Jeritan itu, ternyata jeritan Pricil. Kenapa lagi dengan gadis itu? Kami semua pergi untuk menghampiri Pricil, karena dia menghilang bersamaan dengan suara yang tak lagi terdengar.
"Itu tadi suara Pricil?" kata Anggun.
"Cebol ke mana? Nyusahin banget nih, cebol pakai ngilang segala," sungut Nathan. Tapi, aku dan yang lain juga tidak menemukan Gery, karena cowok itu sudah berlari lebih dulu mencapai pintu.
"Eh, ayo cepat kita keluar dari sini!" ajakku. Anggun mengangguk setuju.
"Pricil... kau ada di mana?" teriakan Gery terdengar nyaring, semua mengikuti Gery untuk mencari keberadaan Pricil di sekitar ruangan sanggar. Tidak ada sahutan dari Pricil.
Naufan mengambil kotak yang berada di tanganku. Kami menunda dulu untuk melihat isi kotak dan memilih mencari Pricil.
"Jangan-jangan... Pricil keluar dari ruangan ini, terus dia ketangkap sama hantu Rangga?" asumsi Naufan, matanya melirik ke kanan dan kiri. Anggun merasakan ada getaran tidak biasa akan mendekati kami. Tiba-tiba saja, sebuah kain bendera pramuka bergambar tunas kelapa muda dengan kondisi kusut, lusuh, melayang hingga jatuh tepat di depan muka Naufan.
"UWAAA!!" teriak Naufan karena kain itu terdapat sebuah tulisan.
"Fan? Kenapa? Apaan tuh nyangkut di mukamu?" tanya Nathan heboh sendiri. Naufan memegang ragu kain itu seraya melihat tulisan dari tinta merah. Kenapa semua tentang horor berhubungan dengan warna merah?
"Pesan dari hantu Anjeli, guys!" pekik Naufan, kami semua saling tatap dan melihat sekeliling yang sama sekali tidak menemukan tanda-tanda keberadaan Anjeli.
"Nggak ada Anjeli, dia ke mana?" gumamku heran.
"Bacain, Fan!" perintah Egi, dijawab anggukan oleh Naufan lalu mulai membaca pesannya.
"Tolong aku, kalian harus membuka kotak itu. Di sana kalian akan menemukan jawabannya." Begitulah pesan singkat dari hantu Anjeli.
Hening. Mereka menatap kotak cokelat yang sekarang sudah berpindah—di tangan Naufan. "Apa aku buka kotak ini dulu?" tanya Naufan kepada yang lain.
Gery berdecak, dia risau. "Cari Pricil dulu, dia dalam bahaya!"
Bimbang. Akhirnya, kami memilih untuk mencari Pricil dan hendak keluar dari ruangan sanggar. Tanpa mereka duga, ruangan itu terkunci rapat.
"Egi, kuncinya mana?" tanya Gery. Egi mencari kuncinya yang tadi dia simpan di dalam saku setelah Naufan mengembalikan. Hasilnya nihil, kunci itu hilang.
"Tadi aku taruh di saku, tapi sekarang nggak ada," jawab Egi ragu.
Nathan maju ke arah pintu, mencoba untuk menggoyangkan pintunya tapi terlalu keras, tidak bisa dibuka. "Anjirr, susah amat. Dobrak aja, kuy?" ajak Nathan, Gery dan Egi setuju. Mereka bertiga pun mulai mendobrak pintu. Sebelum pintu itu terbuka, sebuah kayu melayang dan terbentur ke dinding samping—pintu, hampir saja mengenai kepala Egi. Jika saja cowok itu tidak menghindar.
"Shit!" maki Egi geram.
"Alhamdulillah, kau tidak kena, kan? Sepertinya, hantu Anjeli tidak ngebolehin kita keluar sebelum melihat isi dalam kotak itu, guys!" seruku kepada yang lain.
Gery berdecak kesal, "ahh sialan. Ini lebih membahayakan Pricil. Dia ke mana coba? Kalau ada apa-apa sama Pricil gimana?" geramnya tidak bisa diam.
"Sabar dulu, kita buka aja kotaknya. Siapa tahu ada maksud dari semua ini." Anggun menenangkan Gery, walaupun intonasi bicaranya sangat datar.
Gery menarik napas dalam, mencoba untuk menghilangkan egonya. "Baiklah."
Kotak itu dibuka oleh Naufan...
Dan, isinya adalah...
Sebuah diary.
"Diary?" Naufan mengernyit bingung.
