Chereads / Ghost of School / Chapter 10 - Permintaan

Chapter 10 - Permintaan

Aku terbangun, cahaya yang mula sedikit perlahan-lahan tertangkap oleh kedua bola mataku saat bulu mata lentikku berkedip. Sudah berapa lama aku tertidur pulas? Ternyata saat mataku menyapu ke jam dinding yang tertanggal di ruangan ini, sudah jam delapan malam. Eh, bentar deh, ini seperti bukan di ruang OSIS lagi. Aku sangat familiar dengan ruangan ini. Oh, bagaimana aku bisa lupa? Ini kan, kamar Pricil. Dan, juga tempat yang akan menjadi mimpi panjangku setiap malam.

Karena insiden hantu itu mungkin mereka membawaku pulang. Dan, dia seperti ada sangkutpautnya dengan Gisya ataupun Naufan. Aku sangat yakin. Matanya yang penuh amarah dan dendam gelap. Aku bisa merasakannya. Dia menebarkan aura negatif.

"Cal, kau tidur begitu lama," celetuk Pricil, yang ternyata sedang menungguku terbangun.

Aku merasa sedikit nyeri, tapi cukup kuabaikan, nanti juga akan hilang. Aku segera mengubah posisi menjadi duduk sambil bersandar pada headboard, mataku melihat sekeliling sudut ruangan lalu menatap Pricil seolah bertanya, 'Ini kenapa pulang? Yang lain pada ke mana?' tanpa suara, lantaran tenggorokkanku seperti sulit mengeluarkan suara, sudah kering sepertinya.

"Egi menggedongmu saat kau pingsan dan dia menyuruh kami kembali ke rumah dengan mengajak Naufan pula." Pricil menjawab pertanyaan dari tatapanku.

Suara derap langkah kaki berbondong-bondong memasuki kamar Pricil yang baru kusadari desain interior dengan aura berbau mistis. Sepertinya, keluarga mereka misterius karena di kamar ini terdapat banyak lukisan antik, menurutku. Sampai pintu kamar berderit pelan hingga muncul satu persatu manusia yang selama ini selalu di sekelilingku.

"Cal, udah sadar? Habis jalan-jalan ke mana baru sadar?" Nathan yang paling banyak omong, lirikan matanya yang menyebalkan, senyumnya sok cool dan misterius, mentang-mentang dia tinggi hingga membuat kepalaku menengadah untuk menatapnya.

Anggun menggeser Nathan agar memberinya jalan untuk menyodorkan segelas air putih kepadaku yang masih kebingungan. "Nath, geser dong! Jangan buat aku emosi lagi, deh! Tingkahmu itu sumpah bikin malu aja, dia baru bangun jadi jangan bikin dia pingsan lagi." Anggun yang notabene paling sabar menghadapi Nathan jadi tidak sabaran dan rasanya ingin sekali marah-marah.

"Deket juga kau senang, kan?" goda Nathan, dibalas tatapan galak Anggun yang terlihat tak menyukainya.

Aku hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah aneh mereka. Lantas kuputuskan untuk meneguk air putih pemberian Anggun sebelum meletakkan gelas kosongnya di samping ranjang yang terdapat meja nakas.

"Aku menemukan kuncinya," ujarku tiba-tiba tanpa sadar meluncur begitu saja, membuat semua pasang mata menatapku dengan tatapan bertanya.

Egi langsung menanggapi kompak dengan Gery. "Kunci apa?"

"Aku mimpi lagi," lirihku, mengode agar mereka sedikit merapat.

Pricil mendekat dan mengisyaratkan yang lain untuk diam. Gadis imut seperti Pricil ini menggenggam tanganku dengan penuh perhatian, seperti menyalurkan ketenangan. Aku yang awalnya bingung karena merasakan ada getaran dalam tubuhku, kemudian mulai mencoba untuk berkonsentrasi dan mengendalikan diri dari pengaruh negatif yang selalu mencoba untuk menahan.

Di saat mulai tenang, Nathan juga mulai memandang serius. Tiba-tiba Pricil yang menggenggam tanganku, memejamkan mata. Apa yang ingin dia lakukan? Remang-remang cahaya muncul dari jendela kamar Pricil, angin berembusan sangat kencang hingga menerpa kulitku menjadi sangat dingin dan rambutku yang semula baik-baik saja jadi berterbangan ke udara hingga ke depan mukaku dan menutupi sebagian wajahku.

Pricil melepaskan genggaman tanganku secara tiba-tiba, detik itu juga angin berhenti, cahaya pun hilang. Kondisi kembali normal dan tenang. Rambutku tidak lagi berterbangan. Aku masih bingung dengan apa yang terjadi, tapi setelah mencoba untuk mencari kesadaran dan melihat mata Pricil, aku sadar bahwa dia mencoba untuk melakukan sesuatu padaku.

"Ada yang bisa kau lihat?" Naufan bertanya dengan pandangan serius menuju ke Pricil, suaranya terdengar bergetar seperti ketakutan.

