Tak lama mereka turun dari pesawat yang hanya 5 anak tangga saja dan jalan kaki menuju mobil jemputan yang telah menunggu mereka di dekat landasan pesawat berhenti, hanya jarak 100 meter antara pesawat dan mobilnya. Mereka dijemput oleh mobil Toyota Alphard. Selain mobil, disediakan juga seorang pemandu wisata dan supir bernama mba Maulida dan pak Yana.
Maulida dan Yana duduk di posisi jok depan, Ayu dan Rashid di jok tengah, serta Mat dan Ahmad di kursi jok belakang. Sebenarnya mereka disediakan 2 mobil, tapi Mat dan Ahmad malah memilih satu mobil dengan Rashid sehingga hanya satu mobil yang terpakai.
Maulida menjelaskan bahwa ada tempat yang bagus untuk menikmati matahari tenggelam bernama Bukit Merese Lombok yang jaraknya tak jauh dari bandara hanya 30 menit perjalanan. Maka mereka semua langsung menuju kawasan itu.
Daerah sekitar kawasan bukit itu merupakan daerah yang jarang terdapat pohon hijau yang tinggi, hanya perbukitan yang tak terlalu tinggi dengan hamparan rerumputan yang kering kecokelatan, dibalik bukit menyuguhkan pemandangan laut yang indah.
Jarak tempat parkir mobil dan naik ke bukitnya tak jauh sehingga tidak butuh waktu lama untuk sampai ke atas bukitnya. Banyak penduduk setempat yang usianya masih muda bahkan anak - anak yang mendekati mereka dan menawarkan jasa fotografer. Tapi anehnya mereka tak memiliki kamera sendiri, kameranya dari hp wisatawan.
Awalnya Ayu curiga jangan - jangan mereka pencuri hp ketika pemilik hp lengah, mereka akan kabur membawa kameranya. Tapi ketika mba Maulida melihat raut wajah Ayu, ia mengerti dan membisikan sesuatu di telinga Ayu "Maaf mba Ayu, mereka orang baik yang hanya mencari rizki dari jasa tukang foto para wisatawan" jelas Maulida.
Ayupun menjawab dengan suara kecil "Oh begitu ya mba? Tapi kalau sekedar memfoto di kamera hp sendiri juga kita bisa kan?" tanya Ayu.
"Jangan salah lho mba Ayu, walaupun mereka kebanyakan tidak memiliki hp canggih, tapi mereka tahu trik memfoto yang bagus seperti kameramen profesional" kata Maulida.
"Masa sih?" tanya Ayu agak meragukan kemampuan mereka.
"Tapi okelah, daripada mereka mengemis langsung, lebih baik usaha sesuatu" kata Ayu.
Rashid yang menelepon daritadi semenjak mereka dalam perjalanan, dan masih di dalam mobil ketika mereka telah tiba, akhirnya selesai juga telponnya lalu keluar mobil yang paling terakhir.
Rashid kaget melihat Ayu dikelilingi oleh orang asing, lalu segera mengeluarkan dompetnya untuk mengambil uang karena ia kira mereka adalah pengemis. Tak ada uang recehan, uang paling kecil yang ada di dalam dompet berupa Rp 50 ribu dan mengambil 4 lembar uang itu.
Sebelum Rashid menyerahkan uangnya ke orang yang ada di dekat Ayu, Ayu melihatnya dan mencegatnya. Dibisikinya Rashid "Banyak sekali uangnya" protes Ayu.
"Biarkan saja, namanya juga bagi - bagi rizki. Mereka pengemis kan?" tanya Rashid.
"Bukan.. Mereka adalah fotografer kampung yang menawarkan jasanya untuk memfoto kita di sini" kata Ayu.
"Fotografer? Kameranya mana?" tanya Rashid.
"Handphone kita. Setidaknya mereka berusaha mencari nafkah dengan keahlian yang mereka miliki" kata Ayu.
"Baguslah, aku paling suka mereka berusaha kerja daripada mengemis. Berapa tarif mereka?" tanya Rashid.
"Entahlah. Tanya saja mba Maulida" kata Ayu.
