Mendadak hening, diselimuti rasa canggung, tidak ada yang berani beranjak dari tempatnya masing-masing. Tubuhku pun ikut menegang, tiba-tiba merasa kedinginan, pikiran mulai berkeliaran tentang siapa yang telah membuat tulisan ini. Egi hanya diam, dari ekor matanya menikmati gesturku. Nathan sendiri mendekati Anggun, menjaga kekasihnya sambil mulai merekam beberapa kejadian bersama kameranya. Naufan sendiri sibuk menelusuri sesuatu di setiap sudut ruangan dengan ekor matanya, setelah melihat tulisan di dinding tersebut. Pricil membekap mulutnya dengan kedua tangan, dia tidak suka mencium aroma darah. Gery menatap penuh amarah, dia merasakan kehadiran Gisya. Anggun sendiri mendekap tubuhnya yang terlihat kedinginan, tapi dia juga mencari sesuatu di sekitar mereka.
"Apa yang bisa kita bantu? Kamu siapa? Siapa yang harus kita temukan?" Aku berteriak, mencoba untuk berinteraksi dengan sosok yang menulis di dinding tersebut.
Naufan mendekatiku. "Apa kau kenal aku? Apa kau yang membisikkan ke telinga aku tadi dan menyuruh kita semua masuk ke dalam sanggar ini? Apa kau—," Naufan bungkam seketika. Setelah menemukan tulisan di dinding besar menghilang, tiba-tiba saja muncul dengan tulisan lain. Tulisan itu tersirat penuh makna.
'Aku mengenalmu sebagai kembaran kekasihku. Tolong, bantu aku menemukan kekasihku. Aku mau dia berhenti mengganggu kita. Karena dia menaruh dendam kepadaku. Mungkin, karena aku tidak memilihnya.'
Naufan mengerjapkan matanya, apa yang dimaksud itu orang yang selama ini dicari oleh hantu Rangga?
"Kau... Anjeli?" Aku melihat ke arah Pricil yang kini membuka suara.
"Kalau kau Anjeli yang ingin meminta bantuan kita, kasih tahu apa yang harus kita lakukan, karena ini juga menyangkut nyawa Naufan dan Gisya," ujarku menambahi ucapan Pricil sambil mencari wujud hantu nyata tersebut.
Gery hanya mengangguk setuju. "Iya, kasih tahu kita, kasihan adik aku yang jadi taruhannya dan dikira itu kau," tambah Gery.
Seketika darah yang ada di dinding itu perlahan menghilang, tergantikan oleh angin malam dari celah ventilasi udara. Kami semua mengerjap heran, mengucek mata dengan rasa penasaran, walau bulu kuduk Pricil sudah merinding, Egi tetap berperan dingin dengan muka datarnya, Anggun mendelik kepada Nathan yang justru merajuk seperti anak kecil, Gery, Naufan dan aku sibuk mencari jejak hantu. Sekilas terlintas sosok perempuan, membuatku terjingkat sambil mengerjapkan mata dan menggelengkan kepala pelan. Hantu itu semakin jelas melayang di sudut ruangan ini.
"Elssa, lihat apa?" tanya Egi datar yang tiba-tiba buka suara sambil menyebut namaku untuk pertama kalinya. Walau panggilan tersebut bukan Calista, melainkan Elssa. Aku menengok ke arah Egi yang berada di belakang.
"Dia datang, tapi kenapa kau memanggilku Elssa? Panggil aku Calista saja," lirihku sambil menatap Egi bingung, menggigit jari telunjukku juga. Egi mengabaikan eksistensiku, membuatku sedikit kesal.
Dia adalah Anjeli, yang saat ini melayang ke udara. Wajah perempuan itu cantik, karena banyak luka memar di sana, membuat dia tidak bisa tesenyum dan terlihat kaku. Aku dapat melihat rambut panjang perempuan itu kusut, seperti gelombang lautan dan berwarna hitam pekat. Terlihat bibir perempuan itu sobek, tubuh penuh darah membuat baju putih perempuan—kotor akan noda dan menjadi kusut. Sangat menyedihkan, Aku bergidik ngeri melihatnya.
"Calista, apa kau melihat sesuatu?" tanya Anggun, merasa penasaran melihat gelagatku, karena dia hanya bisa merasakan aura yang sangat menegangkan.
"Anjeli...," lirihku, langkahku ikut maju ke depan dan semakin mendekati Anjeli, seolah ada magnet yang menarik untuk mendekat.
"Elssa, kau mau ke mana?" teriak Egi, namun yang dipanggil, aku tak menggubris dan terus menghampiri sosok hantu Anjeli. Aku merasa kalau Egi mengekoriku dari belakang, sedangkan hantu Anjeli semakin menjauh.
