Mereka tetap berada di Senja Lounge & Bar hingga malam hari, 2 jam lamanya mereka betah berada di sana hingga akhirnya ngantuk melanda, barulah mereka pulang ke Bungalow mereka.
Hanya 5 menit perjalanan mereka yang diantarkan pak Yana, sedangkan Maulida disuruh pulang duluan setelah mereka makan malam karena malam itu mereka tidak kemana - mana lagi, hanya tinggal pulang saja yang jaraknya dekat. Sedangkan Maulida tinggal di kota Mataram dan tidak baik seorang wanita pulang malam - malam, dan dia tidak mau ikut menginap di hotel tempat mereka menginap jadi diperbolehkan pulang duluan yang diantarkan pak Yana ke rumahnya.
Ketika sesampainya di hotel Kila Senggigi, sewaktu mereka sedang jalan menuju Bungalow tempat menginap, nada ringtone dari handphone Rashid berbunyi, setelah di cek nama penelepon di layar hpnya ternyata adiknya Fatima meneleponnya. Sudah 3x adiknya menelepon semenjak ia tiba di Indonesia dan baru kali ini adiknya menelepon yang keempat kalinya saat ia sudah menikah.
"Hallo.." baru satu kata yang diucapkan Rashid, adiknya memotongnya.
"Kakak.. Kakak jahat.." teriak Fatima dari seberang telepon hingga membuat pendengaran Rashid sakit sehingga ia menjauhkan teleponnya dari telinganya.
Setelah dirasa tak ada teriakan dari telepon, barulah Rashid menempelkan hpnya di telinganya lagi "Ada apa nelepon?" tanyanya
"Kakak kan sudah janji mau sering - sering telepon adikmu satu - satunya ini. Tapi janjimu palsu, huh" kata Fatima yang marah.
"Ya maafkan kakak, kakak lupa menelepon karena sibuk di sini" elak Rashid.
"Sibuk mulu alasannya, aku tahu kakak bohong. Di sana kakak malah menikah tanpa memberitahu siapapun, termasuk adikmu saudara kandungmu sendiri. Sedihnya tak dianggap" kata Fatima, lalu pura - pura menangis.
"Ah.. Seharusnya sudah ketebak, pasti infonya dari Tyas" tebak Rashid karena Tyas kenal dengan adiknya dan beberapa kali mereka terlibat dalam acara amal bersama.
"Tentu saja dari dia, dari siapa lagi? Mana mungkin pengawal dan kak Fahd akan memberitahuku karena mereka semua berpihak padamu. Kenapa kau tega begitu Kak? Pernikahan kan sesuatu yang sakral, kenapa keluargamu tidak diberitahu?" tanya Fatima yang sedih dan tiba - tiba menangis beneran karena dia merasa bahwa kakaknya tak menganggapnya sebagai saudara.
"Hei hei hei.. Kenapa nih puteri Fatima kok jadi cengeng begini? Sudahlah jangan ngambek donk! Toh sekarang juga sudah tahu kan" tanya Rashid sambil becanda.
"Kakak sih jahat..Hiks.." kata Fatima di sela tangisannya yang semakin pecah.
"Maafkan Kakak tidak memberitahumu. Bukannya kakak tidak mau beritahu tapi kalau diberitahu nanti seisi istana akan tahu karena kau kan tahu banyak mata - mata di sana. Akhirnya Ayah dan Ibunda akan tahu juga. Kakak takut mereka tidak akan merestui pernikahanku jadi kakak diam dulu dan langsung melangsungkan pernikahan tanpa sepengetahuan mereka" kata Rashid menjelaskan.
Setelah dipikir - pikir alasan dari kakaknya, barulah Fatima mengerti dan mulai memahami situasi kakaknya sehingga tangisannya semakin berhenti.
Setelah dirasa adiknya berhenti menangis, Rashid berkata lagi "Mau kan Fatima memafkan kakak?" tanya Rashid membujuk.
"Baiklah, kakak memang benar. Tadi Fatima hanya sedih saja bahwa kakak tak menganggap Fatima sebagai saudara sehingga tidak diberitahu kabar gembira ini. Tapi jangan khawatir kak, Fatima sendiri kok, tidak ada siapa - siapa di sini" kata Fatima.
