Chereads / Terjerat Kawin Kontrak / Chapter 61 - Keluhan Ayu

Chapter 61 - Keluhan Ayu

Keesokan harinya Ayu terbangun jam 11 siang oleh cahaya matahari yang menyinari kamarnya.

"Aduh.. Tutup lagi donk hordengnya!" kata Ayu dengan kesal, waktu tidurnya jadi terganggu.

"Siang Sayang.. Bangun donk! Matahari sudah muncul dari tadi lho. Sayang kan tidurnya sudah lama, jadi sekarang waktunya bangun. Tadi pagi juga gak sarapan, masa sekarang makan siang dilewatin juga. Apalagi tadi malam sudah kerja keras lho, olahraga ranjang hingga 3 jam lebih, pasti sekarang kelaparan banget" tebak Rashid.

Dan benar saja, langsung terdengar keras suara yang berasal dari dalam perut Ayu.

"Tuh kan, cacing - cacing di perutnya udah pada demo. Ayo segera cuci muka lalu kita makan bareng. Abang tunggu ya di sini" kata Rashid yang menyiapkan makan siang mereka di meja makan kecil yang diletakan di beranda kamar mereka.

Perut Ayu berdemo karena ia mencium masakan yang menggiurkan. Ketika ia menyibakkan bed cover yang menutupi tubuhnya, dan kakinya turun dan menjejakan kakinya di lantai berkarpet, tiba - tiba kakinya lemah tak kuat menopang tubuhnya sehingga Ayu terjatuh ke lantai.

"Aduh" kata Ayu beserta suara gedebuk ketika terjatuh. Untung saja lantainya berkarpet, kalau tidak maka akan sakit rasanya.

Rashid yang sedang menyusun makanan di meja makan di beranda, mendengar suara Ayu. Segera masuk kamar dan menghampiri Ayu.

"Ada apa Sayang kok bisa jatuh?" tanya Rashid dengan nada kuatir.

"Gak tahu, tiba - tiba gak ada tenaga" kata Ayu.

"Tuh kan apa kubilang, Neng pasti kelaparan dan lemas. Langsung aja yuk kita makan" Ajak Rashid.

"Itu gara - gara kau sejak terbangun dari mimpi, jahil terus dan gak ngebiarin Neng tidur lagi hingga subuh jadinya bangun kesiangan deh dan gak ada tenaga nih" keluh Ayu.

"Hahaha.. Suruh siapa menantang Abang" kata Rashid dengan nada bangga.

Ketika Ayu bangkit dengan bantuan Rashid yang menahan tubuhnya supaya tak jatuh, Ayu mencoba melangkahkan kakinya. Tapi tiba - tiba ia merasakan sakit dibagian selangkangannya.

"Adududuh.. Sakit.." keluh Ayu yang terjatuh kembali ke lantai tapi ditangkap Rashid lalu diangkatnya tubuh Ayu dan digendongnya ke sofa terdekat. Didudukinya Ayu di sofa berbahan kulit, sedangkan Rashid jongkok di depannya sehingga mata mereka saling menatap.

"Sakit mananya Sayang?" tanya Rashid dengan nada khawatir.

Ayu hanya menggigit bibir tanpa menjawab.

"Sayang.. Kalau Neng menggigit bibirmu, nanti Abang kira itu sebagai pertanda Neng sedang menggoda Abang lho. Jadi cepat katakan, kamu sakit dibagian mana? Kalau tidak bilang, Abang panggil dokter ke sini" kata Rashid.

"Eh tunggu! Jangan panggil dokter! Tidak perlu" kata Ayu cepat - cepat memegang tangan Rashid untuk menghentikan gerakan Rashid yang akan berdiri.

"Kalau begitu, apa?" tanya Rashid lagi.

"Anu.. Sakit dibagian selangkangan" kata Ayu akhirnya dengan nada kecil dan mukanya yang merah bagaikan tomat.

"Astaga.. Ternyata itu. Hahaha" tanggapan Rashid.

