Chereads / Ghost of School / Chapter 11 - Siapa Yang Minta Tolong?

Chapter 11 - Siapa Yang Minta Tolong?

"Maksudmu kembaran Naufan si Azka Rafael yang itu udah meninggal gara-gara kecelakaan sama pacarnya Anjeli lima bulan lalu?" tebak Anggun, mendapat anggukan dari Pricil dan aku yang masih terlihat bingung dengan cerita rumit ini.

Bukannya aku takut dan ingin menghindar dari hal yang berurusan dengan hantu, tapi semakin aku lari mencari tempat baru akan semakin berurusan dengan hal tersebut. Aku akhirnya tersadar, hidupku memang ditakdirkan seperti ini. Papa mengantarku, mengirimku ke tempat ini, bertemu mereka, bukan untuk lari, tapi untuk menghadapi. Dengan ini, aku menemukan sosok yang benar-benar tulus menerimaku dan kami semua sama. Terlibat dengan hantu bukan keinginan kami. Tapi membantu dan menyelesaikan misi adalah tugas kami.

"Kita harus mencari tahu tentang Anjeli dan si hantu yang membenci kembaranku itu. Bagaimana pun, gantengan akulah, kenapa aku yang diincar sama si hantu, orang si Azka juga udah meninggal sama pacarnya kenapa harus bales dendam?" ujar Naufan tidak terima.

Suasana menjadi sangat menegangkan, "kau tahu sesuatu tentang Anjeli yang bisa kita pecahkan tentang masalah ini?" tanya Gery, terlintas dipikirannya tentang Anjeli yang dulu notabene sebagai anggota pramuka dan bertemu dengan Azka kembarannya hingga menjadikan mereka terlibat cinta lokasi karena sama-sama anak pramuka.

"Kita ke sekolah malam ini," putus Naufan, mulai ngacau dan membuatku tak setuju.

Pricil melototkan matanya. "Kita baru aja balik dari sekolah mau ke sekolah lagi?!" pekik Pricil dengan suara emasnya yang super merdu.

"Aku setuju, kita ke sekolah malam ini!" Suara itu berasal dari bibir Gery dan Egi yang tak sependapat denganku juga.

Woi! Ini gilakk anak-anak cowok pada nggak ngotak semua apa, ya? Aku hanya bisa membatin terus, kendati aku tidak bisa blakblakan seperti Pricil dengan kebarbarannya. Kuharap masih ada yang sependapat bersamaku.

Anggun dan Nathan saling tatap lalu mengangguk setuju. Kurasa hanya aku dan Pricil yang sepertinya enggan untuk kembali ke sekolah. Kami saling melempar pandang. Sampai akhirnya, Egi menatapku datar. "Kalau kau tidak mau ikut, tinggal lah bersama Pricil di sini." Egi seperti dapat membaca pikiranku terus menerus.

Aku cemberut, masih menatap ke arah Pricil sebelum menatap Egi dan dengan pasrah kukatakan. "Aku ikut!"

"Ya, semua pada ikut masa aku yang di rumah? Ya, aku ikut dong!" Pricil ikut-ikutan menyahut dengan suara meninggi.

"Kalem dong, Cil! Telingaku ini nggak budek!" cibir Nathan seraya mendorong lengan Pricil yang hampir saja membuatnya terhuyung ke samping. Tapi Pricil hanya bisa meliriknya dengan sinis, kemudian ia turut bergabung denganku, menggandeng lenganku.

***

Menggunakan dua mobil hitam sedan yang dapat membawa ketujuh manusia itu menuju ke sekolah. Di mobil yang dikemudikan oleh Egi terdapat aku, Pricil dan Nathan. Sedangkan di mobil Gery terdapat Anggun, dan Gery. Kami tiba di sekolah saat kondisi sudah mulai sepi dan gelap karena jam menunjukkan pukul sembilan malam.

"Kau yakin kita bakal ke sekolah malam bolong begini, Gi?" tanya Pricil yang merasa mulai digeluti rasa ngeri, bahkan bulu kuduknya sampai berdiri semua.

Nathan menengok ke arah Pricil yang duduk di belakang. "Halah, bilang aja kau takut, Cil, kecil sih penakut," cibir Nathan, membuat Pricil kesal lalu menjitak kepala cowok di samping Egi ini.

"Nyebelin banget sih, jadi cowok! Kau itu mirip admin lambe turah, ya!"

"Lambe turah apaan?" Nathan bertanya dengan setengah alis terangkat.

Pricil memutar bola matanya malas. "Tanya si Calista tuh, dia kan orang Surabaya pasti kenal admin lambe turah."

Aku menoleh ke arah mereka. Kenapa jadi berdebat soal lambe turah, sih?