Ayu bertanya dan Maulida menjawab "Bayarnya seikhlasnya saja" katanya sambil tersenyum.
"Oh.." kata Ayu.
Dengan suara agak keras, Rashid berkata "Okelah kalau begitu, siapa yang punya kemampuan foto yang paling bagus di sini?" tanya Rashid kepada penduduk lokal.
Semua serempak menjawab "Saya.."
"Wah jadi bingung nih milihnya" kata Ayu.
"Sayang mau beri berapa bayar ke orang yang akan memfoto kita?" tanya Rashid.
"Berapa ya? Bingung. Mungkin Rp 50 ribu" jawab Ayu
Dengan suara keras, Rashid berkata "Kalau begitu, semua foto bergiliran saja, tiap orang akan mendapatkan Rp 50 ribu. Kalau hasilnya puas maka akan diberi bonus 3x lipat"
Ayu yang mendengarnya hanya terbengong - bengong. "Abang, apa Abang engga salah? Rp 50 ribu perorang? Mereka jumlahnya ada 8 orang lho" bisik Ayu di telinga Rashid.
"Gak apa Sayang, itung - itung kita beramal. Kau lihat sendiri kan, sekarang hari biasa jadi sekarang disini sepi dengan pengunjung" kata Rashid.
"Kata siapa weekend disini rame? Sok tahu aja" kata Ayu.
Maka Rashid bertanya langsung ke Maulida dan dijawab "Memang benar, jika weekend dan hari libur sekolah serta hari libur nasional, disini rame pengunjung disaat jam - jam saat matahari terbit dan terbenam, seperti sekarang ini. Kita kebetulan tiba disaat yang paling bagus" jawab Maulida.
"Tuh kan bener.. Kalau kita pelit, kasihan keluarga mereka akan makan apa kalau kita gak bagi - bagi rizki kita. Harta hanyalah titipan Allah SWT" kata Rashid.
"Maaf, bukan maksud Neng begitu, tadi rasanya berlebihan saja kalau semua orang disewa jasanya" kata Ayu.
"Kalau sekarang?" tanya Rashid.
"Okelah, terserah Abang saja" kata Ayu yang akhirnya setuju.
"Terima kasih ya Sayang atas pengertiannya" kata Rashid. Diciumnya kening Ayu lalu mereka berdua saling tersenyum.
"Baiklah, ayo semua tunjukan spot foto yang bagus" kata Rashid dengan nada agak tinggi.
Lalu mereka semua semangat menunjukan spot foto yang bagus dengan trik kamera yang hasilnya memang bagus seperti fotografer profesional saja.
Mba Maulida bersama kru timnya yang lain sudah mempersiapkan 2 tikar untuk mereka duduk - duduk menikmati matahari tenggelam karena di sana tak ada saung atau kursi untuk mereka duduki. Timnya sudah tiba terlebih dahulu, mempersiapkan jagung bakar dan kelapa muda untuk mereka nikmati karena tidak ada pedagang yang berjualan disana.
Ayu yang baru sampai di puncak tebing, terkesima akan keindahan pemandangan pantai dan laut di depannya serta perbukitan kecil lain di sekeliling mereka. Rumputnya sayangnya kurang bagus, kekeringan sehingga berwarna cokelat.
"Apakah disini rumputnya selalu kuning?" tanya Ayu kepada Maulida.
"Oh tidak mba Ayu, kalau mba datang di musim hujan antara Desember-Februari maka rumputnya akan berwarna hijau. Tapi karena sekarang kemarau berkepanjangan jadi rumputnya kekeringan seperti ini" kata Maulida.
"Oh.. Walaupun begitu, disini masih tetap indah kok" kata Ayu.
"Sayang.. Ayo ke sini! Kita abadikan momen sunsetnya sebelum telat mataharinya benar - benar tenggelam" teriak Rashid dari jauh yang menemukan spot foto yang bagus.