Aku segera mengambil alih diary tersebut. "Sini, biar aku baca keseluruhannya," ujarku. Usai membaca, Aku menutup buku diary tersebut. Hanya membutuhkan waktu satu menit, aku sudah selesai seperti membaca pesan singkat dari chat saja.
"Cepat banget? Kau baca apa males?" ketus Egi heran, begitupun dengan semuanya. Aku punya kemampuan membaca cepat, bahkan untuk buku tebal sekalipun. Hebat, kan?
"Baca diary, lah! Aku bisa baca buku dalam waktu singkat," tuturku, yang lain hanya ber'oh ria.
"Isinya apaan, Cal?" tanya Naufan tidak sabaran plus penasaran. Aku menghela napasnya berat sebelum mulai menjelaskan.
"Hantu Rangga itu lagi kerjasama dengan manusia, hantu Azka..."
Naufan menyelanya cepat. "Hantu Azka kenapa?" tanyanya penasaran.
"Hantu Azka di kurung dalam botol bening, guys!" selorohku. "Kita harus menyelamatkannya, kata Anjeli untuk melawan hantu Rangga, kita harus membawa buku diary ini. Ada rahasia yang harus Rangga ketahui agar tidak salah paham dengan Azka. Sebelum dia terjebak bersama orang-orang jahat itu. Dunia mereka tidak bisa selamanya seperti ini dan dia harus kembali. Azka, begitu juga Anjeli harus kembali ke alam mereka." Aku menjelaskan.
Mereka semua mengangguk paham. Naufan memejamkan mata, menarik napas dalam-dalam. "Guys, kita pasti bisa!" semangat Naufan kepada yang lain.
Egi mengangguk, "cepat buka pintunya, Ger!" pinta Egi dengan segera membuat Gery sadar. Saat kenop pintu digerakkan, membuat pintu sangkar ini terbuka. Gery bernapas lega, ternyata benar adanya kehadiran hantu Anjeli telah mengizinkan mereka untuk keluar dari sini.
"PRICIL, KAU DI MANA?" teriak Gery, saat mereka sudah keluar dari ruang sangkar dan berjalan di koridor sekolah, mencari keberadaan Pricil. Tidak ada tanda-tanda jejak Pricil yang selalu berisik.
"Anggun, kau merasakan aura hantu Rangga tidak?" tanya Nathan, Anggun pun menggeleng. "Coba kau rasakan ke mana aura hantu Rangga berada. Kau konsentrasi dulu, Nggun," ujar Nathan seraya menyemangati.
Anggun pun mengangguk, mulai memejamkan mata sambil berkonsentrasi. Segenap tenaganya bersatu, dalam matanya dia melihat sesuatu, cahaya hitam, serta angin malam dingin yang menerpa kulitnya. Semua alam bersatu, hingga debu jalanan menjadi abu. Anggun membuka matanya. "Pricil ada ke arah utara."
Detik itu juga kami melangkah pergi ke arah utara, menuju ke gudang belakang sekolah. "Pricil," teriak Gery saat kami semua tiba di depan gedung belakang sekolah. Pricil sedang terbaring dengan mata terpejam, tubuhnya bersandar pada dinding besar. Kami pun berlari menghampiri Pricil, namun terpental karena tidak bisa mendekatinya. Tubuh kami langsung menyentuh tanah, saling tindih tanpa sengaja mengenai kaki dan segera beranjak bangkit sebelum merasa lebih sakit.
"Ada portal yang melindunginya," ujarku.
Gery tampak panik, dia mencoba lagi untuk menembus portal tersebut. Alhasil, dia terpental lagi. "Gery, biar ini jadi urusan aku," selorohku yang langsung maju ke depan dan membacakan mantra-mantra dengan bibir komat-kamit.
Mereka semua bingung, begitu pun Gery yang sudah memerah—menahan amarah. Aku bergumam, "tolong bantu aku, putri dari Sultan Gustino. Bukakan portal ini."
Portal yang tadi terlindungi kini pecah dengan suara kecil dan cahaya biru bagai cipratan air. Portalnya sudah terbuka. Kami semua pun masuk menghampiri Pricil. Gery yang paling utama menepuk pelan pipi gadis itu. "Pricil, bangun sayang. Hei, bangun." Perlahan, mata gadis itu terbuka samar-samar.
"Cebol kenapa bisa nyasar di sini, dah?" tanya Nathan.
"Ke mana hantu Rangga berada?" tanya Naufan.
Pricil masih bingung.
