Keesokan harinya mereka sarapan di restoran indoor samping kolam renang yang dibatasi kaca besar sebagai pembatas. Kolam renangnya diseting mirip seperti oasis dengan kolam renang besar memanjang yag tengah - tengahnya terdapat hiasan tiang dan di pinggir kolam terdapat beberapa tiang yang keluar air mancur kecil mengarah ke kolam renang, serta pohon palem yag tumbuh di sekitar kolam renang.
Walupun terdapat berbagai macam makanan dan minuman terhidang di meja prasmanan, baik menunya tradisional maupun internasional, tapi Ayu tak ada nafsu untuk mengambilnya, hanya duduk di meja makan berupa meja makan bentuk persegi dari bahan kayu dipelitur warna cokelat beserta 4 kursi. Di meja makannya hanya mereka berdua yang duduk disitu, sedangkan Mat dan Ahmad duduk di sampingnya.
Setelah Rashid mengambil makanan yang ingin dimakan lalu kembali ke meja mereka, namun tenyata Ayu tidak mengambil makanan maupun minuman satupun.
"Kenapa tidak mengambil makanan?" tanya Rashid.
"Gak napsu makan" kata Ayu.
"Cobalah ambil makanan, sedikit saja! Gak baik lho buat kesehatan badan kalau kita melewati sarapan karena bisa mengakibatkan pusing, lemas, kurang darah, bad mood, gangguan jantung bahkan gangguan menstruasi. Jadi sarapan ya walaupun sedikit! Nanti abang yang bawain makanannya. Mau makan minum apa?" tanya Rashid.
"Terserah Abang saja. Makasih ya Bang" kata Ayu.
"Ok, sama - sama. Tunggu sebentar ya" kata Rashid.
Maka Rashid berdiri dan berkeliling mencari makanan yang biasa disukai Ayu berupa nasi goreng dan omelet dalam jumlah sedikit serta minumnya infused water.
"Dimakan ya!" perintah Rashid menyodorkan makanan di atas meja dihadapan Ayu.
"Terima kasih" kata Ayu tersenyum.
Setelah berdoa, barulah mereka makan. Namun Ayu hanya sanggup beberapa suap saja.
"Ayo tambah lagi makannya biar kuat keliling hari ini" kata Rashid.
Ayu hanya menggelengkan kepalanya lalu kepalanya menghadap ke samping melihat pemandangan kolam renang dibalik kaca tapi pikirannya tidak mengagumi indahnya kolam renang, tapi malah melamun terbayang kejadian masa kecilnya ketika kehilangan kedua orang tuanya beserta saudara - saudaranya.
Sejak kedatangan mereka disini kemarin, semakin membuatnya sedih terkenang akan masa lalunya itu. Walaupun ia juga senang akhirnya ia dapat ziarah ke kuburan keluarganya, sebelumnya hanya lewat kirim doa maupun mengaji saja yang dikirim dari kejauhan setiap kali setelah shalat selesai dilakukan.
Setelah mereka semua selesai sarapan, barulah mereka ke lobi yang sudah ditunggu Galang daritadi.
"Sudah sarapan? Kalau belum, sarapan aja dulu di sini" tawar Rashid.
"Terima kasih atas tawarannya tapi saya sudah sarapan tadi di rumah" kata Galang menolak.
"Maaf, apakah ada tujuan yang ingin dikunjungi di sini atau saya yang merekomendasikan tempat wisatanya?" tanya Galang.
"Ya ada, kami ingin langsung ke pantai Lhoknga" kata Rashid.
"Baiklah, mari ikuti saya" kata Galang menuju ke parkiran mobil yang di parkir di parkiran depan hotel.
Lalu mobil melaju ke arah pantai Lhoknga. Setengah jam perjalanan, mereka sampai di tujuan. Suasa pantai pagi hari masih sepi apalagi hari senin saat orang mulai bekerja dan sekolah.
walaupun semua orang sudah turun dari mobil, tapi Ayu tetap di dalam mobil. Rashid menunggu Ayu di luar tapi Ayu tak kunjung keluar, maka ia memutari mobil lalu membuka pintu di samping Ayu.
"Ayo keluar, pemandangan pantainya sangat indah lho" kata Rashid.
Ayu menggelengkan kepalanya dan berkata
"Langsung ziarah saja ya! Neng tidak mau ke pantai ini" kata Ayu yang nada suaranya ketakutan.
Rashid yang baru menyadari kekeliruannya dan ketidakpekaannya terhadap suasana perasaan istrinya sehingga ia tak menyadari bahwa tempat ini pasti membuat perasaan istrinya sedih bahkan trauma akan tempat ini.
Maka dipeluknya Ayu dengan erat dan berkata
"Maafkan Abang yang gak peka, seharusnya Abang sebelumnya menyadarinya . Menyesal Abang membawamu ke sini" kata Rashid.
Tangisan Ayu pecah saat itu juga, tapi di sela - sela tangisannya, Ayu berusaha menjelaskan mengenai perasaannya saat itu.