Ayu bergegas mendekati Rashid, dan mereka berdua menjadi sibuk foto - foto di tiap sudut bukit dengan fotografer yang berganti - ganti. Mereka berdua menurut saja sesuai arahan fotografer, ada gaya sedang meniup cahaya matahari yang bulat orange kemerahan yang seolah mataharinya berada di tangan, ada gaya mereka berpegangan tangan membentuk love dengan cahaya matahari berada di tengah - tengahnya, gaya bagaikan mendorong matahari dengan sekuat tenaga, ada gaya seperti mengeluarkan kekuatan super dengan lawan yang terpental ke belakang, ada juga gaya duduk bersila bagaikan dewa dengan sinar matahari di atas kepala mereka, bahkan gaya bagaikan mengambil cahaya matahari dengan gaya membungkuk ataupun di zoom hanya tangannya saja saat kondisi matahari hampir tenggelam.
Setelah puas foto - foto, mereka semua beristirahat duduk beralas tikar menikmati keindahan pantai di bawah mereka saat matahari terbenam dengan langit didominasi warna orange kemerahan sehingga tampak lebih menawan. Gulungan ombaknya tidak berisik sehingga suasana terasa amat damai.
Mereka menikmati cemilan jagung bakar hangat yang baru dibakar, dan minumnya kelapa batok murni. Makanannya banyak dan tak mungkin habis dimakan semua, maka dibagi - bagikan ke semua orang yang berada di sana termasuk penduduk lokal yang memfoto mereka.
Tempat duduk Ayu dan Rashid agak terpisah dengan yang lain supaya mereka dapat menikmati dunia bagaikan milik berdua.
(yang lain ngontrak ya, catet!) :p
Ketika Ayu melihat ke arah langit, terlihat drone yang melayang di atas mereka. Ia lalu melihat ke segala arah, siapa yang mengendalikan dronenya. Ternyata mba Maulida yang mengendalikan remote control dronenya. Lalu dibisikinya Rashid supaya melihat ke atas langit dan mereka melambaikan tangan ke arah drone yang memvideokan kegiatan mereka dari atas langit.
Sesekali mereka melihat - lihat hasil karya foto amatir penduduk lokal yang ternyata memang tak kalah jauh dari hasil foto para fotografer profesional. Hasilnya bagus - bagus, Ayu sendiri malah heran sendiri, dirinya bisa kalah dari anak kecil dalam hal fotografi yang sebelumnya ia anggap remeh kemampuan mereka.
Mereka tertawa - tawa melihat gaya mereka dengan aksi yang konyol bagaikan anak kecil. Ayu senang, kalau seperti ini Rashid terlihat seperti anak kuliahan yang kelakuannya masih konyol.
Sewaktu Rashid melihat tatapan takjub istrinya, ia berkomentar "Tidak menyangka ya kemampuan fotografi mereka bagus, padahal tadi kebanyakan anak - anak. Jadi sekarang kau mengerti kan, jangan meremehkan orang lain walaupun tampang mereka tidak meyakinkan"
"Abang juga sebelumnya ragu kan dengan kemampuan mereka? Bahkan awalnya dikira pengemis. Hayo ngaku!" kata Ayu yang menyudutkan Rashid.
"Iya deh, Abang ngaku kalau Abang juga termasuk yang meragukan kemampuan mereka" kata Rashid.
"Tuhkan, makanya jangan sok menasehati orang kalau dirinya begitu juga" kata Ayu.
Tangan Ayu ditarik pelan Rashid dan diarahkan ke bibirnya, diciumnya jari jemari Ayu "maafin Abang ya" kata Rashid setelah mencium jemari tangan Ayu.
"Iya sudah. Yuk ah berangkat lagi, dijalan cari masjid untuk shalat magrib dulu.
Sewaktu mereka siap - siap pergi lagi, Ayu bertanya kepada kru tim Maulida, ternyata mereka adalah penduduk lokal dan pendatang yang menetap di Lombok dengan mata pencaharian sebagai guide turis wisata yang standby di Lombok. Mereka bekerjasama dengan beberapa perusahaan jasa wisata termasuk perusahaan Jet yang Rashid sewa.
Mereka yang akan mengurus semua fasilitas Ayu dan Rashid selama berlibur di Lombok sehingga liburan mereka akan berkesan dan selalu teringat menjadi momen kenangan yang tak terlupakan.