Chereads / Cinta Abu-Abu / Chapter 8 - Menentukan Pernikahan

Chapter 8 - Menentukan Pernikahan

Setelah selesai melakukan perawatan di salon kecantikan, mereka berdua langsung berangkat menuju restoran yang ditentukan oleh ayahnya saat di telepon tadi.

Sesampainya di restoran yang telah ditentukan, pelayan mengantarkan Xu Weilai dan ibunya ke sebuah ruang makan khusus. Saat masuk ke ruang khusus di restoran tersebut. Mereka melihat ayah Xu Weilai dan Tuan Zhang sudah duduk di atas sofa sambil mengobrol dengan gembira.

Xu Weilai menghentikan langkahnya. Memahami situasi ini, ibu Xu Weilai langsung menggenggam erat tangan anaknya.

"Kemarilah." Sahut ayah Xu Weilai melihat anak dan istrinya telah datang. "Kebetulan aku bertemu dengan Tuan Zhang, jadi aku mengajaknya makan bersama kita. Lagi pula dia juga akan menjadi bagian keluarga kita."

Setelah menghening sejenak, ayah Xu Weilai memandang putrinya, "Weilai. Ayo, sapa Tuan Zhang!"

Sebelumnya, Xu Weilai sudah punya firasat akan hal ini. Gadis ini merasa, ajakannya ini bukanlah kebiasaan sederhana yang dilakukan keluarganya. Ia juga tidak menyangka bahwa kedua orang tuanya melakukan hal yang keterlaluan.

Xu Weilai juga menyangka, kapan mereka merencanakan hal ini?

Xu Weilai langsung menutup mata, lalu membukanya kembali dan berharap ini hanyalah mimpi. Namun ternyata kejadian ini tetaplah nyata. Ia menahan diri dari semua perasaan kesal ini, lalu berusaha tersenyum pada Tuan Zhang, "Halo, Tuan Zhang."

Tuan Zhang berdiri menyambut Xu Weilai, "Weilai, tidak usah terlalu sopan seperti itu. Kita sudah menentukan tanggal pernikahannya, nanti kau panggil saja aku Zhang Lei."

Ia tidak menutup sedikitpun hasratnya terhadap Xu Weilai. Caranya memandang Xu Weilai juga membuatnya merasa tidak nyaman.

Xu Weilai menghindari tangan Tuan Zhang dengan cara mengulurkan tangannya pada sebuah kursi dan menarik sebuah kursi tersebut, lalu bertingkah dengan sopan, "Tuan Zhang, silakan duduk."

"Oh, baik. Nona manis."

Zhang Lei, alias Tuan Zhang, akhirnya duduk. Ayah Xu Weilai pun juga ikut duduk. Ibu Xu duduk bersebelahan dengan Zhang Lei. Sedangkan Xu Weilai duduk di sebelah ibunya. Hal itu membuat ayah Xu Weilai menyahut, "Weilai, duduklah di sebelah Tuan Zhang, temani dia mengobrol."

Sedikit demi sedikit Xu Weilai mengepalkan tangan, dengan terpaksa ia berdiri untuk menarik kursi di sebelah Zhang Lei.

Orangtua Xu Weilai sangat ingin sekali hubungan putrinya dengan Zhang Lei semakin dekat dan ada peningkatan. Maka dari itu, orang tua Xu Weilai tidak hanya menyuruh putrinya duduk di sebelah Zhang Lai. Saat Zhang Lei menuang bir, mereka juga menyarankan putrinya untuk menemaninya minum.

Walaupun Xu Weilai berniat untuk menolaknya, tapi gadis ini sudah minum sedikit bir. Wajahnya telah merah merona. Ia juga tahu, dirinya akan sempoyongan saat berjalan nanti. Kalau mau pergi dalam keadaan seperti ini, ia akan kehilangan kemampuannya untuk mengendalikan dirinya sendiri.

Xu Weilai pun akhirnya meminta izin, "Maaf, aku ke toilet sebentar."

*****

Saat telah di kamar mandi, Xu Weilai membuka kran air di wastafel itu. Xu Weilai meraih air dingin dengan tangannya. Lalu, membasuhkan air dingin tersebut ke wajah dan seketika menyegarkan kesadarannya. Kemudian ia mengambil obat penawar mabuk yang sudah biasa ada di dalam tas. Gadis ini langsung menelan dua butir obat penawar itu.

Rasa mabuknya berangsur hilang, Xu Weilai pun keluar dari toilet ini. Saat hendak kembali ke ruang makan, gadis ini melewati seorang lelaki yang berbadan tinggi ketika berjalan melewati koridor.

Saat Xu Weilai mendekati ruangan makan yang dipesan keluarganya tadi, ternyata lelaki tinggi itu juga kembali ke ruangannya sendiri. Lelaki itu ternyata juga dari toilet di sebelah toilet Xu Weilai.

Dalam ruangan yang dimasuki oleh lelaki itu. Mereka sedang asyik duduk di atas sofa. Di dalam ruangan itu juga ada beberapa lelaki sedang merangkul para gadis. Mereka minum bir sambil membicarakan mengenai bisnis.

Gu Yu duduk di tengah sofa. Tatapannya yang dingin dan aura elegan yang dimilikinya sejak lahir, membuat siapapun yang melihat akan menjaga jarak darinya. Bahkan saat bicara dengannya, nada bicara orang-orang itu akan menjadi sedikit sopan.

Ia memang tidak suka banyak bicara. Tapi sekalinya bicara, lelaki ini lebih suka langsung pada inti pembicaraannya.

Lelaki perawakan tinggi tadi melangkah menghampiri sofa. Wajahnya tampak bersemangat untuk menyampaikan, "Kalian tebak, aku tadi melihat siapa?"

Salah seorang lelaki yang berwajah bulat, Xu Shuai, menoleh pada lelaki yang baru saja masuk kembali ke ruangan ini. Ia bertanya dengan nada kasar, "Siapa lagi yang bisa kau lihat? Seorang gadis?"

"Gadis sih gadis, tapi dia gadis yang tidak disangka-sangka!" 

Xu Shuai menanggapinya dengan nada mencibir, "Siapa gadis yang membuatmu tak terduga seperti ini?"

"Xu Weilai!" Jawab lelaki itu dengan kesan yang sengaja dibuat misterius.

Lelaki tinggi itu melanjutkan dan meyakinkan teman-temannya agar ceritanya terdengar tegang, "Aku kira tadi aku salah lihat. Lalu aku tanya pelayan, ternyata itu benar dia. Tak kusangka dia sudah pergi dan masuk ke ruangannya. Lalu... ruangannya juga berada dekat dengan ruangan kita. Berarti, dialah yang membicarakan pernikahan dengan lelaki tua keluarga Zhang!"