Chereads / Wiro sableng 212 " Banjir Darah Di Tambun tulang " / Chapter 15 - Banjir Darah di Tambun Tulang 15

Chapter 15 - Banjir Darah di Tambun Tulang 15

Tapi betapa terkejutnya Datuk Sipatoka. Masih setengah

jalan tahu-tahu laksana ranting-ranting kering dilanda angin

puting beliung ke sepuluh keris itu berpelantingan ke

bawah. Dua buah melesat ke arah Datuk Sipatoka,

selebihnya bermentalan ke arah pembantu-pembantunya

yang duduk di kursi! Sekali mengebut kan jubah kulit

harimaunya maka mentallah kedua keris yang menyerang

Datuk Sipatoka. Tapi tidak demikian dengan pembantu-

pembantunya! Suara pekik melengking raungan laksana

hendak meruntuhkan langit-langit. Delapan orang terkulai

di kursi masing-masing tanpa bisa bergerak lagi. Mereka

adalah dua orang pembantu kelas satu, empat orang

pembantu kelas dua dan dua orang pembantu biasa! Tubuh-

tubuh mereka ditancapi keris kuning milik Datuk mereka

sendiri! Ada yang menancap tepat di ubun-ubun, ada yang

di muka, di dada dan di perut!

Paras Datuk Sipatoka kelam membesi. Mulutnya

berkomat kamit. Janggut dan kumisnya laksana kawat

meranggas karena amarah! Kedua tangannya yang hitam

saling digosok-gosokkan satu sama lain. Sedetik kemudian

dari kedua tangannya itu mengepullah asap hitam yang

berbau busuk!

"Manusia di atas loteng tahukah kau pukulan apa

yang sebentar lagi hendak kulepaskan jika kau tetap

berkeras kepala tidak mau unjukkan diri?!"

Orang di atas loteng tertawa gelak-gelak.

"Dari tempatku ini aku dapat melihat jelas, Sipatoka!

Cuma Ilmu Pukulan Hawa Neraka siapa yang takutkan?

Sayang ilmu itu adalah ilmu kesaktian paling hebat yang

terakhir kau miliki Sayang..." dan orang itu tertawa lagi

gelak-gelak lalu menyambungi: "Tapi jika kau mau meng-

adakan perjanjian aku bersedia muncul unjukkan diri!"

"Perjanjian macam mana?!" tanya Datuk Sipatoka

seraya hentikan menggosok-gosok kedua telapak ta-

ngannya. Sampai saat itu dia masih tetap duduk di kursi

kebesarannya!

"Kau bertempur sampai seratus jurus melawan pemuda

pakaian putih rambut gondrong itu...!"

Wiro Sableng tersentak kaget.

"Lalu?!" bentak Datuk Sipatoka.

"Jika pemuda itu menang, kau harus bunuh diri! Sebelum

bunuh diri kau harus pesankan pada anak-anak buahmu,

pada seluruh isi Istana Sipatoka ini untuk memusnahkan

semua bangunan yang ada di sini dan agar mereka semua

kembali ke jalan yang benar!"

"Jika dia yang kalah apa imbalannya?" tanya Datuk

Sipatoka.

"Pertama kau boleh bunuh pemuda itu, juga boleh

tamatkan riwayatku. Kedua buku Seribu Macam Ilmu

Pengobatan yang kini ada padaku silahkan kau miliki

untuk selama-lamanya!"

Berubahlah paras Datuk Sipatoka. Dia tidak terkejut

pada syarat-syarat perjanjian yang dikatakan. Tapi be-

gitu mengetahui bahwa buku Seribu Macam Ilmu Peng-

obatan berada di tangan orang yang di atas loteng itu

kagetlah dia! Wiro Sableng sendiri terkesiap karena

justru kedatangannya ke Tambun Tulang adalah untuk

mencari buku itu!

"Kurang ajar!" terdengar makian Datuk Sipatoka

menggeledek. "Darimana kau ambil buku itu?!"

