POV Author.
"Anggun? Kau kenapa teriak, sayang?" Nathan bertanya, mendekati ranjang Anggun, dia melihat Anggun yang sedang berkeringat dingin, dengan wajahn pucat, mata berkaca-kaca, serta tubuh menggigil. Anggun tetap diam, tak mau berkata sepatah kata pun. Dia menatap kelima sahabatnya yang sedang menatap bingung.
"Legenda nomer tiga belas itu...," lirih Anggun, menggigit bibir bawahnya. Semua nampak bingung, menaikan sebelah alisnya heran. Gery penasaran, menatap manik mata Anggun, menggenggam erat tangan cewek itu untuk ikut merasakan perasaan cemas Anggun. Seiring dengan gambaran yang dilihat Gery, dia meraih pensil dan kertas yang ada di atas nakas, lalu mulai menggambar.
Di sana terdapat pohon rindang, gedung basket indoor, taman belakang sekolah, dan tempat paling horor di lantai atas, dengan pagar putih yang digembok rapat, sebuah ancaman tak tersirat supaya tidak ada yang memasuki tempat itu. Karena di sana pernah menjadi legenda pembunuhan cewek dan cowok pada tahun 2016. Mereka semua saling tatap, mengernyit bingung. Apa maksud dengan gambaran ini? Sebenarnya apa yang sedang Anggun mimpikan?
"Apa kau memimpikan tempat-tempat ini?" Nathan bertanya kepada Anggun, setelah melihat Gery usai menggambar.
"Apa yang kau lihat Anggun?" tanya Gery tidak sabaran karena jawaban Nathan masih diabaikan.
"Bilang kek," celetuk Egi ikut tak sabaran, karena matanya sudah mengantuk.
"Orang itu mengajakku Nath, aku takut. Dia bilang, aku harus memakai baju nomer tiga belas itu. Dia bilang aku menawan, cantik dan cocok dengannya. Dia bilang, aku harus masuk ke dalam tempat itu dan dia ingin membuatku ikut bersamanya, dengan cewek yang pernah menjadi legenda di sana. Aku takut, Nath, jangan pergi." Anggun menangis histeris, tidak bisa lagi menahan tangis yang kini sudah merembes ke pipi.
"Dia siapa? Kau mengenal orangnya? Apa maksudnya dia mendatangimu ke dalam mimpi? Bukannya tempat ini horror? Sebab waktu itu, kalau tidak salah pernah ada berita pembunuhan. Apa hubungannya dengan kau dan nomer tiga belas itu?" tanya Nathan.
"Tunggu, ini siapa sih, yang diomongin? Cowok cewek, maksudnya manusia apa hantu?" celetuk Pricil, membuat semuanya sontak menoleh ke arahnya.
"PRICIL KECIL, INI HANTU YAALLAH, KAU TIDAK NYAMBUNG BANGET SIH, LEMOTNYA MOHON DIKURANGIN." Nathan berdecak kesal, Pricil pun hanya bisa menunjukkan deretan gigi putihnya.
"Oh, hantunya cowok itu mau kau apakan? Seram tidak mukanya? Atau dia tampan, kulitnya mirip Oppa Oppa Korea? Rambutnya hitam gelap menawan? Matanya tajam? Dia menggoda, bentuk tubuhnya bikin orang berfantasi liar?" Pricil seolah sok tahu sosok yang berada dalam mimpi Anggun sambil menyebutkan ciri-cirinya.
Anggun mengangguk. Gery menatap Pricil, "kau lihat juga?" tanya Gery.
Pricil nyengir, hingga terlihat kedua lesung pipinya. "Aku tidak sengaja melihatnya tadi," katanya.
"Kita butuh istirahat dulu. Lanjutin besok saja," seru Gery.
Calista hanya diam di samping Pricil dengan mata kantuk. "Hoamm, aku tidur dulu, ya? Di sini adem, nyenyak buat tidur. Kalian tidur, besok kita pikirkan lagi." Calista beranjak pergi, lalu memasuki kamar yang berdampingan dengan kamar milik Anggun.
Egi yang melihat cewek itu hanya bisa menggelengkan kepalanya. "Pricil, temenin!"
Pricil yang mendengar permintaan Egi langsung histeris, "hah? Kau bilang apa, Gi? Tidak salah mendengar ini telinga aku?" pekik Pricil terheran-heran melihat sedikit demi sedikit perubahan cowok itu, walaupun masih terlihat dingin.
"Hm, aku balik ke kamar dulu!" gumam Egi, memutuskan percakapan malam ini. Karena besok mereka memang harus sekolah pagi dan hari ini sudah masuk jam 01.30 wib.
"Cih, dasar! Masih aja sok tidak peduli, padahal juga diam-diam peduli, kan?" teriak Pricil membuat Gary membekap bibirnya dengan tangan kanan, membawa cewek itu untuk keluar dari kamar Anggun.
***
Keluarga yang terkenal di sekolah sebagai julukan PASLIM, atau pasukan lima bersaudara, hari ini diharuskan menambah satu personil, yaitu Calista. Tepat saat mobil lamborghini milik Egi dan Nathan datang, semua mata terfokuskan pada mobil mereka. Kondisi di lapangan sangat ramai dan sudah menjadi pemandangan khusus jika banyak murid yang mengidolakan mereka berlima. Caslista yang notabene murid baru, datang ke sekolah dengan mereka, menjadi pusat perhatian tersendiri. Banyak murid berbisik, siapa Calista sebenarnya?
Begitu keluar dari mobil, Calista tersenyum pada murid-murid yang melihat kedatangan mereka. Pricil mengibaskan rambut sambil melambaikan tangan, menyapa murid cewek yang sibuk menunggu para cowok keluar dari mobil. Anggun sendiri tidak pernah menunjukkan senyumnya. Dia langsung berjalan dulu menuju kelas. Nathan langsung buru-buru mengejar Anggun. Gery sendiri hanya tersenyum tipis sambil menghampiri Pricil untuk jalan berdua menuju ke kelasnya. Calista tidak sadar jika Egi sedang duduk di atas kap mobilnya, sambil melipat kedua tangan di depan dada.
"Ngapain senyum-senyum di situ? Tidak ingin masuk kelas?" celetuk Egi dingin dan datar. Calista tersadar, menatap Egi dengan pandangan heran.
"Iya ini mau masuk kelas. Nathan sama Anggun, Pricil digandeng Gery, aku sama siapa?" sungut Calista sambil mencebikkan bibirnya kesal.
Egi terdiam cukup lama. "Sama pohon!" ketus Egi seraya menunjuk pohon yang berada di lapangan sekolah sebelum beranjak pergi.
Hingga pada akhirnya...
Calista mengikuti arah tangan Egi menunjuk, dia melihat sesuatu di pohon rindang yang ada di lapangan sekolah dan terletak di ujung, mengarah ke pintu belakang sekolah. Sosok itu... Tampan, bak seorang dewa. Lekukan wajahnya, arogan, auranya kuat. Membuat Calista ingin berjalan ke arahnya. Sorot mata tajam, bibir berwarna merah muda, tubuhnya jangkung tegap seperti tentara Jepang. Dia memakai seragam basket. Bernomer tiga belas. Dan...
DEG. Calista teringat sesuatu, mimpi buruk Anggun tepat saat cowok itu melihatnya dengan senyum berwibawa.