"Anjeli, kau mau ke mana? Kita belum ngobrol," teriakku, lalu aku menengok ke belakang, melihat Egi berada satu langkah di belakang. "Anjeli pergi," lirihku sambil menundukkan kepala sedih.
Egi menatapku dengan simpati, lalu dia menyuruhku untuk kembali berkumpul bersama yang lain di balik pintu sanggar.
"Anjeli pergi karena ada Egi," ujar Pricil. "Aura Egi itu mengusir hantu dan aura Calista membuat dia mendekat dengan hantu baik semacam Anjeli," lanjut Pricil dengan suara pelan.
"Kenapa aku tidak lihat Anjeli?" tanya Naufan, dia amnesia atau lagi membuat candaan, sih? Semua pasang mata menatap Naufan sambil menghembuskan napas gusar termasuk aku.
"Anjeli hantu, bukan manusia, Naufan!" geram Gery.
"Naufan jangan ketularan sama Nathan dua deh, dia otaknya emang udah gesrek." Anggun melirik Nathan, cowok itu seperti orang santai di pantai, tidak ada ekspresi tegangnya dan malah makan snack.
Naufan mulai berjalan mendekati beberapa barang yang sudah rusak di dalam sana. Egi yang sedang memegang senter pun mulai mengarahkan senter sebagai pencahayaan.
"Dulu Azka pernah bilang ke aku kalau di sini mereka menyimpan barang berharga di sebuah kotak berwarna coklat trus ada lambang tunas kelapa muda. Tolong bantu cari, guys!" Naufan menjelaskan, lalu mulai mencari barang berharga itu di sekitar meja dan almari yang telah rusak.
Aku tampak berjalan mendekati ruangan sempit tempat penyimpanan tongkat dan beberapa tali pramuka. Terdengar suara jeritan dari ruangan ini yang jelas terekam ke dalam telingaku. Namun, aku tidak menemukan sesuatu.
"Cal, kau lagi ngapain di sana?" tanya Pricil.
"Kau dengar suara jeritan cowok nggak, sih? Suaranya serak serak gitu, tapi nggak jelas ngomong apa," kataku dengan wajah cemas, lalu menatap ke arah Pricil yang berdiri di ambang pembatas pintu.
"Nggak deng—," suara Pricil terputus, pikiranku sudah mulai melayang ke mana-mana, membayangkan yang tidak jelas. Detik selanjutnya, Pricil berteriak histeris. "Genderu—wooo jelekkk," teriak Pricil heboh dan bergegas lari menuju ke teman-teman lainnya.
"Woy, Pri, tidak ada genderuwo di sini," sahutku seraya menengok ke arah lain yang membuat kedua mataku melotot. Namun, yang terlihat bukan genderuwo. Sebuah tali menggantung di atas, mengayunkan kotak persegi berwarna cokelat bergambar tunas kelapa.
"Lah? Si—siapa yang bikin ayunan barusan?" lirihku, namun aku tidak takut dan mendekati kotak itu. Aku mengambil ikatan tali dari kotak itu, dan melihat isi di dalamnya. Sebelum sempat membuka kotak tersebut karena ragu, sebuah suara mengintrupsi keadaanku.
"Buka kotak itu Calista. Kamu akan tahu saya membutuhkan bantuan kamu dan yang lain." Begitulah suara yang terdengar di telingaku.
Spontan membuatku mengangguk, "saya akan membantu, Anjeli."
"Kau tidak kenapa-napa?" Egi muncul menghampiriku, bertanya dengan datar. Aku menggeleng dengan wajah berseri dan matanya fokus untuk membuka kotak di hadapanku ini.
"Itu apa?" tanya Egi penasaran.
"Kotak yang dimaksud sama Naufan bukan? Anjeli mengirimkan ini sama aku," jawabku sambil menatap semua orang-orang yang ada di belakang, menunggu dengan wajah tegang.
"Kau menemukan kotaknya, Cal?" teriak Naufan berlari ke arahku bersama yang lain. Aku hanya mengangguk.
"Isinya apaan? Harta karunnya Spongebob, ya?" Nathan berasumsi, Anggun menjitak kepala cowok itu. Nathan meringis, "sakit Anggun sayang, kau menjadi pacar tidak ada sweet-nya banget, sih?" gerutunya, membuat Anggun menatap sinis dan Nathan langsung diam.
"Isinya apaan, Cal?" tanya Naufan sangat penasaran.
Aku sudah melihat isinya. "Isinya...," suaraku terpotong.
"TOLONGGGG!!!" jeritan itu berasal dari seseorang di luar sana.