"Dari dalam kamarmu tentu!" sahut orang di atas

loteng dan tertawa mengekeh. "Bagaimana?!"

Dalam hati Datuk Sipatoka mengutuk habis-habisan. Jika

orang itu dapat masuk ke dalam Istana Sipatoka dan

mencuri kitab Seribu Macam Ilmu Pengobatan dari dalam

kamarnya, nyatalah kepandaiannya luar biasa sekali dan

dia telah saksikan sendiri tadi! Menurut pandangan Datuk

Sipatoka kalau bertempur melawannya belum tentu dia

bisa dikalahkan oleh orang sakti itu. Tapi untuk

mengalahkan lawan bukan hal yang mudah pula bagi

Datuk Sipatoka. Dan karena menganggap Wiro Sableng

seorang pemuda yang tak perlu begitu ditakutkan maka dia

pun mendongak ke loteng dan berseru:

"Aku terima perjanjianmu!"

"Bagus! Tapi harap kau sampaikan dulu pesanmu

pada seluruh isi istana ini!" sahut orang yang masih ber-

sembunyi di balik loteng.

"Kentut apa kati kira pemuda tengik itu pasti akan

mengalahkah aku?!" teriak Datuk Sipatoka marah.

"Belum tentu memang! Tapi kalau kau tak bersedia

menerima persyaratan berarti perjanjian balai. Dan ter-

paksa buku Seribu Macam Ilmu Pengobatan kubawa pergi!"

"Kurang ajar!" maki Patuk Sipatoka geram. Tapi dia

kerahkan juga tenaga dalam dan berteriak hingga me-

ngumandang ke seluruh pelosok Istana Sipatoka.

"Seluruh isi Istana Sipatoka. kalian dengarlah pesan

Datukmu ini! Aku akan bertempur melawan seorang pe-

muda tengik yang kesasar datang ke tempat kita! Jika

aku kalah maka kalian harus memusnahkan segala apa

yang ada di sini dan kalian kembali ke dunia luar, ke

dalam jalan yang benar. Sekian!" Datuk Sipatoka me-

mandang ke atas dan berseru: "Nah orang di atas loteng,

puaskah kati sekarang?!"

"Puas... puasi" sahut orang itu. Sekejap kemudian diiringi

dengan suara tertawa gelak-gelak maka bobollah langit-

langit ruangan dan sesosok tubuh berpakaian putih

berkelebat dan hampir tak dapat disaksikan oleh mata

saking cepatnya tahu-tahu orang ini sudah duduk menje-

lepok seenaknya di sudut ruangan! Di pangkuannya ada

sebuah kitab. Seisi ruangan terkejut. Wiro sampai

ternganga dan garuk-garuk kepala:

"Tua Gila-.." desis Pendekar 212 laki cepat-cepat menjura

hormat.

"Ah! Kau masih saja pakai segala macam peradatan

yang membikin muak perutku!" kata orang yang duduk

di sudut ruangan yang memang Tua Gila adanya!

"Hadapi si cebol itu! Kalau nasibmu baik kau menang tapi

kalau tidak kau akan mampus, aku akan konyol!" Sehabis

berkata keras begitu Tua Gila pergunakan ilmu

menyusupkan suara memberi bisikan pada Wiro. "Kapak di

tangan kanan. Pukulan Sinar Matahari di tangan kiri! Sekali-

kali jangan pukul bagian tubuhnya! Jika dia pergunakan

Ilmu Pukulan Hawa Neraka, tangkis dengan Pukulan Sinar

Matahari dan hantam dengan Pukulan Dewa Topan

Menggusur Gunung yang kuajarkan padamu!"

"Ayo Sipatoka kau tunggu apa lagi?!" Tua Gila

membentak.

Dan Datuk Sipatoka melompat turun dari kursinya.

Gerakannya seringan kapas! Setelah meneliti Wiro sejenak

dia bertanya: "Maumu dengan tangan kosong atau pakai

senjata?!"

Wiro ingat nasihat Tua Gila. Maka dia pun menjawab:

"Kalau kau punya senjata silahkan dikeluarkan!"