"Ikh.. Tega banget sih malah diketawain lagi. Ini juga kan gara - gara Abang yang jahat menggempur Neng habis - habisan. Sekarang kewanitaan Neng kerasa ngilu nih. Gimana kalau Neng jadi gak bisa jalan lagi? Mau tanggung jawab?" kata Ayu dengan galaknya.

"Mau mau mau.. Tak masalah Neng gak bisa jalan lagi. Malahan senang jadi Neng diam dirumah saja, gak keluyuran keluar rumah memperlihatkan kecantikannya yang dapat dinikmati tiap pria yang memandangnya" kata Rashid.

"Dasar posesif" kata Ayu.

"Memang. Neng kan sekarang milikku jadi Abang harus jaga baik - baik jangan sampai Neng tergoda apalagi direbut oleh pria lain" kata Rashid dengan nada menggoda bahkan mengedipkan sebelah matanya.

"Begitukah Neng bagimu bagaikan barang milik yang harus disimpan?" kata Ayu yang malah salah mengartikan godaan Rashid.

"Tunggu tunggu, bukan maksudku begitu. Tadi hanya menggoda saja. Neng ini terlalu diambil serius, santai sajalah. Nikmatilah hidup!" kata Rashid yang berusaha mencairkan kesalahpahaman mereka.

"Hidupku memang berat, mana mungkin dapat menikmati hidup? Dapat bertahan hidup saja sudah syukur" kata Ayu yang malah menangis setelah mengucapkannya.

"Hush.. jangan menangis donk Sayang!! Maafkan abang yang gak peka mengenai perasaan dan kondisi Neng. Maka mulai sekarang Neng beritahu Abang semua hal yang dialami Neng dan perasaan yang dirasakan beserta keluh kesahnya dan protesnya kalau Neng ada hal yang tidak suka ya!. Biar Abang tahu bagaimana cara membahagiakan Neng" kata Rashid dengan sungguh - sungguh.

"Hanya janji semu saja" tanggapan Ayu

"Benar, sungguh. Kalau Neng gak bilang, mana mungkin Abang tahu apa yang dirasakan Neng" kata Rashid.

"Kau janji?" tanya Rashid.

"Baiklah" jawab Ayu dengan pesimis.

Tangan kanan Ayu ditarik Rashid dan dikaitkannya jari manis Ayu dengan jari manisnya.

"Apa - apaan ini?" tanya Ayu

"Bukankah ini sebagai tanda mengikat janji di sini?" tanya Rashid.

"Seperti anak kecil saja. Tapi bagaimana Abang bisa t ahu?" tanya Ayu.

"Tentu saja tahu. Dulu ketika usiaku 3 tahun, ibuku mensahkan janji seperti ini supaya Abang tidak nakal lagi" kata Rashid yang mengingat sepenggal kenangannya bersama ibunya.

"Memangnya waktu kecil Abang nakal?" tanya Ayu.

"Tentu saja nakal, bahkan ayahku yang raja saja sampai menyerah dengan kelakuan kenakalan Abang" kata Rashid yang kepalan tangannya menepuk dadanya sendiri sambil menampilkan ekspresi kemenangan.

"Huh nakal aja kok bangga sih" kata Ayu yang menampilkan ekspresi geli menahan tawa.

"Iya donk bangga" kata Rashid sambil nyengir.

Ayu ingin membalas perkataan Rashid tapi perut Ayu berbunyi kruyuk lagi.

"Wah cacing - cacingnya sudah gak sabaran nih. Yuk kita makan" kata Rashid. Maka diambilnya kardigan panjang milik Ayu lalu dipakainya ke tubuh Ayu. Walaupun Ayu memakai daster panjang, tapi Rashid takut angin di beranda tertiup kencang.

Lalu digendongnya Ayu ke beranda yang sudah tersedia makan siang mereka dengan menu ayam bakar dan sambel lalabnya untuk dinikmati. Mereka menyantap makan siang sambil menikmati pemandangan pegunungan alam yang indah. Dan benar saja lokasi hotel mereka tersedia lapangan golfnya yang berlokasi tak jauh dari hotel dengan 3 kolam renang outdoor di halaman depan hotel.

