Ava meraih dagunya lalu mencium Aidan dengan sangat lembut dan wanita itu berniat mengulangi perbuatannya tetapi kali ini tangan wanita itu membingkai wajah Aidan terlebih dahulu sebelum memperdalam ciumannya.
"Hen—hentikan! Apa yang kamu lakukan? Apa kamu sudah gila?" tukas Aidan mendorong tubuh Ava.
Ava menatap mata Aidan lurus sementara pria itu canggung dengan apa yang baru saja terjadi. Terbukti, Aidan menundukkan pandangannya, tenggelam dalam lamunannya. Antara syok dan bingung.
Ava memberanikan diri menarik wajah Aidan agar pria itu mendongak. Mata mereka bersitatap. Ava melihat ada keterkejutan dalam sorot mata Aidan tetapi dia juga melihat panas dalam mata pria itu. Ava berusaha mati-matian untuk tidak menyeringai senang. Itulah kemenangan pertamanya!
"Apa kamu tahu Kak jika patah hati hanya bisa disembuhkan dengan cinta baru? Aku mencintai Kakak dan tidak akan pernah menghianati Kakak," katanya sebelum mengecup bibir Aidan secara perlahan.
Aidan hanya diam saja, mematung tak bergerak. Dia tidak membalas juga tidak menolak ciuman Ava. "Tidak apa-apa kalau saat ini Kakak hanya menjadikanku sebagai pelampiasan," bisik Ava di sela-sela ciuman. "Jangan takut untuk menyentuhku karena aku milik Kakak seutuhnya."
Aidan masih ragu tetapi keraguan itu perlahan-lahan mulai memudar. Seolah keraguan itu tergantikan oleh gairah liar yang berhasil dibangkitkan wanita itu. Gerakannya jelas-jelas amatir. Bahkan Aidan dapat merasakan tangan gemetar Ava ketika wanita itu mulai menjelajahi tubuhnya, lalu tangannya berhenti ke organ yang kini tengah membengkak.
Ava mengulum senyum dan dengan keberanian yang entah dia dapat dari mana, wanita itu membuka kaitan sabuk Aidan dan dengan cepat menurunkan celana pria itu lalu terdiam seakan syok melihat betapa besar bukti gairah pria itu.
"Ava," gumam Aidan dengan suara serak agar wanita itu menghentikan tingkah nakalnya tetapi suara pria itu langsung berubah menjadi keterkejutan.
Ava menyentuh bukti gairah pria itu dengan tangan gemetar lalu dengan gerakan yang sangat amatir, Ava memberikan kenikmatan yang tidak tertahankan pada pria itu. Aidan yang hanya memiliki separuh kesadaran tidak bisa berpikir dengan jernih. Instingnya lebih mendominasi dan menginginkan Ava untuk memuaskan gairahnya.
Napas Aidan kian memburu. Ava benar-benar wanita penuh kejutan. Dia tidak menyangka adiknya mampu melakukan hal senakal ini kepadanya. Seolah tersiram air dingin kesadaran Aidan terbangun. Dia tersadar Ava yang kini memainkan kejantanannya dengan tangan wanita itu adalah adik perempuannya!
"Ava, hentikan!" Aidan menyeru dengan suara serak dan menahan kedua bahu wanita itu.
Ava menatap pria yang kini mengatur napasnya dengan tatapan bingung. "Apa Kakak tidak menyukainya? Apa gerakanmu salah?" tanya wanita itu menuntut.
"Kamu adikku, Ava. Tidak seharusnya kita melakukan ini."
Kemarahan tersirat dalam sinar mata wanita itu dan Ava pun kini tersinggung. "Aku adalah adik tiri Kakak. Kita tidak memiliki hubungan darah."
Setelah Ava mengucapkan kalimat itu, tanpa Aidan sangka wanita itu berbuat lebih berani. Wanita itu tidak hanya memainkan bukti gairahnya dengan tangannya saja, melainkan dengan mulut dan lidahnya juga.
Aidan kembali kehilangan akalnya dan dengan kesadaran menipis pria itu bertanya kesediaan Ava dengan suara serak. "Apa kamu yakin dengan semua ini? Apa kamu tidak akan menyesal?
Ava mendongak sebentar lalu membalasnya dengan anggukan kecil. Aidan segera menghentikan Ava lalu menghela wanita itu ke dalam dekapannya sebelum mengecup bibir Ava sekilas, "Kumohon, katakan ya."
"Ya, Kak... Aku sangat yakin dengan keputusanku."