocoki hasil yang di kerjakan Gres dengan kunci jawaban yang ia punya

Dua puluh menit telah berlalu, hasil dari koreksian pun sudah di ketahui, muka lelaki tua pengoreksi itu terlihat lelah, dan musam, beberapa keringat terpampang di wajah nya, ia menarik nafas panjang sambil memejam kan mata, mengelap keringat nya dengan sapu tangan, sementara mereka bertiga sudah menanti dengan berdiri begitu lama

" Hasil nya..." Semua pasang mata , tertuju pada bibir pak tua itu, gerakan bibir nya seolah slow motion bagi mereka, karena permainan otak serta detak jantung mereka yang lebih cepat dari yang seharus nya

" Hasil nya.. kau lulus dengan nilai terbaik"

Mendegar hal itu lutut Gress langsung lemas.. hancur sudah.. ia malah lebih memilih nilai nya jelek di bandingkan harus gagal dengan nilai terbaik namun tetap tidak bisa memasuki universitas itu, Gress langsung terduduk di lantai. Beberapa kali pihak penyelengara meminta maaf kepada Gres, namun otak nya terlalu penuh dengan pikiran-pikiran nya sendiri hingga tidak mendengar nya

"Karena setelah kami bernegosiasi , Grass tidak dapat mengikuti kelas tahun ini karena bangku universitas yang telah penuh, namun dapat dipastikan untuk tahun depan , Grass tidak perlu mengikuti test kembali, dan langsung di terima, itu janji pusat dan universitas kepada diri mu"

" Kalau begitu aku juga akan menunda nya" Jawab Verlita dengan lantang

" Apa maksud mu Verlita" Masih dalam psosisi terduduk di lantai, Gres menatap keatas, menatap Verlita

" Tanpa ada diri mu, aku tidak mau melanjutkan nya, aku akan ambil test kembali tahun depan"

" Maafkan aku Gres karena egois, tapi aku tidak bisa membuang keberuntungan ku tahun ini, aku tidak punya keyakinan untuk dapat lulus di tahun depan, dan lagi aku adalah anak satu-satu nya, aku tidak bisa membuat orang tua ku menunggu setahun lagi"

" Tidak apa-apa Teo, itu kan memang jalan mu. Dan Verlita.. aku masih tidak mengerti apa maksud dari perkataan mu, apa kau bodoh?"

" Iya.. aku bodoh, aku tidak mau kalau tidak ada diri mu" Geram Verlita, yang tampak takut sekali menghadapi kembali rasa kesepian yang luar biasa yang telah ia rasakan bertahun-tahun, dan adakah orang yang akan menerima keanehan nya seperti Gress, ia berharap Gres dapat mengerti maksud yang tak dapat di utarakan nya

"Verlita, jangan bodoh" Gress berdiri dan mencengkram bahu Verlita dengan kedua tangan nya, menguncang nya agar sadar atas perkataan nya " Begitu banyak orang yang menantikan kelulusan ini, begitu juga dengan diri ku yang telah berusaha sekeras tenaga untuk mendapat kan hal ini dan tidak lulus karena hal yang tak masuk akal" Gres meninggi kan nada nya karena kesal " Aku tidak seperti mu yang begitu mudah nya untuk masuk kesini .. bukan karena kemampuan mu!!! Aku belajar tiap malam, tiap hari, tiap detik.. tapi karena hal yang tak masuk akal aku di tolak dengan nilai tertinggi, apakah ini adil untuk ku!!!!!!!!!!"

" Kau yang bodoh, kau tidak mengerti sama sekali!!! Aku bisa masuk kemanapun yang ingin aku tuju, aku bisa mendapatkan apapun yang aku mau, aku bisa membeli apapun yang aku mau, bahkan setelah lulus aku sudah mendapatkan sebuah perusahaan, semua nya hanya uang-uang dan uang.. mereka hanya memberiku uang, semua sudah mereka rencanakan untuk ku... aku tidak memiliki tujuan hidup lagi, aku hanya boneka yang hidup!!! Karena itu.. karena itu.. aku.. memiliki tujuan hidup pada saat berada dengan mu, kau adalah tujuan hidup ku.. kau tau itu.. apa kau mengerti!!" Perlahan air mata Verlita menitik, dan berubah menjadi bendungan air yang tak dapat terbendung.. tangisan nya pecah

" Tinggalkan aku sendiri" Gres berlari meninggalkan Teo dan Verlita yang sedang menangis

