Hanya dengan mendengarkan suara itu, bisa ditebak bahwa orang di dalam kantor itu tidak cukup ramah untuk didekati dengan mudah. Dengan perasaan gelisah, Qiao Mianmian mengikuti Wei Zheng masuk ke dalam kantor.
"Tuan Mo, Nona Qiao sudah datang."
Setelah selesai memberi tahukan kedatangan Qiao Mianmian, Wei Zheng berbalik arah dan pergi meninggalkannya. Kemudian, pintu kantor perlahan tertutup. Hanya tersisa Qiao Mianmian di dalam ruangan yang besar itu dan seorang pria yang duduk di meja kerja sambil membaca dokumen. Ruangannya tampak sangat maskulin. Sebagian besar perabotan di dalamnya berwarna hitam dan jika bukan hitam, sisanya berwarna abu-abu. Warna yang monoton membuat ruangan itu terlihat sangat suram. Hanya ada beberapa pot tanaman yang ditempatkan di beberapa sisi untuk sedikit mengurangi warna monoton di dalam ruangan. Tak lupa, seorang pria sedang duduk di meja kerja hitam dan membenamkan diri dalam pekerjaannya.
Qiao Mianmian mengangkat matanya dan diam-diam melirik Mo Yesi. Ia bisa merasakan aura yang kuat dari pria itu. Pria itu mengenakan kemeja hitam dan penampilannya sangat menawan. Karena pria itu menunduk, ia hanya dapat melihat garis besar wajahnya. Saat ia terus memandangi Mo Yesi dari atas hingga bawah, tiba-tiba pria itu mengangkat kepalanya. Mata Qiao Mianmian bertemu dengan sepasang mata dingin Mo Yesi yang dalam. Ia pun seketika terkesiap. Saat matanya tertuju pada wajah tampan pria itu, jantungnya tiba-tiba berdetak semakin cepat.
Qiao Mianmian belum pernah melihat pria setampan itu. Setiap garis dan lekuk di wajah pria itu bagaikan dipahat dengan sempurna tanpa cela sedikitpun. Proporsi wajahnya tampak sangat pas dengan sepasang mata yang menatap dingin dan hidung yang tinggi. Bibir tipis membuatnya terlihat seksi dan menawan. Penampilan Mo Yesi benar-benar tak tertandingi, namun tidak ada ekspresi yang terlihat di wajahnya. Alisnya berkerut dengan sangat dingin dan seluruh tubuhnya juga memancarkan aura dingin. Bahkan, meskipun dipisahkan oleh jarak, Qiao Mianmian dapat merasakan udara dingin yang datang dari pria itu.
Ketika Mo Yesi menatap mata Qiao Mianmian dengan dingin, Qiao Mianmian seakan berhenti bernapas selama beberapa detik. Ia tertegun saat menatap wajah tampan pria itu dan tiba-tiba pikirannya kosong hingga suara dingin itu memanggilnya, "Nona Qiao."
Qiao Mianmian tersadar. Ia baru saja menatap wajah Mo Yesi yang dingin itu. Ia pun menggigit bibirnya dan merasa sedikit kebingungan. "Halo, Tuan Mo."
"Saya tidak tahu mengapa Nona Qiao mencari saya. Apa ada, Nona Qiao?"
Qiao Mianmian tampak baru sepenuhnya tersadar. Begitu mendengar Mo Yesi mengajukan pertanyaan, barulah ia kembali teringat pada tujuannya datang ke sini. Sambil menahan perasaan aneh di hatinya, ia memilah-milah pikirannya dan menjawab, "Tuan Mo, saya membutuhkan bantuan Anda."
Mo Yesi mengangkat alis. Qiao Mianmian juga tahu bahwa tiba-tiba meminta bantuan kepada orang asing yang baru ditemuinya adalah hal yang aneh. Tapi, Qiao Mianmian tidak terlalu memusingkannya. Ia melakukan ini semua demi Qiao Chen. Setelah terdiam beberapa saat, ia melanjutkan perkataannya, "Adikku mengalami serangan jantung dan perlu segera dioperasi. Saya mendengar bahwa dahulu Tuan Mo adalah ahli di bidang terkait. Saya harap, harap…"
"Anda berharap saya membantu Anda dengan mengoperasi adik Anda?" tanya Mo Yesi. Melihat wajah Qiao Mianmian yang memerah, ia sulit melanjutkan perkataannya.
"Ya." Qiao Mianmian menghela napas dan memberikan tatapan memohon pada Mo Yesi. "Tolong bantu adik saya, Tuan Mo. Adik saya baru berusia sembilan belas tahun. Dia masih sangat muda..."