Torak mencondongkan tubuhnya bibir Rina, yang membuat mereka berdua tersenyum sensasi dari sentuhan mereka.
"Ikuti aku," Torak berkata dengan santai sambil berjalan melewati Stephan.
Tubuh Stephan menolak perintah itu, tapi dia tahu, dia akan berakhir lebih buruk lagi apabila dia tidak mengikuti sang Alpha.
Maka dari itu, dengan sangat enggan, dia menyeret tubuhnya menuju ke lantai dua, berjalan beberapa langkah di belakang Torak dengan kepala menunduk.
Keributan di lantai atas sepertinya sudah berkurang ketika mereka berjalan mendekat, suara teredam geraman dan raungan dapat terdengar.
Seolah Torak telah mengumumkan kehadirannya, seseorang telah membuka pintu pada saat torak datang.
Di dalam kamar, dimana buku-buku dan pecahan-pecahan kaca berserakan di lantai, tiga penjaga dan Reynolds telah ditahan, dengan dua lycan berada di sisi kiri dan kanannya.
Torak kemudian duduk di atas sebuah kursi berlengan yang terlihat nyaman dan eksklusif, menghadapi kelima manusia naga, yang telah ditundukkan di hadapannya. Dia menyilangkan kakinya dan mengistirahatkan dagunya dengan malas, tapi matanya nya segelap langit malam.
"Lord Reynold…" Torak memanggil namanya lamat- lamat.
"Alpha Torak." Reynold menatap mata Torak dengan dengan keras kepala walaupun suaranya gemetar. Seorang pemimpin Naga sejati yang sepadan dengan status yang dia emban.
"Aku pikir kamu tahu kenapa aku membuang- buang waktuku disini." Suara Torak yang dalam bergema ke seluruh penjuru ruangan.
"Aku tidak tahu dan aku tidak ingin bertemu denganmu." Bahu Reynolds bergetar ketika dia mengatakan hal ini dengan gamblang. "Setelah ratusan tahun, kaummu telah membatasi pergerakan kaumku, kamu pikir aku mau melihatmu?!"
"Kamu bukan orang yang berhak bertanya di ruangan ini." Torak berdiri, tubuhnya memancarkan aura yang mengerikan karena ke kurang ajaran Reynolds. "Aku ingin penjelasan dari ini."
Torak menjentikkan jarinya dan sesuatu yang sangat kecil berkilauan di udara sebelum akhirnya mendarat tepat di hadapan Reynold.
Sang pemimpin naga mengguncang tubuhnya untuk menjauhkan kedua lycan yang tengah menahannya. Dengan sebuah tanda dari Torak, mereka akhirnya melepaskan Reynolds.
Reynold mendengus dan melotot ke arah mereka berdua.
"Aku tidak mempunyai banyak waktu untuk mendengarkan keluhanmu!" Torak membentak sang pemimpin Naga, yang masih tidak mau memeriksa sisik naga dihadapannya. "Salah satu dari orangmu telah membunuh orangku dan membahayakan pasanganku."
Reynold membelalak pada TOrak sebelum akhirnya dia mengambil sisik emas dari lantai, benda itu berkilauan dibawah cahaya lampu seraya mata Reynold berbinar dengan pemahaman.
Setiap sisik memiliki polanya masing- masing yang dapat dikenali dengan mudah bagi sesama manusia naga, jadi sangat tidak mungkin bagi Reynold untuk mengatakan kalau dia tidak mengetahui hal ini.
"Aku tidak tahu," Reynold berkata dengan sombong.
Sebuah senyuman licik terukir di bibir Torak, ini adalah jenis senyuman yang tidak ingin kau lihat. Mata Torak semakin menggelap dan sedikit berkabut ketika salah satu Lycan, yang tadi memegang Reynold, melangkah maju.
Dia bergerak begitu cepat dan tidak terduga, hanya ketika Reynold merasakan rasa sakit yang luar biasa tidak terkira di tangan kanannya, barulah dia menyadari kalau dia telah kehilangan lengannya itu.
Torak telah memerintahkan salah satu pejuangnya untuk memotong tangan sang pemimpin Naga!
Sebuah teriakan mencekam berdering ke sepanjang manor ini, jeritan yang mengerikan, dan ketika salah satu lycan menutupi mulutnya, sebuah geraman yang ganas terdengar dari Reynolds.