"Kalian udah tahu Pricil baru sadar, kenapa pada banyak nanya, sih?" ketus Anggun. Setelah Pricil sadar, tahu-tahu hantu Rangga muncul di depan kami. Aku yang bisa melihat, sontak terkejut bukan main. Kedua mataku mencoba untuk mencari suatu benda, hingga aku menemukan sebuah cermin yang cukup besar untuk melihat keberadaan hantu Rangga.
"Guys, pakai cermin ini untuk melihat hantu Rangga muncul," bisikku kepada yang lain, aku menyerahkan cermin tersebut kepada Anggun. Otomatis membuat Gery, Naufan, Nathan, Egi, serta membantu Pricil untuk berdiri dari tempatnya dan mendekat pada Anggun.
"Apa yang mau dilakuin sama tuh bocah?" tanya Nathan, ketika menyadari aku sudah berada di hadapan hantu Rangga.
Hantu Rangga melayang rendah, agar aku tidak terlalu menengadah untuk melihat penampakan hantu tersebut. Sama seperti sebelumnya aku melihat hantu itu, dia mengenakan juba hitam yang sangat kusut. Kepala dan bagian rambutnya tertutup oleh tudung juba. Sehingga hanya menampakkan wajah si hantu yang sangat memprihatinkan. Kalau saja dia bukan hantu atau setengah bagian wajahnya masih utuh, Rangga akan terlihat sangat tampan. Tetapi takdir berkata lain, hantu itu mengerikan. Sebelah wajah kiri kulit hantu itu terkelupas, dengan kondisi darah yang sudah mengering.
"Rangga, aku tahu di mana Anjeli berada. Dia mau ketemu bersamamu, tapi kau harus kasih tahu di mana keberadaan hantu Azka dulu," ujarku tanpa jeda.
Hantu Rangga hanya menyeringai sadis dengan mata mengintimidasi. Tawa kerasnya pecah membuat bulu kudukku bergidik ngeri.
"Pengen aku tabok aja tuh, hantu!" celoteh Nathan tidak tahan.
"Elssa mau ngapain, sih? Kalau dia kenapa-napa gimana? Sok berani lagi!" desis Pricil, membuat Egi hanya diam dan memperhatikan dengan santai, pembawaan Egi selalu terlihat tenang di kala semua saudaranya panik. "Egi, bantuin Calista, ish!" lanjut Pricil yang tiba-tiba melihat ke Egi sambil mendorong tubuh cowok itu untuk mendekati hantu Rangga, walau tenaganya masih lemah.
"Diam. Dia tidak apa, aku jamin!" sahut Egi dingin dan datar, membuat Pricil berdecak kesal.
"Yailah, kau jamin pakai apa? Kalau nggak keburu dipepet, bukan jaminan buat kau seutuhnya lah, Gi. Hati-hati aja direbut sama Naufan, Calistanya!" seru Nathan yang tiba-tiba berceletuk di waktu menegangkan ini. Untung saja Egi cuek dan acuh, Naufan mengabaikan eksistensi cowok itu, sedangkan Anggun sudah memberi pelototan yang bisa membungkam mulut Nathan dalam sekejap.
"Cepat bawa ke sini Anjeli, aku mau ketemu dengannya," perintah hantu Rangga sengit.
"Sengit amat, pengen aku tonjok mukanya kalau bisa, nih." Egi mengomel sendiri. Sedangkan yang lain diam memperhatikanku berinteraksi dengan si hantu. Aku tersenyum, lalu berjongkok dan menggelindingkan buku diary itu agar mendekati hantu Rangga. "Kau baca dulu isi dari buku itu, di sana kau akan tahu sebenarnya. Anjeli juga sayang kau katanya," alibi Calista.
Hantu Rangga pun mengambilnya. Sedangkan kami menunggu sambil memperhatikan hantu Rangga membaca lembar demi lembar yang terisi dalam buku diary itu, sosok manusia datang mengintrupsinya. "Hentikan Rangga, kau jangan pernah terpengaruh sama mereka. Tujuan kita hanya mengambil hantu Anjeli." Pria itu menatap nyalang ke arahku dan yang lainnya. Sangat menyebalkan.
"Siapa kau? Pasti kau orang yang sudah membuat Rangga menjadi benci dengan Anjeli dan Azka!" sergahku dengan intonasi tajam. Gadis itu sungguh pemberani.
"Kau! Gadis yang sangat menguntungkan bagi aku," tandas pria itu mendekatiku, merasa terancam aku perlahan mundur.
BRUAKKK!