Datuk Sipatoka tertawa sinis dan cabut sebilah keris

hitam yang bercabang tiga! Sinar senjata ini hitam meng-

gidikkan!

"Mulailah!" kata Datuk Sipatoka.

Wiro tertawa. "Kau tuan rumah silahkan mulai lebih

dulu!" Lalu Wiro cabut Kapak Naga Geni 212.

Datuk Sipatoka sunggingkan seringai mengejek. Meski

dia belum bisa mengukur ketinggian ilmu lawannya namun

dia merasa yakin akan membereskan si pemuda di bawah

dua puluh jurus! Tubuhnya dibungkukkan hingga makin

tambah cebol kelihatannya. Dari mulutnya terdengar suara

menggoreng macam suara harimau. Mula-mula perlahan

lalu mendadak sontak keras menggedetek, menggetarkan

seantero ruangan! Baiknya Wiro Sableng sudah kerahkan

tiga perempat dari tenaga dalamnya hingga suara bentakan

dahsyat itu tidak mempengaruhinya!

Tiba-tiba tubuh Datuk Sipatoka berkelebat lenyap! Tahu-

tahu keris hitam bercabang tiga sudah berkelebat hanya

tinggal satu jengkal dari muka Wiro Sableng!

Wiro terkejut lekas-lekas melompat ke samping. Meski

tangan kirinya mempunyai kesempatan leluasa menjotos

tubuh lawan tapi karena ingat akan ucapan Tua Gila tadi

maka hal itu tidak dilakukannya!

Hampir keris bercabang tiga itu lewat di sampingnya

tiba-tiba dengan sebal Datuk Sipatoka menusuk ke perut

sedang tangan kiri lepaskan satu pukulan yang hebat!

Wiro geser kaki kanan. Sambit miringkan badan Kapak

Naga Geni 212 dibabatkan ke bawah! Meski senjatanya

adalah senjata mustika sakti namun melihat Kapak lawan

yang agaknya bukan sembarang senjata pula maka Datuk

Sipatoka tak berani ambil keputusan untuk adu senjata!

Tarik pulang tangan kanan Datuk Sipatoka lipat gandakan

pukulan tangan kirinya hingga angin pukulan yang ke luar

laksana topan prahara! Di lain pihak Wiropun sudah

menangkis dengan pukulan Kunyuk Melempar Buah yang

mengandalkan seluruh bagian tenaga dalamnya!

Terdengar suara seperti letusan sewaktu kedua angin

pukulan itu saling beradu dengan segala kehebatannya.

Istana Sipatoka bergetar. Wiro Sableng terhuyung-huyung

sampai tujuh langkah. Datuk Sipatoka jika tidak lekas-lekas

pergunakan ilmu mengentengi tubuhnya, meski dia tak

sempat terhuyung ke belakang namun mungkin akan

terhenyak jatuh duduk di lantai tulang!

Terkejutlah manusia cebol ini. Tidak disangkanya tenaga

dalam lawan begitu hebat, lebih tinggi sekitar satu dua

tingkat dari tenaga dalamnya sendiri! Dan diam-diam dia

mulai menyangsikan apakah dia akan sanggup

mengalahkan pemuda itu di bawah dua puluh jurus

sebagaimana yang dipastikan semula!

Jurus kedua dibuka kembali oleh Datuk Sipatoka dengan

serangan yang lebih ganas dari pertama tadi. Dia meraung

macam harimau ketika serangannya yang sekali ini pun

berhasil dielakkan lawan. Jurus ketiga, Datuk Sipatoka

keluarkan ilmu silat yang pating diandaikannya yaitu ilmu

Silat Harimau! Wiro telah pernah menghadapi ilmu Silat

Harimau yang dimainkan Gempar Bumi. Waktu itu kalau dia

tidak mengeluarkan ilmu Silat Orang Gila yang diajarkan

Tua Gila pastilah dia kena dicelakai. Dan kini Datuk

Sipatoka memainkan Ilmu Silat Harimau yang jurus-

jurusnya aneh berbahaya dan lima kali lebih hebat dari yang

dimainkan Gempar Bumi!