"Berhenti berteriak atau aku akan memotong tanganmu yang satunya lagi. Pasanganku berada di lantai bawah dan dia masih sedikit terguncang karena insiden belum lama ini yang melibatkan kaummu." Torak memperingatkan Reynold.
Ancaman tersebut terbukti mampu untuk membuat raungan Reynold sedikit mereda, tapi erangan penuh kesakitan masih dapat terdengar di kamar ini.
Sementara itu, di lantai bawah.
Raine memalingkan kepalanya sambil menatap ke lantai atas saat dia mendengar suara teriakan itu, matanya yang indah membelalak dengan rasa takut seraya dia berdiri dan berlari menuju Calleb.
"Tidak apa- apa Luna, tidak apa- apa…" Sang Gamma mencoba untuk menenangkannya dengan mengusap punggungnya seperti apa yang selalu Torak lakukan.
Namun, sangat tampak jelas apa yang dia lakukan memiliki dampak yang sama sekali berbeda. Raine menatapnya dengan wajah penuh tanya, air mata mulai menggenang di matanya.
"Ugh," Calleb menggaruk kepalanya dengan bingung. "Apa yang ingin kamu tanyakan Luna? Aku tidak mengerti arti dari tatapanmu itu…" dia bertanya dengan sangsi.
Raine kemudian mengetikkan sesuatu di ipad dan menunjukkannya pada Calleb.
[Aku ingin melihat Torak!]
"Ugh… sebaiknya kamu tidak melihatnya sekarang…" sangat baik bagi Raine dan juga bagi Calleb. "Pemandangan disana, bukanlah hal yang ingin kamu lihat…" Calleb menambahkan dengan hati- hati.
Raine menggigit bibirnya, ingatan saat Torak mengamuk masih sangat segar dalam kepalanya.
[Bagaimana kalau dia terluka?]
Membaca pertanyaan Raine, Calleb tidak tahu apakah dia harus menangis atau tertawa. "Sang Alpha terluka? Sangat tidak mungkin Luna… tidak mungkin…" Calleb mengibaskan tangannya dengan malas, sangat sulit membayangkan Torak akan terluka di situasi seperti ini. "Apalagi ada Raphael disana dan sepuluh orang yang datang bersama kita. Torak akan baik- baik saja."
Raine tahu kalau Torak mungkin saat ini sedang menyiksa seseorang, tapi hal ini bukanlah urusannya. Torak telah sangat baik padanya, amat sangat menghargainya, dan Raine masih tidak mengerti bagaiman aturan- aturan dunia supernatural ini.
Maka dari itu, Raine tidak bisa menghakimi aksi yang Torak lakukan sekarang. Terkahir kali Torak membunuh seseorang adalah untuk melindungi dirinya.
Raine sudah merasa cukup dengan orang- orang yang berusaha untuk menyakitinya, maka dari itu Raine akan mempercayai Torak, tidak peduli apa yang dia lakukan.
"Aku mencium aroma bunga, pasti ada sebuah taman penuh dengan bunga yang mekar tidak jauh dari sini, kenapa kita tidak coba kesana saja sambil menunggu Torak?" Calleb memberi saran, hidungnya mengendus udara saat dia mencium bau tersebut.
Raine melirik lantai dua dengan pandangan khawatir, tapi kemudian dia mengangguk, setuju untuk menunggu Torak di taman.
[Bgaimana dia?] Tiba- tiba suara Torak berdengung di kepala Calleb saat sang Alpha mencoba berkomunikasi dengannya melalui mind- link.
[Dia baik- baik saja Alpha. Aku akan membawanya ke taman dan menunggumu disana.] Calleb memberitahukannya sambil menatap Raine yang masih sesekali melirik ke lantai dua.
Kamu khawatir pada orang yang salah Luna. Pikir Calleb.
Setelah Torak yakin kalau Raine baik- baik saja, dia melanjutkan fokusnya pada manusia naga yang berdarah- darah di hadapannya. Darah yang gelap mengotori lantai yang putih dan masih terus mengalir keluar dari lengannya yang terputus, sementara tangannya berada tidak jauh darinya, pucat dan mati.
"Kamu pikir, kamu dapat mendapatkan sesuatu dariku hanya karena telah memotong tanganku?!" Reynold yang masih dengan kekeraskepalaannya, mendesis dengan penuh kedengkian.
"Tidak. Tapi, kamu masih memiliki satu tangan lagi, kaki, telinga dan mata. Aku hanya butuh mulutmu untuk berbicara."