Aku hanya bisa membaca karakter mereka dari jauh, aku ingin mereka juga tau bahwa aku sangat menyayanginya lebih dari siapapun. Semenjak itu aku menyadari bahwa aku bukanlah orang yang pantas jadi teman mereka.
Rafael Erlambang adalah laki-laki yang aku kenal baik dimataku, dia salah satunya orang yang menolongku dan memberikan semangat padaku.
Empat bulan yang lalu, aku bertemu dengannya saat aku pertama kali masuk kelas satu di SMA N 3. Guruku menyatakan perkenalan diri kepada teman-teman "Selamat pagi, hmmm namaku Aril Faradasta. Semoga kalian berteman denganku" Sambil murung dan sedikit senyum aku jadi gemetar. "Aril kau duduk dibangku kosong dekat Rafael" ucap guru. Akupun melangkah maju kedepan sambil melirik teman-teman sedang membicarakanku, aku tambah takut dan gementar.
"Dia aneh!"
"Kenapa dia menuntuk terus?"
"Dasar aneh."
Sepertinya itu yang mereka katakan padaku. Akupun duduk dan orang disebelahku berkata sambil melihat kedepan "Abaikan saja, karena mereka belum mengenalmu jadi abaikan saja" dan akhirnya aku merasa benar apa dikatakannya.
Tapi,... enam hari kemudian....
BRUAK!
akupun terkena pukulan dari anak-anak sekelas.
"Sudah aku bilang padamu, kau ini terlalu lemah disini."
"Sudahlah Su...." Tahan seorang perempuan bernama Ririn.
"Ya sudah kita cabut!"
Mereka pergi tinggalku dengan luka memar di pipiku. Sekarang aku menjadi berantakan karena kejadian ini. Sorepun sudah dimulai, akupun belum pulang kerumah.
"Hei!"
Aku yang duduk menunduk mendengar seseorang ada didepanku. Perlahan melihat keatas dan itu adalah tangan seseorang yang ingin membangkitkanku.
"Kaukan??"
"Rafael, mau berdiri atau masih seperti orang pengecut?"
akupun tersenyum dan merasa sesuatu akan keluar dari mataku. Akupun memegang tangan kirinya dan berdiri.
"Tadi kamu diapakan Sultan?"
"a...aku... aku... tidak apa-apa hanya salah paham"
"Jangan begitu, aku melihatmu dari luar jendela kelas habis dipukul"
"Tidak... hanya akting saja" aku terpaksa berbohong
"Aku tau itu tapi jika kamu ingin berbohong jangan sampai wajahmu dihajar habis-habisan" Rafael memegang pipiku.
"Apa kau baik-baik saja, Aril?"
"Eh!!! tidak ada apa-apa."
Dan pada saat itu aku menjadi lebih berharap bisa berteman dengannya.
Namun,.... dua minggu kemudian.
BRUAKK!!!
orang yang aku ingin jadi teman sekarang pergi dariku. Esoknya guru mengabari bahwa Rafael tidak bisa bersekolah disini lagi. aku ingin menangis tapi.... aku menahannya.
Esok...
Esok...
Tiap haripun aku dihajar habis-habisan sama mereka, aku menyendiri. Bingung dan tidak memiliki kekuatan untuk melawan. Sekarang aku hanya seorang pengecut.