Chereads / Cinta Sang Monster / Chapter 15 - JIWA YANG BUSUK

Chapter 15 - JIWA YANG BUSUK

I lost my way all the way to you and in you I found all the way back to me.

-Atticus-

***

"Jangan." Torak berkata dengan tegas, "Aku ingin melihatmu, jangan sembunyikan dirimu dariku…"

Torak menyentuh rahang wajah Raine dengan ujung- ujung jarinya yang bersamaan dengan itu, mengirimkan sensasi seperti kejutan listrik yang kemudian tersebar ke seluruh kulit Raine, rasa itu membuat Raine mencondongkan tubuhnya pada sentuhan Torak, tapi masih dengan kepala yang menunduk.

Setelah beberapa saat, Torak menarik tangannya dan mengalihkan perhatiannya dari Raine, kembali ke jalanan di hadapannya.

Sinar lampu jalan menerangi kegelapan di jalan raya.

Pagi ini Torak memiliki jadwal rapat dengan empat Alpha yang berada di bagian selatan wilayah kekuasaannya yang harus di hadiri oleh Torak. Rapat yang akan membahas mengenai para rogue(13), pemburu dan juga beberapa masalah penting lainnya mengenai aliansi antara para penyihir dari wilayah coven utara dengan Vampire, ditambah dengan kemunculan shape shifter tanpa izin.

Torak benar- benar memiliki jadwal yang padat.

Torak ingin menghabiskan waktu lebih dengan Raine, tapi posisinya sebagai supreme Alpha tidak memungkinkan baginya untuk meninggalkan tanggung jawabnya.

Torak melirik Raine disebelahnya. Gadis itu sudah setengah sadar karena rasa kantuk yang menyerangnya.

Raine memejamkan matanya di detik berikutnya bersamaan dengan deru nafasnya yang stabil.

Suara dari degup jantung Raine adalah melodi paling menenangkan bagi jiwa Torak yang telah membusuk.

Torak telah hidup selama tujuh ratus tahun dalam kesendirian, penantian yang sangat panjang bagi seorang Lycan yang harus hidup tanpa mampu mendapatkan pasangannya, bahkan untuk yang terkuat sekalipun.

Ini merupakan sebuah anugerah dan juga kutukan baginya dan juga ke dua saudaranya untuk dapat tetap waras hingga saat ini.

Hidup yang tumpul, yang diselingi dengan pertempuran berdarah dan taktik licik yang tak terhitung dari dua dunia yang telah dia alami selama ini, tidak memberikan Torak apapun kecuali jiwa yang terasingkan dan iblis kejam yang hidup di sepanjang keabadian.

Namun, gadis ini datang di titik dimana Torak telah lama melupakan mengenai pengampunan yang Selene, sang Dewi Bulan, telah berikan padanya.

Hanya dengan kehadiran Raine, dapat memberikan ketenangan yang Torak tidak pernah rasakan sebelumnya.

Torak menatap Raine sekali lagi sambil memperhatikan ritme nafasnya yang mengiringi rintik hujan yang mulai turun membasahi bumi kembali di luar mobil mereka,

Memberikan kesempatan lain untuk berjuang bagi tanah- tanah tandus dan jiwa yang busuk.

***

Raine tertidur sepanjang pagi dan hanya terbangun ketika dia mendengar suara berisik. Ada dua suara yang terdengar seperti tengah berargumentasi.

Namun, suara mereka tidak terdengar begitu jelas seolah mereka berada jauh dari Raine.

Gadis itu membuka matanya dan segera menutupnya kembali ketika cahaya terang menyorot matanya. Segera setelah semua indera nya berfungsi, Raine dapat meresakan selimut selembut sutra yang menutupi tubuhnya dan ranjang yang sangat empuk, yang hampir saja menenggelamkannya.

Bila seseorang melangkah masuk ke dalam kamar, mereka tidak akan bisa menemukan dimana Raine berada. Dia benar- benar tidak terlihat diantara bantal dan selimut.

Raine melindungi matanya dari cahaya yang menyilaukan dengan kedua lengannya, lalu berguling untuk memunggungi jendela, yang mana merupakan sumber cahaya menyilaukan itu berasal. Ketika secara perlahan matanya sudah dapat menyesuaikan dengan cahaya tersebut, Raine menurunkan tangannya.

Bantal yang sangat empuk membuat Raine sangat enggan untuk mengangkat kepalanya dan menginspeksi sekitarnya.

Raine tidak dapat mengingat bagaimana dia dapat tertidur di kasur, hal terakhir yang dirinya ingat hanyalah suara tetesan hujan yang jatuh ke kaca jendela mobil, yang kemudian menjadi ritme yang mengantarkannya lelap tertidur.

Sudah pasti Torak yang membawa Rain eke dalam ruangan ini dan dia tidak dapat mengingat apapun mengenai hal ini.

Berbicara mengenai dia… 'dimana Torak?'

Raine mendorong tubuhnya untuk duduk seraya matanya menjelajahi ruangan di sekitarnya.