Dan dari mulut Pendekar 212 Wiro Sableng keluar suara

suitan keras yang disusul dengan siulan tinggi tak menentu

luar biasa Wiro mulai keluarkah jurus-jurus pertahanan dari

ilmu Silat Orang Gila! Dalam tempo yang singkat lima belas

jurus sudah berlalu. Datuk Sipatoka merutuk dalam hati

dan perhebat serangannya!

Tiba-tiba mengiang suara halus laksana suara nyamuk di

telinga Wiro Sableng.

"Goblok! Mengapa cuma bertahan? Apa tidak mampu

menyerang?!" Itulah dampratan yang dilontarkan Tua Gila

yang duduk enak-enak di sudut ruangan.

Wiro juga sadar. Meski dia bisa bertahan tapi kalau tak

membalas serangan tawan lama-lama dirinya bisa

dicelakai juga. Dia pegang hulu Kapak Naga Geni 212 di

tangan kanan lebih erat. Lalu memasuki jurus ke enam

belas untuk pertama kalinya dia menyerang dengan

mempergunakan Jurus Kepala Naga Menyusup Awan.

Kapak Naga Geni 212 mendengus laksana suara ribuan

tawon. Sinar pulih berkiblat. Kepala kapak menderu ke

bawah lalu laksana seekor naga yang memunculkan

kepalanya dari dalam lautan sen jala itu melesat ke arah

batang leher Datuk Sipatoka!

Sang Datuk sengaja tidak berkelit. Keris cabang tiga

ditusukkannya ke depan, ke arah bawah ketiak tawan

karena dia berkeyakinan bahwa tusukan senjatanya akan

lebih cepat menemui sasarannya daripada senjata lawan!

Pendekar 212 tidak bodoh. Dia sudah memperhitungkan

kerugian posisinya bila dia meneruskan serangannya.

Karenanya dengan cepat Wiro geser kedua kaki dan

berkelit. Begitu berkelit begitu dia susul dengan jurus

serangan baru yang dinamakan Kincir Padi Memutari Kapak

Naga Geni 212 mengaung dahsyat dan berkiblat dalam

bentuk putaran yang sangat kecil!

Datuk Sipatoka berseru keras dan tundukkan kepala

untuk menghindarkan diri dari sambaran senjata lawan.

Tapi sedetik kemudian mata kapak telah menyambar ke

bahu kirinya! Sang Datuk melompat ke kanan dan dia

memaki keras sewaktu sesaat kemudian senjata lawan

telah memapas ke pinggul terus ke arah kedua kakinya!

Satu-satunya jalan untuk mengelakkan serangan yang

berputar itu ialah melompat ke luar dari kalangan per-

tempuran. Meskipun ini akan memberi pandangan pada

orang-orangnya bahwa dia mulai kewalahan menghadapi si

pemuda berambut gondrong tapi Datuk Sipatoka terpaksa

melompat ke luar dari kalangan pertempuran. Bila dia

sudah lepas dari serangan yang berputar itu dia akan

segera balas menyerang. Tapi kejutnya bukan alang

kepalang karena ketika baru saja dia keluar dari kalangan

pertempuran tahu-tahu senjata lawan memburu dalam

jarak yang sangat dekat dan sangat cepat. Mengelak pasti

kasip! Tiada jalan lain daripada menangkis. Datuk Sipatoka

palangkan keris mustikanya

'Traang!"

Bunga api memercik.

Datuk Sipatoka tersurut tiga langkah. Salah satu cabang

kerisnya patah dan mental! Tangannya tergelar hebat! Wiro

sendiri merasakan tangan kanannya yang memegang

gagang Kapak Naga Geni 212 menjadi pedal sakti. Dia

tidak perduli, malah dengan mempergunakan tiga

perempat tenaga dalamnya dia lepaskan Pukulan Sinar

Matahari!

