"Tembakan ini adalah utang kamu merusak acara pertunanganku dan membuat Fanxing harus menghadapi semua orang sendirian."
Entah sudah berapa banyak peluru yang dilayangkan, Bo Jingchuan juga malas mengingatnya. Sejak awal, ia hanya duduk di sana dengan acuh tak acuh. Kedua kakinya bertumpang tindih, celana kain hitam yang dikenakannya terlihat masih lurus, tidak kusut sedikit pun. Tangan lainnya diletakkan dengan santai di atas lututnya. Pose itu bahkan lebih santai daripada bermain kartu saat sedang waktu senggang.
Setiap perkataan setelah setiap tembakan terdengar lebih datar tanpa ada gelombang di dalamnya, seolah-olah apa yang Bo Jingchuan bidik hanyalah sebuah target berbentuk tiang kayu di sana. Benda mati adalah benda yang lahir tanpa nyawa.