" Ya.. tunggu.. " Ucap Teo menatap kepergian Gress, dan Verlita juga berjalan pergi sambil menangis " Ya... kalian berdua.. kalian mau kemana. Aish.. apa yang harus aku lakukan sekarang" menatap ke Pak Suzuki yang hanya di jawab dengan menaikan kedua bahu nya dan mengeleng kan kepala. Dan akhir nya Teo memilih untuk mengejar Verlita yang belum jauh dari nya

Sementara di tempat lain, Gress sedang duduk di pojokan gang kecil, menangis tersedu-sedu. Ia tahu sebenar nya maksud Verlita baik, namun diri nya terlalu kecewa atas diri nya sendiri, dan juga terlalu sakit untuk menerima kenyataan

" Bagaimana ini? Aku sudah marah-marah pada Verlita.. bagaimana aku tidur malam ni huwe.... Bodoh nya aku" Beberapa tissue entah dari mana datang nya berterbangan di sekitar Gress, karena hal ini sudah biasa terjadi selama sebulan belakangan ini, hal ini sudah tidak begitu menakutkan lagi untuk nya,ia mengambil tissue-tissue itu, dan mengelap air mata dan juga isi dalam hidung nya " Terimakasih.. jangan katakan apa-apa pada Verlita ya.. kalian berjanji?" Dan dibalas dengan anggukan tissue terbang

Dan sekarang.. apa yang harus ku lakukan? Aku sama sekali tidak memiliki rumah, semua nya ada di rumah Verlita. Ah.. aku pusing sekali, menjambak rambut nya sendiri karena frustasi, tunggu dulu, apa saja yang aku katakan tadi? Apa aku tadi mengatakan nya bodoh? Makin kuat menjambak rambut nya, atau aku bilang dia gila? Atau.. hal ini benar-benar membuat ku gila. Apa aku kerumah nya saja dan mengatakan minta maaf? Tapi jika dia tidak memaafkan ku bagaimana?

Dilain sisi, Teo menarik tangan Verlita dan menahan nya untuk tidak kabur dari nya

"Tunggu sebentar Verlita"

Verlita berhenti tapi tidak menatap Teo, ia menunduk karena merasa malu , ia mengelap air mata nya dengan tangan nya dan tiba-tiba ada tissue terbang di depan Verlita

" Waw.., Verlita kau bisa sulap juga.. aku baru tau" Teo belum menyadari apa yang terjadi dan tidak mengetahui kemampuan Verlita, yang ia tahu hanya Verlita hanya suka berkelakuan aneh, dari bicara sendiri, tidak focus, sering melihat kearah-arah yang tidak terduga, penyendiri, tatapan mata nya terhadap orang sangat kosong, bahkan aura nya sangat mengerikan

" Bukan.. ini bukan sulap"

" Kau tidak perlu malu kok untuk menunjukan nya"

" Bukan, beneran bukan sulap. Mereka teman-teman ku, kau tau aku bisa melihat yang kalian biasa sebut hantu?"

" Ah.. kau tidak dapat menakut-nakuti ku kok, tapi seperti nya kau sudah baikan" Tersenyum

" Teo.. apa aku keterlaluan? Aku.. tadi memarahi Gress.. apa aku ini beban untuk diri nya , karena gara-gara aku semua teman tidak ingin berteman dengan nya. Apa dia akan menjauhi ku? Aku selalu menempeli nya bagai roh gentayangan, apa dia terasa jijk karena aku selalu menempel "

" Kau ini sebenar nya ngomong apa si? Aku tidak terlalu mengerti masalah wanita.. kalian bertengkar pada hal yang aneh," garuk-garuk kepala karena bingung bagaimana menenangkan mereka berdua " Maksud mu sebenar nya baik kok, kau hanya ingin dia menemani nya saja, tapi di satu sisi Gres juga sedang emosi, dia juga tidak berniat mengatakan hal itu pada mu.. sebenar nya aku juga tidak tau apa yang aku katakan.. aku tidak pintar menghibur orang... tapi jika kau merasa ini membantu.. kalau tidak kau boleh menolak ku" Langsung memeluk Verlita sambil menepuk-nepuk pundak nya

"Apa yang kau lakukan? Kau mencari kesempatan dalam kesempitan ya?" Menatap Teo , yang memejamkan mata sambil menepuk-nepuk pundak Verlita, namun rasa hangat itu sama sekali tidak dapat di tolak nya, sangat nyaman dan mententramkan diri nya

" Anggap saja seperti itu.., jika baikan kau boleh melepas nya"

Malam semakin larut , sedangkan Verlita telah berada di dalam kamar nya, sibuk berbolak-balik di dalam kamar nya, memikirkan banyak hal terutama rasa bersalah dan apa yang dia ucapkan. Apa yang harus ku lakukan? Aku bukan teman yang baik, aku hanya mementingkan diri ku sendiri dan malah melukai teman ku satu-satu nya, terus.. sekarang aku harus bagaimana? Apa aku minta maaf saja? Bagaimana kalau dia malah memarahi ku, aku pasti akan makin takut dan terluka.. tapi aku memang pantas di marahi.., kalau begini terus.. hubungan kami akan begini terus.. aku tidak mau ini terjadi.

