Mission completed, kami akhirnya bisa berdamai kembali. Tidak perlu khawatir dan takut lagi soal Gisya ataupun Naufan. Karena hari sudah tengah malam, Naufan pamit pulang. Sedangkan aku bersama yang lain juga ikut pulang ke rumah. Entah ada apa yang beda dengan Egi, tiba-tiba dia mengajakku berbicara banyak. Bahkan, Pricil, Anggun, Nathan dan Gery merasa cengo.
"Elssa, apa kau baik-baik saja?" tanya Egi yang sedang mengemudikan mobil menuju ke rumah, berbicara dengan intonasi dingin tanpa menoleh pada sang lawan bicara, meski kata-katanya terdengar peduli padaku.
Aku menatap Egi dari belakang tanpa bisa melihat ekspresi cowok tersebut. Pricil dan Anggun saling sikut menyikut, entah ada apa dengan mereka yang duduk di sebelahku. Nathan sendiri yang duduk di belakang langsung terlonjak hingga tanpa sadar kepalanya kejedot dengan atap mobil. Gery bahkan menatap Egi tak percaya, lalu menatap ke arahku sekilas. Karena sudah malam, Gery memberikan mobil miliknya untuk dibawa oleh Naufan. Sehingga terdamparlah mereka dalam satu mobil yang untungnya cukup untuk enam orang.
Gery duduk di depan bersama Egi, Nathan berada di belakang sendiri agar tidak terlalu mengganggu konsentrasi pengemudi. Jika Nathan berada di tengah-tengah para gadis, Egi bisa salah fokus dan menabrak sesuatu karena peraduan mulut kedua manusia bawel ini.
"Ehmm.. aku tidak apa-apa kok, Gi." Aku bergumam pelan. Mungkin karena aku baru pertama kali ikut melakukan hal semacam ini bersama mereka, Egi tampak mengkhawatirkanku.
"Aku yang bertanggung jawab atas kalian semua. Jadi, kalau ada apa-apa aku tidak akan bisa diam saja." Aku hanya bisa tersenyum kikuk, ternyata Egi punya sisi peduli meski terkesan sangat dingin, cuek dan datar. Kan, dia juga manusia.
"Ceilah, Egi bisa juga peduli dengan Calista." Nathan bersiul-siul menggoda Egi.
"Diam, Nath! Jangan mulai, jangan berisik!" Pricil menatap tajam ke arah Nathan.
"Marahin aja, Cil, tidak apa kok." Anggun justru mendukung Pricil.
"Anggun ih, pacar sendiri ini loh." Nathan terlihat protes karena pacarnya lebih membela Pricil.
"Pricil sahabat aku, loh." Anggun menimpali dengan cuek.
"Cil," panggil Nathan pelan.
Pricil melirik ke arah Nathan dengan wajah galaknya. "Apa?!"
"Ada rambut putih di rambutmu itu, ih, Pricil cebol udah tua, ciee udah tua dan beruban." Nathan mengacak-acak rambut Pricil, karena panik Pricil menanyakan kepada Anggun dan Anggun berkata Nathan hanya menipunya. Aku yang melihat mereka hanya bisa geleng-geleng kepala heran.
"IHHHH, NATHAN NYEBELINNN!" Pricil berteriak tidak terima, ketika ingin menyubitnya. Nathan langsung menghindar.
"Nggak kena, uweekk," ejek Nathan seraya menjulurkan lidahnya mirip ular berbisa.
"Elssa, maafkan ya, kelakuan mereka memang tidak bisa dikondisikan," ujar Egi datar seraya meminta maaf kepadaku dengan perbuatan yang seharusnya wajar saja, ini aneh. Gery tertawa keras, hingga Egi menatapnya tajam.
"Ini rekor besar. Seorang Egi aneh hari ini, atau jangan-jangan kau dapat hidayah dari hantu Azka atau hantu Rangga agar berbaik hati dengan manusia berjenis cewek?" celoteh Nathan, membuat Egi geram sendiri. Untung udah sampai, Egi jadi bisa terbebaskan oleh pernyataan Nathan. Kami pun turun, memasuki rumah kelima bersaudara itu.
"Tidurlah lebih awal, jangan begadang." Egi berucap sambil menatapku sebelum berjalan menjauh untuk memasuki kamarnya. Semua saudara-saudara Egi yang ada di sini sedang menatapku dan juga punggung Egi dengan bergantian. Wajah mereka terlihat bingung. Tapi entahlah, apa yang salah? Aku tidak tahu, mereka bilang Egi sangat berbeda ketika berhadapan denganku. Mereka punya firasat kalau Egi menyukaiku. Apa yang bisa disukai dariku? Tidak ada yang menonjol dariku, jadi Egi tidak mungkin jatuh cinta padaku.
"Sepertinya Egi suka sama Calista." Anggun berasumsi, membuat Gery, Nathan dan Pricil mengangguk setuju. Aku hanya tertawa geli untuk menanggapinya.
"Lah? Kenapa ketawa?" tanya Gery. Karena tidak bisa menahan tawaku, aku mencoba untuk meminimalisir seraya mengembuskan napas dalam satu hentakkan.
"Tidak apa. Aku boleh ke kamar sekarang? Udah ngantuk nih, mau tidur." Aku pun menjawab, mereka semua mengangguki lantas membubarkan diri menuju ke kamar masing-masing. Hanya kamar Nathan dan Egi yang berada di lantai bawah.
***
Aku memasuki kamar mandi yang berada di kamar Pricil. Kata Egi rumah ini anti hantu, mungkin sudah diberikan pelindung ghaib seperti rumahku dulu. Tapi ya, di mana pun kalian tinggal selalu ada penunggunya dan aku percaya itu.
"Cal, kalau kamu udah selesai dari kamar mandinya. Jangan lupa dimatiin airnya, aku mau tidur dulu." Itu suara Pricil, aku hanya mengangguk tanpa bisa dilihat oleh Pricil. Kebisaaan aku sebelum tidur, aku akan menghabiskan waktu ke kamar mandi selama sepuluh menitan untuk sikat gigi, cuci muka, cuci kaki biar tidak diganggu oleh monster kaos kaki. Serius ini.
"Yaa, Pricil udah molor, ini baju tidur buatku? Lucu juga gambar panda." Aku pun memakai baju tidur tersebut, setelah itu mengambil posisi tidur di samping Pricil. Aku tidak bisa tidur, mencoba untuk memejamkan mata. Namun, terasa sulit dan bayangan seseorang muncul di dalam benakku. Kepala pusing, setiap kali aku ingin tidur dan mengusir bayangan itu. Tiba-tiba, kamar Pricil terbuka dan munculah sosok yang sangat aku kenali.
"Belum tidur?" tanya orang itu. Aku menggeleng.
"Bentar lagi tidur," jawabku santai.
"Kalau tidur jangan malam-malam, aku duluan!" kata Egi, dia pun menutup pintu kamar ini. Egi benar-benar sangat mengejutkan walau nada bicaranya sedikit dingin, membuatku mengulur senyuman. Aku pun, mulai memejamkan mata. Berusaha menghilangkan mimpi buruk yang sering terjadi beberapa hari ini sejak kepindahanku di Kota ini, lalu aku tidur, masuk ke dalam dunia mimpi.
Dua puluh menit, saat masuk pukul 00.00 WIB.
"AAAAARGGGHHH!" teriak seseorang dengan napas memburu, keringat dingin, dan napasnya tercekat. Mimpi itu adalah mimpi buruk.