"Jadi sekarang setelah tahu, mau kan Fatima merestui hubungan kakak?" tanya Rashid.
"Tentu saja Fatima sangat setuju. Tadinya malah Fatima takut bahwa kakak itu seorang Gay karena kakak selalu dingin terhadap wanita manapun, bahkan tak pernah sekalipun punya pacar. Padahal zaman modern kaya gini apalagi kakak tinggal di luar negeri yang menghalalkan seks bebas malah gak dimanfaatin oleh kakak" kata Fatima.
"Hush kamu anak kecil ngomong apa?" kata Rashid.
"Hei..Siapa yang anak kecil? Di mata Kakak, Fatima selalu dianggap anak kecil, padahal umur kita tidak beda jauh" protes Fatima.
"Tapi tetap saja di mata kakak, Fatima masih terlihat anak kecil. Ketika Ibu melahirkanmupun, aku berada di sampingnya.." Rashid menjadi terdiam dan tidak melanjutkan kata - katanya.
Fatima tau apa maksud dan kelanjutan kata - kata kakaknya, bahkan mengerti bahwa kata - kata kakaknya itu mengingatkannya akan kematian ibu mereka setelah berjuang melahirkannya ke dunia ini sehingga membuat kakaknya menjadi sedih.
"Maafkan aku Kak, gara - gara Fatima, kakak jadi sedih" kata Fatima dengan suara kecil.
"Tidak apa - apa. Kau benar, Kakak memang jahat, dan kakak bukanlah kakak yang baik yang selalu ada di sisimu selama ini sehingga kamu menjadi kesepian" kata Rashid.
"Tidak kok, walaupun kita jarang bertemu, tapi kakak sayang Fatima. Dan Kakak juga pasti akan menjemput Fatima kalau ibunda jahat menyakitiku. Tapi nyatanya Ibunda tak sejahat itu kok, beliau hanya mendisiplinkan Fatima saja. Dan kakak Khalid juga suka membelaku kalau Ibunda sangat marah atas kelakuanku yang nakal" kata Fatima.
"Terima kasih atas pengertiannya" kata Rashid.
Mereka terdiam beberapa saat hingga Fatima memecah keheningan.
"Karena kakak sudah merahasiakan pernikahan kakak dan sekarang terbongkar, jadi kakak harus dihukum!" kata Fatima dengan nada pura - pura marah dan ngambek.
"Baiklah, apa hukumannya?" tanya Rashid.
"Kakak harus memperkenalkannya lewat video call! Fatima ingin melihat secara langsung wanita mana yang telah berhasil menaklukan hati kakakku yang dingin terhadap setiap wanita" kata Fatima.
"Kakak tanya dulu ya ke kakak iparmu ya" kata Rashid.
"Memangnya kenapa?" tanya Fatima.
"Kakak takut dia belum siap. Nanti kakak beri kabar lagi ya, oke. Bye" kata Rashid, tanpa menunggu tanggapan adiknya segera menutup telepon.
Kata - kata yang akan diucapkan oleh adiknya tak jadi diucapkan. Jadi mau tak mau harus menunggu kelanjutannya dari kakaknya. Awas saja kalau sampai berhari - hari tak memberinya kabar, maka akan terus ditelepon kakaknya setiap hari hingga ia melihat kakak iparnya yang membuatnya sangat penasaran. Mudah - mudahan kakaknya tak salah pilih wanita yang hanya mengincar kedudukan dan status kakaknya yang sangat sempurna itu.
Selama Rashid menelepon adiknya, tak terasa mereka telah sampai di Bungalow dan ia duduk di teras masih terus menelepon adiknya.
Sedangkan Ayu meninggalkan Rashid yang masih menelepon di teras, untuk mandi lalu shalat dan siap - siap tidur. Sebelum memejamkan mata, Rashid masuk ke dalam Bungalow.
"Sudah mau tidur?" tanya Rashid.
"Ya.. Su..dah ngantuk.. seka..li.. Huam.." kata Ayu terputus - putus akibat bicara sambil menguap.