Nathan menatapku dengan cengiran. Tapi aku langsung membidiknya dengan tatapan menusuk. Aku tidak ingin bercanda. Ini adalah malam yang menyeramkan bagiku. Serius, aku belum pernah memiliki kegiatan seperti ini. Tapi mengapa aku tetap ingin pergi jika itu bersama mereka? Apa ini yang dinamakan rasa ingin tahu, kebersamaan, serta keberanian?

Egi yang sejak tadi diam menunggu gerbang terbuka, karena mobil Gery sudah di depannya dan terlihat Gery bersama Naufan membuka gerbang sekolah. "Berisik!" ketus Egi seraya menatap eksistensi Nathan.

Spontan aku dan Pricil terkikik geli, Nathan yang melirik ke kami berdua hanya bisa mencebikkan bibir kesal.

Pricil menatap Gery dengan wajah sengsara ketika kami semua telah turun dari mobil masing-masing. "Gery mah, jahat! Ngambek aku sama kamu."

"Kenapa?" Gery bertanya, wajahnya sama sekali tidak tersenyum, dia mengerutkan keningnya dan mencoba mengarahkan senter untuk menerangi sekitarnya.

"Ngaduan mulu, Cil! Kayak bayi aja, udah gede jangan begitu. Nanti Papa nggak mau lagi nganterin kamu pipis loh." Nathan berceletuk, membuat Gery serta Pricil langsung menatapnya galak. "Iya deh, iya, aku diam."

Diam-diam aku tertawa pelan di belakang mereka. Aneh sekali, kadang aku semakin terhibur dalam keadaan seperti ini. Sikap Nathan yang selalu berhasil mencairkan suasana, membuatku sedikit lebih tenang.

Mereka bertujuh telah berkumpul di pekarangan sekolah sambil membawa barang-barang yang dibutuhkan seperti senter, kunci ruangan, kamera handycamp, dan satu lagi si Nathan malah bawa snack yang ada di mobil Egi. "Babi, makan mulu kerjaannya," cibir Pricil kepada Nathan.

Nathan menatap sinis ke arah gadis mungil di sampingnya yang memiliki perbedaan tinggi sepundaknya. "Suka suka aku dong, sewot aja kau kalau mau minta bilang. Aku tuh, baik hati mau nyediakan jajan buat si hantu."

Pricil mendengus kesal, "kau kira hantu manusia titisanmu? Yang makannya banyak tapi tak juga gendut-gendut," balas Pricil, karena kesal melihat keributan keduanya Anggun menyumpal bibir cempreng Pricil dengan sari roti rasa coklat milik Nathan.

"Diem woy, kita lagi jalanin misi juga. Duo Tom and Jerry kalau tidak bisa diem aku suruh Calista tukerin nyawa kalian berdua, nih." Kalau Anggun sudah marah sambil berkacak pinggang seperti ini, tidak ada alasan untuk Nathan dan Pricil bercanda lagi.

Egi pun menyalakan senter dan mengarahkan ke koridor lorong sekolah. "Guys, ikutin aku ke ruang OSIS, kita cari data mengenai Anjeli." Egi sudah berjalan dulu memimpin barisan seperti tentara perang.

"Gi, setelah dari ruang OSIS. Kita harus ke sanggar pramuka, buat nyari sesuatu di dalam sana." Naufan berada di belakang Egi bersamaku.

"Ngapain di sanggar itu? Ekskul pramuka kan, udah lama tidak berjalan baik karena ketuanya, si Azka kecelakaan dan tidak ada yang mau menggantikan posisinya." Pricil yang sudah bergidik ngeri saat mengingat ruangan laknat tersebut, lebih tepatnya sekarang jadi gudang penyimpanan barang.

Naufan menengok ke belakang. "Hanya ke sanggar pramuka yang bisa nemuin jalan keluar. Azka pernah bilang ke aku kalau tempat itu paling berharga bagi mereka berdua karena pertemuan itu menjadikan mereka bersatu."

Berhenti di ruang OSIS, Egi membuka pintunya dengan kunci yang di bawanya. "Cepet buka pintunya, Gi. Aku ngerasa ada aura jahat yang bakal menuju ke sini." Anggun berasumsi membuat mereka semua mendekat dan merasa was-was.

Wah, Anggun mah kata-katanya buat parno aja.

Egi berhasil membuka pintunya, mereka pun segera masuk ke dalam ruang OSIS dan Egi mengunci kembali pintunya. Sepertinya sama aja kalau dikunci, hantu tidak akan punya etika kalau masuk karena dia bukan manusia. Dia hantu yang bisa tembus pandang sana-sini.

"Buat apa dikunci kalau hantunya punya pintu doraemon yang bisa nembus ke mana aja?" celetukku asal.

Egi menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Iya juga, sih."

Anggun yang sudah berada di lemari tempat penyimpanan data siswa mulai membongkar seluruh data untuk mencari milik Azka dan Anjeli, dibantu oleh Pricil, Gery, Naufan. Sedangkan, Nathan hanya menjadi satpam seraya menyuapkan snack ke dalam mulutnya.