Beberapa orang anak buah Datuk Sipatoka menyingkir

seketika melihat selarik sinar pulih yang silau dan luar biasa

panasnya menderu di depan mereka!

Meski dalam keadaan kepepet, Datuk Sipatoka tidak

kehilangan akal! Serta merta dia jatuhkan diri sama rata

dengan lantai dan berbarengan dengan itu tangan kirinya

cabut sepuluh keris-keris emas yang; bergantungan di

pakaiannya lalu dilemparkan ke muka!

Pukulan Sinar Matahari menyambar ke atas tubuh

Datuk Sipatoka. Keris emas melesat di bawah sinar pukulan

yang dilepaskan Wiro lalu menyambar dengan ganas ke

arah sepuluh bagian tubuh Pendekar 212.

Wiro Sableng kiblatkan Kapak Naga Geni 212 dalam

Jurus Tameng Sakti Menerpa Hujan.

"Trang... trang... trang!"

Suara itu terdengar berturut-turut sampai sepuluh kali.

Dan ke sepuluh senjata mustika yang dilemparkan

Datuk Sipatoka mental patah tersambar Kapak Naga

Geni 212! Oikejap yang hampir bersamaan Pukulan Sinar

Matahari yang tak berhasil menerpa tubuh Datuk Sipa-

toka terus melanda dinding Istana Sipatoka. Dinding

yang terbuat dari tulang yang kokoh itu bobol berkeping-

keping. Atap istana turun ke bawah hampir runtuh!

"Kurang ajar!" rutuk Datuk Sipatoka seraya melompat

bangun. Seluruh ilmu simpanannya telah dikeluarkannya.

Mereka telah bertempur hampir enam puluh jurus dan

ternyala dia tak sanggup menumbangkan lawannya malah

nyawanya hampir saja dilalap mentah-mentah!

"Kematianmu dalam saat ini juga, keparat!" desis

Datuk Sipatoka. Kerisnya dimasukkan ke balik pinggang.

Kedua tandannya yang hitam digosok-gosokkan satu sama

lain. Sedetik kemudian asap hitam mengepul dari kedua

tangan itu. Asap hitam yang berbau busuknya bangkai

manusia! Wiro tutup indera penciumannya. Sesuai dengan

ucapan Datuk Sipatoka. Kapak Naga Geni 212 dimasukkan

kembali ke dalam pakaiannya. Pukulan Sinar Matahari

disiapkan di tangan kiri sedang telapak tangan kanan

sudah terisi aji pukulan "Dewa Topan Menggusur Gunung".

Kepulan asap hitam yang busuk luar biasa itu semakin

banyak memenuhi ruangan. Anak-anak buah Datuk

Sipatoka yang ada di tempat itu sudah sejak tadi

menyingkir karena mereka maklum akan kedahsyatan

Pukulan Hawa Neraka yang hendak dilepaskan pemimpin

mereka. Kalaupun lawan tak sampai mati oleh pukulan itu

tapi tubuhnya akan berbau busuk seumur hidup!

"Orang muda, sekalipun kau punya seribu macam ilmu

kesaktian, jangan harap kali ini kau bisa larikan diri dari

liang neraka!"

"Wiro berdiri dengan siap saja. Meski kewaspadaan

penuh tapi suara siulan tak teratur dari sela bibirnya

sampai saat itu masih mengumandang, membuat Datuk

Sipaloka merasa dirinya dianggap sepi saja!

Suasana sehening di pekuburan sewaktu perlahan-

lahan Datuk Sipatoka angkat kedua tangannya ke atasi

Kemudian suara menggeledek keluar dari mulutnya. Se-

rentak dengan itu kedua tangan dipukulkan ke muka, dua

larik sinar hitam pekat yang busuk, menggidikkan me-

nyambar ke arah Pendekar 212 Wiro Sableng!

Sewaktu Datuk Sipatoka memukul ke depan, Wiro

juga telah memukulkan tangan kirinya ke muka. Sinar

putih menyilaukan melesat ke depan, sekaligus mema-

pasi dua sinar hitam. Terdengar letupan yang dahsyat!