"Kalau bicara sebentar dengan adikku, bisa?" kata Rashid.
"Besok aja gimana?" kata Ayu yang matanya sudah sangat mengantuk.
"Adikku inginnya segera sih, tapi Sayang kasihan sekali, kelihatan sangat mengantuk dan cape. Ya sudah deh besok aja" komentar Rashid.
Disimpankannya hapenya di atas meja lampu tidur samping ranjang. Baru saja disimpan, tiba - tiba hapenya berbunyi. Ternyata dari adiknya yang mengajaknya video call. Ayu pun melirik layar hp suaminya.
"Angkatlah" saran Ayu.
"Tapi bukankah Neng inginnya besok saja?" tanya Rashid.
"Tak apa - apa" kata Ayu meyakinkan Rashid.
"Baiklah kalau begitu" kata Rashid.
Akhirnya diangkatnya handphonenya dan diterima panggilan videonya.
"Hallo kakak.." sapa Fatima di video yang handphone Rashid hanya mengarah kepadanya saja dalam jarak dekat.
"Hallo juga adik nakal yang gak sabaran" sapa Rashid balik.
"Habisnya kakak lama sih, Fatima kan penasaran banget dengan kakak ipar" kata Fatima membela diri dan wajahnya cemberut bagaikan anak kecil tidak diberi permen padahal permennya ada di depan mata.
Ayu yang melihat adik iparnya kelihatan sedih merajuk, jadi tak tega. Segera diambilnya kerudung lalu menghampiri Rashid.
"Ke arah sini hpnya Bang!" perintah Ayu.
Maka hpnya diarahkan semakin tinggi sehingga Ayu dan dirinya dapat terlihat di layar.
"Perkenalkan ini kakak iparmu, nama lengkapnya Eneng Ayu Duschenka binti Hendra" kata Rashid yang tangannya menunjuk ke arah Ayu.
"Dan ini adikku Fatima binti Ali Al Muhtarom" kata Rashid.
"Hallo.. Panggil saja namaku Ayu" sapa Ayu.
"Hallo kakak Ayu. Bagaimana kabarnya? Maaf ya malam - malam begini video call mengganggu waktu kalian tidur" kata Fatima.
"Sudah tau mengganggu tapi masih nekad video call" keluh Rashid.
"Kakak.." kata Fatima.
"Kenapa? Memang kenyataannya begi Aw.." kata Rashid terhenti karena Ayu menyikut pinggang Rashid dengan sikunya.
"Jangan ngebully Fatima! Dia itu adik iparku" bela Ayu.
"Hei.. Baru saja berkenalan tapi sudah berpihak padanya. Harusnya Neng berpihak pada suamimu ini" protes Rashid.
"Hore.. Akhirnya ada pihak yang berani membelaku dan melawan kakak. Rasakan itu!" kata Fatima ke Rashid.
"Makasih ya Kakak Ayu" kata Fatima ke Ayu dengan nada senang.
"Sama - sama" balas Ayu.
"Wow kakak Ayu memang sangat cantik. Pantesan kakakku klepek - klepek tak berkutik, menyerah akan masa lajangnya dan segera mempersunting kak Ayu" puji Fatima.
"Siapa yang cantik? Kondisi tak bermakeup dan mau tidur begini" elak Ayu.
"Justru waktu tak bermakeup saja sudah cantik, bagaimana kalau bermakeup dan memakai pakaian bagus, pasti paling unggul diantara wanita lainnya. Kakakku memang tak salah pilih" puji Fatima.
"Bisa saja Dik Fatima" elak Ayu.
"Huh bisaan aja mujinya, biar punya pihak yang membelamu ya dari kakak?" tuduh Rashid kepada adiknya.
"Benar ko gak bohong, kak Ayu memang cantik. Tapi termasuk itu juga sih. Hehehe" kata Fatima akhirnya malu mengakuinya.
"Tuh kan. Sekarang sudah lihat kan kakak iparmu, kita mau tidur dulu. Jangan ganggu pengantin baru di waktu malam ya! Kakak mau Ayang - ayangan dulu sama kakak iparmu dulu nih" kata Rashid.