Pricil menggeleng, sepertinya dia butuh beberapa detik untuk mulai menjelaskan semuanya. Terjadi kehengingan untuk beberapa saat hingga Pricil mulai membuka suara.

"Jadi..."

Di dalam mimpiku...

Gisya Permata Aurah. Gadis itu berjalan keluar dari toilet cewek sendirian dan hendak menuju ke lapangan basket indoor, menemui seseorang yang ingin dicarinya.

Di belakang Gisya, sosok juba hitam itu mengikutinya dengan kaki tak menapak. Dia melayang seperti kain berjuba hitam tanpa ada tubuh di dalamnya. Entahlah, ini terlihat aneh dan begitu mengerikan.

Pantas saja aku menjadi paranoid saat melihat kehadiran sosok juba hitam itu. Sudah ratusan kali aku mengejar Gisya dan meneriakinya agar menengok ke belakang bila ada yang mengikutinya dan berniat jahat. Tapi aku salah, aku datang ke sini dalam keadaan mimpi dan itu semua memang sengaja agar aku bisa melihat kejadian yang sesungguhnya. Ini seperti sinyal yang dikirim oleh seseorang dalam pesan di sebuah mimpi. Dia pasti meminta pertolonganku. Jadi, aku harus tahu segalanya sebelum bertindak gegabah.

Namun, Gisya seolah tidak mendengar. Dia terus berjalan sampai berbelok ke arah tangga yang menghubungkan ke gedung atas.

Aku di sini seperti bayangan yang hadir untuk melihat kejadian sebelumnya. Aku terus menyaksikan apa yang hendak orang itu lakukan.

Lorong koridor lantai atas memang sepi, karena sudah bel masuk berbunyi dan seperti ada aura horor di sekolah ini karena begitu besar gedung bertingkatnya.

Sosok juba hitam itu melewati Gisya, tepat berhenti di depan gadis itu. Anehnya, Gisya malah diam menatapnya. Tapi, aku berada di balik punggung Gisya dengan jarak beberapa langkah hingga tidak bisa melihat ekspresi Gisya.

"Gisya dalam bahaya," pekikku, dengan sekujur tubuh gemetaran.

Sosok juba hitam itu tertawa bengis, dia menggiring Gisya untuk masuk ke lab IPA. Gisya menurut dan mengikutinya, hingga pintu terkunci.

"Gawat ini, darurat!" Aku seperti orang bingung dan tidak tahu harus melakukan apa. Tapi, apa daya bila aku datang ke mimpi ini hanya sebagai pengawas jalan ceritanya.

Aku mencoba untuk membuka pintu lab tersebut, ternyata aku dapat menembus pintu tersebut seperti bayangan, dengan mata berbinar aku segera masuk ke dalam. Menembus pintu yang menjadi pembatas ini. Terlihat Gisya sedang duduk di kursi dengan wajah pucat dan pandangan kosong menatap ke depan.

"Gisya, mau diapain?" gumamku cukup bergidik ngeri, menggigit bibir bawah lagi bila aku merasa sangat tegang dan gugup.

Sosok juba hitam itu muncul lagi, membawa gelas minuman berdarah. Dia memberikan gelas tersebut kepada Gisya seolah mengisyaratkan dengan bahasa tubuh dan menyuruhnya menghabiskannya.

Gilakk! Jangan di minum Gisya! Itu bahaya! Oh, my ghost! Kenapa aku harus muncul dalam keadaan seperti ini? Aku terus mendumel.

Gisya mengangguk, dia meraih gelas berdarah entah dari mana asalnya setan sialan itu mendapatkannya.

Tanpa sadar, Gisya meminumnya.

"Anjeli kekasihku, kau akan ikut bersamaku." Makhluk itu berucap dengan lantang dan dia terbang ke udara sambil tertawa cekikikan dengan ekspresi mengerikan.

Gisya terbatuk-batuk, dia mengeluarkan darah tersebut. Hingga mata merah yang tadi berada di sana berganti menjadi hitam gelap. Perlahan, tubuhnya tumbang.

Dia pingsan?

"Anjeli? Kau harus bangun! Ikut bersamaku, kita memulai hidup baru!" Hantu itu murka, dia mengangkat dagu Gisya dan menatapnya lamat-lamat. "Cantik, kau begitu menawan. Tapi, laki-laki itu jahat! Dia sudah membuatmu menderita, aku akan membalaskan dendammu," kata hantu itu dengan suara menggelegar.

"Azka Rafael, kau harus menggantikan nyawa Anjeliku!"

Azka Rafael? Apa itu Naufan Raid Azka? Atau kembarannya?

"Permintaan Anjeli adalah nyawa Azka diseret ke Neraka."

Aku langsung membungkam bibir rapat-rapat dengan kedua tangannya.

Semuanya gelap.

Awal yang di mulai dengan dendam, akan berakhir tidak baik.