Perkataan Kakek Gu yang menyimpulkan bahwa Xu Weilai dan Gu Yu telah melakukan hubungan intim semalam. Dengan begitu, ia pun langsung meminta keduanya untuk menentukan tanggal pernikahan sebagai bentuk tanggung jawab dari keluarga Gu untuk Xu Weilai.
Dalam keadaan seperti ini, Xu Weilai sungguh tidak menyangka dengan ucapan Kakek Gu. Keputusannya bahkan terdengar terlalu semena-mena tanpa mendiskusikan masalah ini lebih lanjut. Xu Weilai pun terkejut sampai matanya melotot, ia seperti tidak percaya dengan yang didengar oleh telinganya sendiri.
Berarti mungkinkah Kakek Gu sudah menyetujui pernikahannya dengan Gu Yu?
Sebaliknya dengan Gu Yu, dirinya tetap bertahan pada sikapnya saat kakeknya mengucapkan hal seperti itu. Ekspresinya bahkan tidak berubah sedikitpun. Seperti ekspektasi Xu Weilai, Gu Yu hanya tersenyum dingin, tanpa menutupi niatnya untuk menghinanya.
Dengan melihat ekspresi Gu Yu yang seperti itu, Kakek Gu jadi kehilangan keberaniannya melihat cucunya. Ia hanya menarik tangan Xu Weilai dan bertanya "Xu Weilai, tenang saja. Masalah ini tentu saja Kakek yang menentukannya karenamu. Aku yakin pilihan ini sepenuhnya tidak akan membuatmu rugi. Apakah kamu sekarang masih bersedia menikah dengan Gu Yu?"
Hah??? Apakah dia... bersedia menikah dengan Gu Yu?
Xu Weilai tidak mampu mengontrol detak jantungnya yang berdegup karena kegugupan atas keputusan orang tua ini. Ia hanya meremas tangannya, matanya bahkan sulit berkedip untuk memutuskan menerima ataupun menolak keputusan ini.
"Kakek Gu, aku..." Hal ini tentu tidak mudah bagi Xu Weilai untuk angkat bicara. Pikirannya masih terasa kacau, sulit untuk berpikir dengan jernih, dan tidak tahu untuk merespon jawabannya.
Meskipun Xu Weilai bersedia menolak tanpa ragu keputusan tersebut. Tetapi dalam hatinya yang paling dalam, ia tetap memiliki rasa keraguan. Apakah ia masih menyembunyikan sebuah harapan untuk bersatu dengan Gu Yu?
Tanpa menunggu Xu Weilai berpikir, ternyata Gu Yu masih saja berdiam diri tanpa merespon ucapan Kakeknya. Ia pun langsung berdiri dan menarik pergelangan tangan Xu Weilai tanpa memberi sedikit rasa kasihan pada lengannya yang masih sakit. Gu Yu pun menarik Xu Weilai langsung naik ke lantai atas.
Gu Yu berjalan sangat cepat tanpa memberi kesempatan Xu Weilai untuk menimbang ajakannya ke lantai atas. Xu Weilai yang mengikuti langkahnya yang cepat itu, tampak hampir jatuh saat ditarik dengan kuat. Alisnya bahkan sempat mengerut dan memperlihatkan kalau dirinya sedang menahan sakit.
Tidak jarang juga giginya mengernyit karena rasa sakit yang amat sangat pada tubuhnya yang belum pulih sepenuhnya. Sayangnya ia tidak mampu bersuara dan tetap mengikuti langkah Gu Yu.
Setelah memasuki suatu ruangan, Gu Yu menutup pintu dengan keras sekaligus melepaskan genggamannya dengan kasar. Tubuh Xu Weilai bahkan sempat dilepaskan dari tarikannya yang kuat sampai hampir jatuh di lantai ruangan tersebut.
Kini Gu Yu telah berdiri di hadapannya. Pupil hitamnya menyorot ganas, bibirnya merapat membentuk garis yang sangat kaku. Tatapannya pada Xu Weilai terasa sangat menakutkan, pria itu seperti ingin melenyapkannya.
Sesaat berikutnya, bibir yang sedari tadi diam rapat-rapat itu akhirnya terbuka, "Xu Weilai, awalnya aku mengira kau masih punya sedikit harga diri. Aku tidak menyangka kau bisa menyusun jebakan seperti ini! Bahkan Kakekku sampai terlibat!"
Gu Yu masih melanjutkan perkataannya yang tajam itu, "Kau sudah bilang tidak akan muncul di hadapanku lagi, tapi akhirnya? Oh, sejak Zhang Lei bangkrut, yang kau ingat adalah aku? Xu Weilai, aku sudah tidak menginginkanmu sejak tiga tahun yang lalu. Ternyata sekarang kau masih saja mencari kesempatan untuk dekat denganku. Kenapa kau begitu murahan?"
Hah! Penjebak!! Murahan!!!
Satu demi satu kata kejam itu layaknya ujung es yang tajam. Seketika, harapan Xu Weilai terhadap Gu Yu pun hancur, tapi juga menjernihkan pikiran Xu Weilai yang mulanya keruh.
Tiga tahun yang lalu, tepatnya saat pembatalan pertunangan itu baru saja terjadi, Xu Weilai sangat sedih dan sakit hati. Dalam tidur nyenyaknya, ia selalu bermimpi buruk. Hal itu menyebabkan dirinya tidak berani tidur dan sering begadang sampai menjelang pagi hari.
Beruntung ketika sudah masuk tahun kedua selama di luar negeri, ia telah berhasil menyembuhkan luka batin itu. Ia mulai belajar dengan giat, sibuk bekerja, dan banyak bersosialisasi dengan berbagai kelompok masyarakat. Ia menghabiskan waktunya untuk melakukan berbagai macam aktivitas hingga tidak ada waktu untuk memikirkan Gu Yu maupun mengenang masa pahit itu.
Di tahun ketiga, akhirnya ia tidak mengingat Gu Yu lagi. Ia juga bisa tertawa lagi dan memulai hidup yang baru. Ia membiarkan dirinya sendiri untuk hidup dengan baik dan berusaha membuat dirinya sendiri gembira setiap hari. Ia mengira... sudah sepenuhnya terlepas dari ketergantungan perasaannya kepada Gu Yu dan tidak akan lagi tersakiti karena lelaki itu.
Tapi kemudian... ternyata malah terjadi hal yang seperti ini...
Nyatanya hatinya masih sakit, masih jatuh dalam kesedihan, bahkan rasa sakitnya lebih menyakitkan dibanding rasa sakit tiga tahun yang lalu.