Egi maju sebelum pria itu mendekatiku dan menghajarnya dengan kilatan amarah. "Brengsek! Kau dalang dari semua ini. Rangga, kau udah di manfaatin sama dia. Anjeli punya masalah sama dia!" murka Egi tepat saat kaki kanannya menindas dada pria tersebut yang telah melemah di bawah kuasanya.
Gery, Nathan dan Naufan pun segera mendekati pria itu. "Kau yang sudah membuat kakak aku kecelakaan sama pacarnya!" tuduh Naufan. Hantu Rangga pun terkejut. Dia kira itu sebuah kecelakaan murni yang disebabkan oleh Azka.
"Kau bohong sama aku, Fery!" teriak Rangga marah.
Pria yang bernama Fery menatap Rangga memohon dengan raut sedih. "Maafin aku Rangga. Aku punya dendam sama Anjeli karena dia yang menyebabkan nyokap bokapku meninggal." Fery menjelaskan. Hantu Rangga tetap tidak percaya. Dia sudah marah kalang kabut.
"Anjeli," teriakku saat mataku menangkap sosok Anjeli yang hadir di belakang hantu Rangga.
Anggun dan Pricil mendekatiku dan mengarahkan cermin ke arah Anjeli berada. "Anjeli?" gumam Anggun.
Terlihat hantu Anjeli mendekati Rangga. "Rangga, maafin aku. Ini semua salah aku, karena aku, Azka meninggal dan kau juga harus menyusulku. Karena aku, kau seperti ini. Dia dendam sama keluarga aku, aku sendiri nggak tahu keluarga aku di mana? Tapi, dia membalaskan kepadaku, Rangga." Anjeli menjelaskan dengan wajah sedih.
Rangga teriris, dia sudah salah menilai. Matanya menatap tajam ke arah Fery, menyalangkan tatapan mematikan. "Rangga, kembalilah denganku dan juga Azka ke alam kita!" Anjeli memohon, membuat Rangga tidak tega. Cowok itu pun mengangguk, lalu membawa Anjeli menuju ke tempat Azka di sembunyikan. Aku yang tahu mereka pergi pun mengikutinya.
"Tolong kalian urus dia," pintaku sambil menunjuk Fery.
"Cal, Rangga sama Anjeli mau ke mana?" tanya Pricil, aku tak menggubris dan mengikuti kepergian hantu tersebut. Egi, Nathan, Gery mengikat Fery dengan tali yang ada di sana. Naufan yang menyadari kepergian aku pun mengikuti kedua hantu dan diriku. Sampai pada akhirnya kami berhenti di sebuah ruangan lab IPA. Terdapat kotak bening dan di dalamnya ada hantu kasat mata. Rangga membuka toplesnya hingga munculah sebuah asap menandakan hantu Azka bebas.
Azka dan Anjeli berpelukan. Aku yang melihat itu pun tersenyum lebar. Anjeli, Azka dan Rangga menatapku bersama Naufan secara bergantian. "Terima kasih sudah membantu kita," ujar Anjeli terharu.
"Maafin aku yang udah salah sangka, ya?" Rangga meminta maaf kepada Naufan dan dibalas oleh anggukan. Dilihatnya Azka menatap kembarannya dari pion cermin tersebut.
"Dek, maafin aku. Aku kangen banget sama kau. Jaga mama dan papa baik-baik, ya?" Azka pun membuka suara.
Naufan yang mendengarnya hanya bisa menahan senyuman. "Selamat jalan kak, semoga kalian semua bisa tenang di sana," ujar Naufan yang sudah mengikhlaskan kakaknya.
"Sekali lagi, aku minta maaf." Rangga mengulangi permintaan maafnya. Aku mengangguk dengan senyum melebar.
"Sudah saatnya kami kembali. Ini bukan tempat kami. Calista, kau sungguh pemberani, semoga Tuhan membalas kebaikanmu. Kami bertiga pamit," kata Anjeli mengucapkan salam perpisahan sebelum pergi. Aku melihat teman-teman lainnya menyusul, termasuk Egi yang tiba-tiba tersenyum tipis padaku. Aku jadi salah tingkah.
Yakinlah, semua orang pernah melakukan kesalahan. Semua orang pernah berada di fase terbodoh karena perbuatan kejamnya. Biarkan mereka sadar seiring berjalannya waktu selama perbuatan tersebut belum melampaui batas. Atau membiarkan mereka tertampar perlahan-lahan setelah menyadari kalau berbuatannya selama ini salah? Karena penyesalan datang untuk terakhir kalinya. Di sanalah orang itu akan memberikan kesempatan kedua untuk memperbaiki. Ikhlaskan jika mereka pergi, agar kelak diterima di sisi-Nya.