Lokasi hotel mereka terpencil jauh dari keramaian penduduk sekitar sehingga hotel mereka bagaikan menyatu dengan alam. Walaupun begitu, terlihat hotelnya ramai dengan tamu pengunjung. Pasti mereka memilih hotel ini sebagai tempat istirahat mereka dari kejenuhan hiruk pikuk kota besar.

Ayu menjadi bertanya - tanya berapa besar harga membeli hotel ini? Pasti tidak sedikit.

"Kapan membeli hotel ini?" tanya Ayu.

"3 hari yang lalu" kata Rashid sambil mengunyah makanannya.

"3 hari? Cepat sekali prosesnya. Tapi jika dilihat dari pengunjung tamu hotel, sepertinya hotel ini tidak mengalami kebangkrutan sehingga harus dijual" komentar Ayu.

"Memang tidak. Bagaimana Neng bisa tahu?" tanya Rashid.

"Tamunya banyak. Kalau begitu Abang beli hotelnya walaupun tidak dijual? Berarti mahal donk, secara pemilik sebelumnya tak berminat menjualnya. Bagaimana caranya Abang berhasil bisa membelinya?" tanya Ayu yang semakin penasaran.

"Gampang. Ada uang ada barang. Pemiliknya tergiur dengan uang yang ditawarkan" kata Rashid dengan entengnya.

"Berapa harga membeli hotel ini?" tanya Ayu.

"Mata uangnya apa dulu?" tanya Rashid.

"Rupiah, malas ngitung lagi kalau dalam mata uang lain" jawab Ayu.

"10 trilyun" jawab Rashid.

Sendok dan garpu yang sedang dipegang Ayu terlepas dari tangan. "Serius sepuluh trilyun rupiah? Bukannya sepuluh milyar rupiah?" tanya Ayu.

"Benar trilyun, memangnya kenapa?" tanya Rashid.

"Hah Abang nanya kenapa? Itu harga yang gila - gilaan mahal sekali. Abang waras kan?" Ayu berdiri dari tempat duduknya dan meletakan telapak tangan kanannya dijidat Rashid memeriksa suhu panas tubuhnya.

Meja makan mereka kecil hanya berdua sehingga tangan Ayu dapat menjangkau jidat Rashid yang berada di hadapannya.

"Kenapa sih Sayang? Abang sehat kok" kata Rashid.

"Habisnya membeli hotel dengan harga trilyunan dianggap hal biasa. Tapi bagi Neng itu sudah diluar nalar" komentar Ayu.

"Terlalu mahal ya?" tanya Rashid.

"Lah iyalah.. Abang rugi beli hotel ini dengan harga segitu. Jangan hambur - hamburkan uang! nanti abang cepat jatuh miskin lho gara - gara kehabisan uang" teriak Ayu.

"Tenang saja Sayang, bisnis hotel ini menjanjikan apalagi dengan hotel bintang 5 dengan luas 450 hektar, cocok bagi tamu yang ingin keluar dari aktifitasnya yang sibuk dan mengasingkan diri dari hiruk pikuk kota besar maupun dari negara gersang yang mencari pepohonan rindang dan air yang terus mengalir. Hanya promosi saja yang perlu diperbanyak, dengan tamu - tamu hotel dari seluruh manca negara, hotel ini akan menghasilkan banyak uang. Uang yang dibelipun akan cepat kembali bahkan menghasilkan keuntungan besar" penjelasan Rashid mengenai bisnis.

"Pantesan disekitar sini sedikit penduduknya, sehingga keasrian alamnya lebih terasa, ternyata luasnya 450 hektar. Tapi tetap saja kemahalan" kata Ayu yang masih kesal dengan kelakuan Rashid yang boros.

"Makasih ya, Neng sudah mengkhawatirkan kondisi keuangan kita. Nanti Abang akan tanya dulu ke Neng kalau membeli sesuatu" kata Rashid

"Memang benar pepatah baru, horang kaya mah bebas.." ledek Ayu.

"Memang" jawab Rashid sambil lalu.

"Aish.." komentar Ayu yang kehabisan ejekan karena pasti akan dijawab enteng olehnya.

Selanjutnya mereka makan dengan diam hingga semua makanan yang ada di meja makan, habis tak bersisa.