Ini merupakan ruangan yang sangat besar dengan satu jendela besar yang menguasai satu dinding di ikuti dengan French doors yang mengarah ke balkon. Pintu itu tertutup, tapi gorden berwarna biru lembut itu terbuka.

Ruangan ini tiga kali lebih besar dari kantor Ny. Lang dan tentu saja sangatlah indah. Ada sebuah televisi layar datar dengan ukuran yang luar biasa menghiasi salah satu dinding, di hadapan Raine dan satu set sofa yang diperuntukkan untuk enam orang di salah satu sudut ruangan dengan sebuah meja bulat di tengahnya.

Raine turun dari tempat tidurnya dan mendapati kakinya di sambut oleh karpet berbulu lembut ketika dia telah berdiri di samping ranjang yang nyaman.

Raine benar- benar tidak menyadari mengenai argument di balik pintu yang masih berlangsung karena dia begitu terpana dengan ruangan tempat tidurnya.

Raine terpesona pada sebuah lampu Kristal yang bergantung di langit- langit di tengah- tengah ruangan. Lampu Kristal tersebut bersinar di bawah cahaya matahari ketika pintu kamar tiba- tiba terbuka dan membuat Raine terkejut.

Pintu yang terbuka itu kemudian menunjukkan sesosok wanita cantik yang Raine tidak pernah lihat sebelumnya, wanita itu berjalan memasuki ruangan. Rambut panjang pirangnya jatuh dengan sangat indah di belakang punggungnya yang menyentuh hingga pinggang.

Wanita berambut pirang tersebut mengenakan baju biru ketat yang menonjolkan setiap lekuk tubuhnya. Dengan kerah berbentuk V yang membuat tulang selangkanya dapat terlihat dengan jelas.

"Jen! Kamu tidak diperbolehkan masuk ke dalam ruangan!"

Seorang pria kekar dengan tangan kanan yang dipenuhi oleh tattoo, mengikuti wanita itu dengan segera dan menarik siku wanita bernama Jen tersebut.

"Supreme Alpha Torak tidak memperbolehkan siapapun untuk masuk ke dalam kamar ini." Pria itu mengeluh dengan frustasi.

"Aku bukan orang asing." Jen menepis tangan pria kekar itu dari sikunya dan melanjutkan langkahnya untuk menghampiri Raine, yang masih berdiri memojok di sebelah lemari.

Raine menatap kakinya yang telanjang dengan sangat gugup.

Dia tidak tahu apa yang wanita ini inginkan dan kendati wajahnya yang cantik, Raine tidak merasa nyaman ketika Jen menghampirinya.

Pertanyaan pertama yang wanita itu lontarkan dari bibir seksinya adalah; "Apakah kamu pasangan Torak?"

Raine tidak mengerti apa yang Jen maksud dengan 'pasangan' dan apa yang Jen coba tanyakan padanya, tapi walaupun Raine mengerti penjelasan dari 'pasangan' yang Jen tanyakan, Raine tetap tidak bisa menjawabnya biar bagaimanapun juga.

Pria bertattoo itu kemudian memutuskan untuk menjawab pertanyaan Jen ketika dia melihat Raine tidak mengangkat kepalanya untuk melihat sang wanita berambut pirang.

"Ya, benar." Pria itu menjawab dengan pasti dan sedikit mengancam ketika dia melanjutkan kata- katanya. ���Jadi, sebaiknya kamu memperhatikan sikapmu."

Jen mendengus ketika mendengar peringatan tersebut. Saat ini, Jen tengah memakai high heels yang berukuran sepuluh centimeter, sehingga tubuh Raine yang tidak terlalu tinggi tampak sangat menyedihkan apabila disandingkan dengannya.

Belum lagi dengan segala lekukan pada tubuh Jen dan kerlipan dari berlian yang dia kenakan, sementara Raine hanya mengenakan sweater lusuh yang terlihat lebih besar dari ukuran tubuhnya serta jeans belel.

Ini merupakan penggambaran sempurna dari sang Ratu dan pengemis.

Jen tidak mengindahkan kata- kata si pria bertato dan melipat tangannya di depan dada seraya memperkenalkan dirinya sendiri. "Aku Jennedieth Crawford."

Suara Jen berdenging di telinga Rine dan wanita itu sangat penuh dengan kepercayaan diri yang Raine tidak miliki.

"Dan kamu adalah?" Jen menelengkan kepalanya dengan sangat eleggan.

"Dia… tidak bicara." Pria tadi menginformasikan pada Jen dengan canggung, suaranya begitu rendah.

"Tidak bicara?" Jen mengulanginya dengan keras. Mengangkat sebelah alisnya seolah mempertanyakan kebenaran akan hal itu.

Matanya menatap gadis di hadapannya ini dari ujung kepala hingga ke ujung kaki seraya sebuah senyuman licik terbit di sudut bibirnya. "Baiklah… kalau dia tidak bicara, bukan berarti dia tidak makan, kan?"

Dengan tidak peduli, Jen menarik tangan Raine dan meanriknya keluar dari ruangan.