"Anjeli itu anak seangkatan kita sama seperti Azka. Dia anak sastra guys, di sini juga tertulis kalau Anjeli itu anak yatim piatu." Anggun yang sudah menemukan data Anjeli langsung membacakan bagian pentingnya.

"Berarti, Anjeli tinggal di panti?" tanya Pricil, mendapat anggukan dari Anggun.

"Bagaimana kita tahu tentang hantu yang mengincar Azka itu?" tanya Naufan seraya menggigit bibir bawahnya.

Tiba-tiba, sebuah foto cowok terjatuh di lantai dari data Anjeli, foto itu... mirip seperti foto hantu yang mengejar-ngejar Naufan.

Di baliknya tertulis nama si pemilik foto... Rangga Denoval Azhari.

"Rangga? Jadi, nama dia Rangga?" celetukku lagi-lagi membuat mereka semua menatap penasaran, lantaran aku yang tahu bagaimana penampakkan wajahnya ketika melihat hantunya. Aku tidak salah mengenali, ini mirip seperti hantu itu.

"Iya, ini Rangga anak IPA." Naufan menyahut.

"Kau kenal Rangga?" seru Egi seraya menatap Naufan.

"Iya, Azka sering cerita ke aku. Katanya, Rangga musuh dia karena pernah maksa Anjeli buat pulang bareng, padahal si Anjeli jelas maunya sama Azka." Naufan mengingat kejadian itu.

Mereka semua mangut-mangut. "Kita harus ke tempat sanggar dulu. Ada yang mau aku cari di sana, soal Rangga aku udah tahu sesuatu," ujar Naufan, saat cowok itu hampir saja keluar dari ruangan OSIS, langkahnya tertarik ke belakang.

Mereka semua berhenti melangkah di balik pintu, Naufan mengisyaratkan mereka diam.

"Kenapa elah pakai diem dieman segala," celetuk Nathan dengan santainya.

Tanpa diundang, angin datang dengan embusan yang kencang dan membuatku berpikir dari mana asalnya. Membuat barang-barang yang berada di dalam ruangan OSIS itu berjatuhan.

Mereka semua mencoba tenang, para cewek mendekat kepada cowok-cowok. "Gun, sini aku peluk biar hantunya tidak mengganggumu," ujar Nathan, tapi Anggun malah menggeleng.

Aku yang berada di samping Egi langsung mendekat ke arahnya, meminta perlindungan jika saja ada hantu jahat yang jahil. "Ngapain kau dekat-dekat aku?" tanya Egi, membuatku menengadakan kepala seraya menatap Egi heran. Aku cemberut, lalu menciptakan jarak lagi dengan Egi. Tapi tiba-tiba, Egi menarik pinggangku, spontan aku membelalakkan mata melihat tingkahnya yang merangkul pinggangku dengan posesif. Dia juga kembali membidik mataku tajam.

Sampai akhirnya...

BRUAKKK!!

"ARGHTTT, LARIII," suara jeritan itu berasal dari Naufan, Pricil, Nathan dan aku yang tiba-tiba ikut heboh.

Hantu Rangga muncul lagi ternyata. Dia lebih menyeramkan malam ini, sampai-sampai aku tidak ingin melihatnya. Seperti psikopat hidup, hantu Rangga masuk melewati jendela ruang OSIS, dia terbang dan menghantamkan sebuah balok berukuran cukup besar dari kayu jati, hampir mengenai kepala Naufan, jika saja cowok itu tidak sigap melihatnya dan menghindar ke arah kiri. Kini, Naufan sudah berlari membuka pintu ruangan menelusuri koridor diikuti dengan yang lain.

Tujuan kami sekarang adalah ruang sanggar pramuka.

"Masuk ke ruang sanggar, dia akan berhenti mengejarmu." Tanpa tahu siapa yang sudah membisikkan sekilas melintasi telingaku. Suaranya lirih banget, sepertinya dia cewek.

"GUYS, MASUK KE RUANG SANGGAR," teriakku kepada yang lainnya.

Mereka pun masuk mengikuti perintahku ketika ruangan tersebut berhasil terbuka oleh Egi. Walaupun keadaan ruang sanggar ini lampunya padam, setidaknya masih ada sedikit celah cahaya remang-remang yang masuk melewatu jendela. Ternyata benar, hantu Rangga tidak mengikuti kami.

Di ruang sanggar, hal pertama yang kami lihat adalah tulisan percikan darah di dinding besar yang dulunya sering menjadi tempat pajangan penghargaan-penghargaan yang pernah diraih oleh anak pramuka. Mereka bilang, tempat ini sudah berantakan sejak tak berfungsi lagi kegiatannya. Aku yang melihatnya saja hanya bisa geleng-geleng kepala heran. Mengapa ekskul pramuka harus dinonaftifkan?

Hingga tulisan itu kueja dengan perlahan...

Tolong bantu aku menemukan dia!!!

"Siapa yang minta tolong?" gumamku tanpa sadar.