"Hust.. Jangan bilang begitu Bang! Berkat Abang, Neng jadi bisa ziarah ke makam keluargaku. Tapi tetap saja hal ini mengingatkanku akan kenangan tragedi tsunami itu. Apalagi di pantai ini tempat terjadinya gempa. Walaupun kami sudah berusaha kabur dari pantai ini tapi masih kalah cepat oleh terpaan tsunami yang menghantam mobil yang sedang kami kendarai dan juga menghancurkan bangunan sekitar serta menghanyutkan semua orang di jalanan. Abang tak tahu saja bagaimana peristiwa kejadian saat itu, hanya orang - orang yang pernah mengalaminya yang memahami hal itu" kata Ayu
"Maafkan Abang sehingga Neng semakin mengingat kejadian itu. Oke, kita langsung saja ya ke makam. Tapi apa Neng baik - baik saja kalau kita ke sana? Kalau masih belum siap, maka kita akan ke tempat lain dulu atau kita pulang saja ke hotel lagi?" tanya Rashid.
"Kita langsung saja ke sana. Neng sudah siap kok" kata Ayu meyakinkan Rashid.
"Baiklah, tunggu sebentar ya!" kata Rashid.
Maka Rashid berkata ke Mat yang berada dekat dengan mereka tapi jaraknya masih jauh sehingga tidak terdengar obrolannya.
"Pindah lokasi, langsung ziarah kuburan saja" kata Rashid.
Maka sumuanya kembali naik mobil dan sebelum ke kuburan, mereka membeli bunga tabur yang jual di dekat pemakaman. Setelah itu baru mereka menuju ke kuburan massal Lhoknga yang lokasinya dekat dengan pantai Lhoknga.
Di kuburan sana sedikit berbeda dari kebanyakan kuburan umum lainnya yang biasanya ada gundukan tanah dan ada batu nisan di masing - masing jasad yang disemayamkan beserta pohon kamboja yang tumbuh rindang di kuburan.
Tapi disini tanahnya rata bagaikan tanah kosong yand ditumbuhi rumput, hanya pagar pendek terbuat dari 2 tiang besi yang saling bersambungan dengan bata - bata yang ditumpuk dan disemen seperti tempat duduk perorangan tanpa sandaran yang mengelilingi bentuk segi empat tanah kosong berumput itu dan tidak ada pohon bunga kamboja sehingga makamnya itu jauh dari kesan seram.
Kalau tidak ada batu besar beserta tulisan batu nisan yang menempel di batu itu dengan ukuranya besar, maka bisa dipastikan bahwa orang - orang tidak akan menyangka bahwa disitu adalah kuburan masal. Batu nisan itu berjudul 'TUGU PERINGATAN' dan dibawahnya bertuliskan ' DISINI DIMAKAMKAN SECARA BERSAMA SAUDARA - SAUDARA KAMI YANG MENINGGAL PADA SAAT BENCANA GEMPA DAN TSUNAMI 26 DESEMBER 2004'.
Disamping batu itu terdapat kotak amal yang menancap ke tanah dan bergembok. Mobil mereka parkir dekat batu itu lalu.
Ketika memasuki pemakaman dan turun dari mobil, Rashid mengucapkan salam kepada ahli kubur.
Mereka kumpul dan berjongkok di depan batu itu lalu menaburkan taburan bunga, di atas batu dan tanah didalam pagar kecil itu. Lalu membaca tasbih, takbir, tahmid, dzikir dan doa ziarah kubur yang dikhususkan kepada almarhum dan almarhumah. Dalam berdzikir membaca istighfar sebanyak 3x, dilanjutkan dengan membaca surat Al-Fatihah, Al-Ikhlas 3x, Al-Falaq, An- Naas, dan membaca tahlil sebanyak 30x.
Selain itu mereka juga membaca surat Al-Qur'an lainnya yaitu surat Yasin dan penggalan surat Al-Baqarah di ayat awal dan akhirnya. Walaupun membaca surat Al-Qur'an saat ziarah kubur tidak ada pendukung dari sisi dalil, bahkan para ulamapun ada yang pro kontra mengenai hal ini. Namun mereka tetap melakukannya karena sudah menjadi tradisi. Selain itu, Nabi Muhammad SAW bersabda 'jika manusia itu meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara, yaitu amal jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan doa anak yang sholeh', maka Ayu sebagai anak mendoakan keluarganya yang sudah meninggal selain dengan bahasanya sendiri, juga dengan membaca surat Al-Qur'an.
Selama Ziarah tak kuasa Ayu menangis, namun ia berusaha menahannya sehingga ia menggigit bibirnya dan menangis dalam diam, hanya air matanya yang tak henti - hentinya mengalir.
Rashid merasa hatinya tersayat melihat penderitaan istrinya, tapi ia tak tahu apa yang harus dilakukannya. Tak ada kata - kata yang cukup untuk menghibur istrinya. Hanya pelukan yang menurutnya dapat menghibur istrinya dan memberitahunya tanpa kata - kata bahwa kini dia sudah memiliki keluarga baru yang walau tak dapat menggantikan sosok ayah, ibu dan saudaranya tapi kini dia memiliki suami yang tak kalah menyayangi dan akan menjaganya serta anak - anak mereka kelak.
Dalam pelukan Rashid, Ayu merasa bahwa suaminya dapat meredakan sedikit kesedihannya. Mereka tetap berpelukan sambil memanjatkan doa. Bahkan setelah selesai membaca doa kuburpun, Ayu masih mau berada di kuburan massal tempat orang tuanya dan saudaranya dikubur hingga 2 jam lebih lamanya.
Ayu dan Rashid pindah tempat karena sudah waktunya keluar dari sana. Awalnya Ayu tidak mau, tetap ingin berada di dekat batu besar itu, tapi Rashid membujuknya sehingga mau juga duduk di mobil setelah kakinya terasa keram akibat duduk terlalu lama.