"Kamu… Mengapa kamu datang kemari?"
Setelan Bo Jingchuan melepaskan jasnya dan menenteng jas itu di lengannya, hanya tersisa kemeja putih yang tampak mahal dengan dua kancing perak yang indah dan elegan. Keseluruhan penampilannya tampak anggun, tampan, dan luar biasa. Mata gelapnya menatap erat ke wajah Shen Fanxing yang menyembunyikan perasaannya dengan cepat. Ada aliran cahaya yang tidak ia ketahui di bawah mata Shen Fanxing
Setelah waktu yang lama, Bo Jingchuan akhirnya perlahan-lahan berbicara dengan suara yang rendah dan elegan. "Biasanya wanita harus menangis di saat seperti ini."
Shen Fanxing sedikit terkejut, namun kemudian mata jernihnya menunjukkan ekspresi mengerti. Bo Jingchuan seharusnya tadi mengikuti Shen Fanxing dari belakang karena ia mendengar semua percakapan antara Shen Fanxing dan Su Heng. Orang bijak seperti Bo Jingchuan tidak mungkin tidak mengerti. "Maaf, saya biasanya tidak punya kebiasaan untuk mendengar percakapan orang lain lewat dinding," kata Bo Jingchuan.
Shen Fanxing tidak setuju dengan pendapat Bo Jingchuan. "Tidak perlu menangis untuk orang seperti itu. Lagi pula, air mata saya tidak layak dan terlalu berharga untuknya."
Alis gelap Bo Jingchuan sedikit mengernyit. "Kamu benar. Air mata memang tidak layak untuk beberapa orang dan hanya benar-benar membakar emosi. Tapi, saya punya sedikit hal untuk didiskusikan dari kalimat akhir perkataanmu."
Shen Fanxing mendongak dan menatap Bo Jingchuan. Pertanyaan itu mulai masuk dan menambah keraguan dalam hatinya. Sementara itu, mata hitam Bo Jingchuan menatapnya dengan lekat sambil berkata ssantai, "Berharga atau tidaknya air mata itu tergantung pada kamu menangis di depan siapa. Beberapa orang berpikir itu tidak berharga, sementara yang lain menganggap itu tak ternilai harganya."
Jelas, Bo Jingchuan menunjukkan sikap hati yang hangat. Namun, kesombongan yang halus dan makna implisit yang mendalam dari perkataan itu membuat hati Shen Fanxing sedikit terguncang hingga ia merasa sedikit tersentak.
Bo Jingchuan perlahan-lahan menyingkirkan sapu tangan yang ia sodorkan pada Fen Fanxing. "Sekarang, saya akan menjawab pertanyaan pertamamu," katanya. Lalu, ia berhenti sejenak sambil terus menatap Shen Fanxing. "Kamu wanita yang cerdas. Seharusnya tidak sulit untuk mengetahui bahwa Nenek ingin saya mengejar kamu."
Mata Shen Fanxing hanya berkedip dan wajah jernihnya berubah menjadi canggung. Ia akhirnya menjawab. "Saya pikir… Mungkin kamu sudah membuat Nenek menunggu terlalu lama. Kurasa, yang paling Nenek inginkan adalah cucu yang cantik dan ceria."
"Kamu memang cukup pintar," komentar Bo Jingchuan. Ia tertawa, membiarkan Shen Fanxing sedikit lega, lalu melanjutkan, "Tetapi, mengejarmu adalah pilihan saya sendiri. Tidak sembarang wanita bisa menjadi ibu dari anak saya."
Nada suara Bo Jingchuan yang lembut tapi dingin dan angkuh membuat Shen Fanxing tidak bisa tenang. Ia tidak pernah terpikir bahwa lelaki yang bebas dan sederhana seperti ini benar-benar akan mengucapkan kata-kata gila seperti itu.
"Tuan Bo selalu bersikap blak-blakan saat mengejar wanita?" tanya Shen Fanxing.
"Saya hanya mengejar kamu seorang," jawab Bo Jingchuan.
Shen Fanxing mulai merasa sedikit sakit kepala. Untuk pertama kalinya, ia merasa kesulitan menghadapi seseorang. "Kita bertemu tidak lebih dari satu hari dan dalam satu jam, kita baru bertemu dua kali. Tidakkah Tuan Bo merasa terlalu terburu-buru?"
"Saya percaya pada pilihan saya."
Ekspresi acuh tak acuh Shen Fanxing akhirnya sedikit retak. Setelah waktu yang lama, ia tersenyum pahit dan bertanya, "Kamu seharusnya sudah mendengar percakapan saya dengan pria itu tadi, bukan? Kami sudah saling kenal selama delapan tahun, tapi hubungan itu hanya menghasilkan kepercayaan yang dangkal. Saya dan kamu baru saja saling bertemu. Mengapa kamu bisa percaya pada saya sebagai pilihanmu?"
Bo Jingchuan mengangkat alisnya sedikit dan balik bertanya pada Shen Fanxing, "Kamu membandingkan saya dengan sampah?"