Sementara Verlita mondar-madir, kertas berterbagan di sekitar Verlita, dengan tulisan permohonan maaf yang harus di katakan Verlita, dan juga nasihat-nasihat mereka, Verlita berjalan di dalam lingkaran kertas yang berputar mengelilingi nya, kertas itu mengikuti tiap langkah Verlita, bergantian setiap kata yang tertulis melewati mataVerlita yang sedang tidak menatap lurus

Gres berjalan mondar-mandir di depan rumah Verlita yang tidak di sadari oleh Verlita. Apa aku masuk saja? Aduh.. bagaimana ini? Kenapa hal ini sangat menakutkan? Ya sudah aku ketok saja, tidak ada yang tau kalau kita tidak mencoba nya kan? Mencoba meyakinkan diri nya sendiri sambil menganggukan kepala nya sendiri, tangan nya bergerak perlahan tepat di depan pintu, membentuk kepalan untuk mengetuk pintu, namun beberapa saat kemudian ia kembali mengurungkan niat nya. Dan memilih untuk bermain dengan pikiran nya sendiri, sepanjang malam ia berdiri di depan pintu, sesekali ia berjongkok untuk menghilangkan letih kaki nya

Angin malam begitu dingin, ia tidak pernah merasakan tidur di luar rumah, sekalipun keluarga nya tidak menyukai nya, mereka tidak pernah sampai hati membiarkan dia tidur di luar rumah, tangan nya memeluk diri nya sendiri, sesekali.. ia mengosok tubuh nya dengan kedua tangan nya, dan menghangatkan diri dengan hembusan nafas nya, kaki nya bergerak-gerak ke kiri dan ke kanan, mencengah membeku nya urat-urat dalam diri nya, dingin nya malam tidak dapat mengalahkan kuat nya ego mereka masing-masing.

Tepat pukul lima pagi hari.., angin makin berembun dan tubuh Gress terlihat seperti orang yang sedang kehujunanan karena embun yang sangat dingin di malam hari, melihat kondisi mereka berdua yang tidak ada kemajuan sama sekali, hal ini membuat teman-teman kecil yang terlihat Verlita sangat gemas dan memilih bertindak sendiri, teman-teman nya menarik baju Verlita dan menyeret nya keluar dari kamar

" Ya.. Ya.. apa yang kalian lakukan? Lepaskan aku.. kenapa kalian ini? Kalian mau berbuat apa?" Verlita berusaha lepas dari teman-teman kecil nya yang terus menarik nya keluar rumah, hingga tepat di depan pintu di mana Gress berdiri.

Gress tersentak kaget dan berjalan menjauh dengan secepat nya ketika mendengar suara pintu itu terbuka, langkah seribu nya kalah dengan kecepatan terbang teman-teman kecil nya yang menyeret Verlita yang sudah berdiri di depan pintu menatap Gres, mereka berdua bertatapan kikuk, Gres mengaruk-garuk kepala nya karena ketangkap basah berada di depan rumah nya, hati nya ingin sekali berkata maafkan aku, namun kenyataan nya mulut nya hanya bisa tertutup rapat tak bergeming, mata nya menatap kearah lain, berusaha mencari-cari alasan kenapa ia berada di sana.

Verlita juga hanya berdiam kikuk dan bergerak untuk masuk kembali kedalam rumah nya, namun pintu itu sudah di halangi oleh teman-teman kecil nya, membuat Verlita memutar balik tubuh nya menghadap Gres yang membeku, ia menatap baju Gres yang basah dan bibir Gres yang terlihat membiru dan kering karena dingin nya malam, tangan nya tergerak kedepan hendak menarik Gres, namun ia mengurungkan niat nya lagi saat teringat kesalahan diri nya

" Aku..aku ingin berjogging pagi.. karena itu aku bangun pagi " Kata Verlita yang berjalan melewati Gress

" Aku juga hanya kebetulan lewat dan tiba-tiba teringat barang-barangku di dalam rumah mu" Jawab Gress tak kalah dingin

"Oh.." Verlita terus berjalan dan berusaha lari agar terlihat seperti sedang jogging