Masing-masing pihak tersurut lima langkah ke belakang.

Sinar putih dan sinar hitam masih kelihatan di udara ka-

rena kedua orang yang bertempur masih belum turunkan

tangan masing-masing. Tiga sinar itu laksana tiga ekor

naga yang berpalun-paiun, berkelahi dan saling gempur

dengan dahsyat! Masing-masing sudah keluarkan keringat

dingin dan urat-uraft leher menegang biru!

Wiro membentak dam dorongkan lagi tangan kirinya.

Tubuh Datuk Sipatoka tergontai-gontai. Wiro membentak

lagi sampai beberapa kali. Datuk Sipatoka laksana ditekan

dinding baja. Dia mundur terus menerus dan bertahan

dengan sekuat tenaga. Ketika untuk ke lima kalinya Wiro

membentak lagi dan dorongkan kembali tangan kirinya

Datuk Sipatoka tak sanggup bertahan lebih lama. Tubuhnya

terhampar jatuh duduk di lantai. Ilmu Pukulan Hawa

Nerakanya buyar dan lenyap sedang Pukulan Sinar Matahari

Wiro terus menyerampang salah satu kakinya! Datuk

Sipaloka meraung terguling-guling. Wiro tidak memberi hati.

Tangan kanan didorongkan kini. Dan satu gelombang angin

yang luar biasa hebatnya menyapu tubuh Datuk Sipatoka

membuat tubuh itu terguling-guling di halaman berumput

Istana Sipatoka. Tangan dan kaki tanggal dari

persendiannya sedang kepala hancur memar! Itulah

kehebatan ilmu Pukulan Dewa Topan Menggusur Gunung

yang telah dilepaskan Wiro Sableng tadi!

Suasana yang hening menggidikkan itu dirobek oleh

suara tertawa Tua Gila. Orang tua ini berdiri dari duduknya

dan berkata: "Pertempuran hebat! Luar biasa sekali untuk

disaksikan!" Kemudian Tua Gila memandang berkeliling

dan berseru: "Empat puluh perempuan-perempuan muda

yang ada di luar Istana harap segeramasuk!"

Sesaat kemudian ke empat puluh, pesuruh Datuk

Sipatoka yang terdiri dari perempuan-perempuan muda

belia itu masuk ke dalam, istana. Melihat kolega-kolega

mereka yang ada di dalam istana, yaitu sisa-sisa pembantu

Datuk Sipatoka pada berlutut di lantai maka ke empat

puluh perempuan-perempuan ini pun berlutut pula di

hadapan Tua Gila dan Wiro Sableng.

"Berdiri semua!" bentak Tua Gila.

Serempak semua orang itu berdiri.

"Kalian semua sudah dengar pesan perjanjian Datuk

keparat itu, . ?

Semua orang mengiyakan.

"Begitu kami pergi, kalian segera memusnahkan

istana..bejat ini. Hancurkan semua yang ada rata dengan

tanah..Lalu tinggalkan tempat ini dan pergi ke mana kalian

rnau asal saja menempuh jalan kehidupan yang benar!

Kalau kelak kutemui atau kudengar ada di antara kalian.

Yang coba-coba untuk kembali jadi orang jahat atau

memperhamba diri pada orang jahat, pasti tak ada

ampunan bagi kalian!"

Tua Gila berpaling pada Pendekar 212 dan

menyodorkan buku Seribu Macam Ilmu Pengobatan, yang

kulitnya sudah robek.

"Ambillah. Kau rupanya memang berjodoh dengan kitab

ini,.."

Wiro menerima kitab itu lalu menjura sambil berkata

"Banyak terima kasih atas segala, bantuan mu, Tua Gila?'

Kemudian ketika dia angkat kepalanya ternyata si orang

tua sudah lenyap dari hadapannya! Hanya kumadang suara

tertawapya yang terdenga di kejauhan! Wiro Sableng, hela

nafas dalam dan garuk-garuk kepala.

TAMAT