" Jangan menutup mata lo!" kata Revan. Dia membuka seluruh pakaiannya hingga toples, Wina menelan salivanya saat melihat semua itu. Pusaka Revan telah tegak dan itu panjang dan tebal, padahal Revan baru lulus SMA.
" Buka celana dalam lo!" kata Revan membuat Wina terkejut dan mau tidak mau dia harus menuruti apa yang dikatakan Revan. Dengan perlahan, dia menaikkan roknya dan Revan menatap paha putih mulus milik Wina membuat Revan menelan salivanya. Wina menearik celananya pelan dan membuangnya di sembarang tempat. Revan tersenyum smirk dan mendekati Wina, dia naik ke atsa ranjang dan bersimpuh di depan kaki Wina. Dibukanya dan ditekuknya paha Wina hingga dia bisa melihat dengan jelas liang Wina yang berwarna putih mulus dan pink di tengahnya. Revan kembali menelan salivanya. Shittt! bersih dan sangat menggiurkan sekali! batin Revan.
Liang Wina terpelihara dengan baik dan sangat terawat, karena Wina pernah membaca di suatu buku, jika ingin mempertahankan hubungan dengan suami, maka pertama yang harus dilakukannya adalah merawat dengan baik tubuhnya terutama bagian alat vitalnya. Revan mengusap perlahan liang Wina, halus sekali! batin Revan.
" Ahhh!" desahan lolos dari bibir Wina. Dasar tolol! Kenapa gue nggak bisa menahan suara gue? batin Wina menggigit bibir bagian bawahnya.
" Lo sudah horny, Win?" tanya Revan sinis. Revan mengoles pusakanya dengan minyak pelicin yang selalu dibawanya karena dia malas mrangsang Wina.
" Lo harusnya bangga karna gue mau sama lo! Padahal lo hanya anak pembantu bokap gue!" kata Revan. Jleb! Wina merasa hatinya bagai ditusuk-tusuk oleh pisau kecil mendengar ucapan Revan yang menghina keluarganya. Airmata yang membendung di kelopak matanya dan sedari tadi ditahannya turun begitu saja saat pusaka Revan memaksa masuk ke dalam liangnya. Wina merasakan sakit akibat pusaka Revan yang besar dan panjang.
" Akkkk! Sakkkkiittt!" kata Wina pelan. Shittt! Sempit sekali! batin Revan. Tapi dia yang sudah tidak bisa menahan birahinya, langsung memaksakan masuk pusakanya hingga Wina menahan rasa sakitnya dengan mencengkeram sprei yang ditidurinya. Setelah beberapa saat mencoba akhirnya Revan merasakan lega karena semua senjatanya masuk sempurna, Pusakanya berkedut di dalam dan ada cairan hangat membasahinya. Tanpa menunggu lama, dia menggerakkan maju-mundur pusakanya dengan pelan lalu sedang hingga merasakan nikmat yang tiada tara.
" Lo sempit Win!" ucap Revan menggenjot pusakanya. Wina yang awalnya kesakitan, lama-kelamaan merasakan nikmat yang berbeda, tubuhnya terasa melayang ke awang-awang. Revan semakin kencang menggenjotnya karena sesutu dalam pusakanya terasa tegang.
" Akhhhhh!" teriak mereka berdua secara bersamaan karena mendapatkan kenikmatannya masing-masing. Revan menyemprotkan cairan kentalnya dalam rahim Wina lalu ambruk diatas tubuh Wina. Mata mereka bertemu, desiran aneh menyerang kedua dada mereka, dengan cepat Revan berdiri dan masuk ke dalam kamar mandi. Sementara Wina menarik selimut yang ada di kakinya dan menutupkannya diatas tubuhnya. Wina menangis perlahan tanpa berani mengeluarkan suara, dia telah menyerahkan mahkotanya pada pria yang tidak pernah sekalipun menganggap dia ada. Lo memang masih virgin, Win! batin Revan tersenyum saat melihat pusakanya sedikit berlumur darah keperawanan Wina. Revan keluar dengan handuk melilit di pinggang hingga lututnya.
" Lo harus siap kalo gue mau lo!" kata Revan santai, seakan Wina adalah barang yang bisa dipakai kapan saja dia mau. Wina menganggukkan kepalanya dengan pelan dan pasrah dengan apa yang akan terjadi besok. Dia bisa melihat tubuh atletis milik Revan, dadanya yang bidang dan perutnya yang seperti roti sobek, membuat Wina menelan salivanya.
" Ini! minumlah!" kata Revan mengeluarkan sebuah pil kecil berwarna putih dari kantong celananya.
" Apa ini?" tanya Wina pura-pura tidak tahu.
" Semua pacar gue minum ini kalo habis gue tidurin!" kata Revan tanpa beban. Sekali lagi hati Wina merasakan sakit akan ucapan Revan, bukan hanya tentang pil itu, tapi tentang gadis-gadis yang ditidurinya dengan senang hati dan bangga.
Sejak saat itu Revan selalu meminta Wina melayaninya kapanpun dan dimanapun laki-laki itu menginginkannya. Dan tidak lupa Revan selalu mengawasi Wina meminum pil itu. Wina berpikir karena sudah ada dirinya, Revan tidak akan lagi tidur dengan wanita lain, tapi Wina berharap terlalu tinggi. Revan tetaplah Revan, playboy yang bebas melakukan keinginannya pada siapa saja. Wina seakan menyadari betapa hina dan bodohnya dia jika menganggap Revan akan berhenti menjadi playboy.
Flashback Off
Wina keluar dari kamarnya dan pergi ke ruang kerja papanya saat dia tidak melihat papanya di dalam kamar. Tok! Tok! Wina mengetuk pintu yang terbuka itu.
" Pa!" panggil Wina. Saat dia melihat Ben sedang duduk di ruang kerjanya.
" Sayang? Kamu kenapa? Kok, lesu?" tanya Ben. Wina mendekati papanya dan duduk di pangkuan papanya. Mereka biasa seperti itu sejak Wina kecil.
" Wina mau kuliah di LA!" kata Wina. Ben menghembuskan nafas panjangnya.
" Tapi bukannya kamu sudah semester 4, sayang! Apa nggak sayang?" tanya Ben.
" Wina pengen ambil Sekolah kecantikan disana!" kata Wina.
" Terus kuliah bisnis kamu gimana?" tanya Ben.
" Wina ambil cuti selam setahun pa!" kata Wina. Ben tidak pernah bisa menolak keinginan putrinya yang satu ini. Karena Wina adalah anak yang selalu mengikuti apapun yang dikatakan kedua orang tuanya.
" Kenapa tuh naik-naik disitu?" tanya Manda yang masuk membawakan suaminya kopi.
" Mama! Bikin kaget aja!" kata Wina tersenyum.
" Apa lagi maunya kali ini?" tanya Manda.
" Mama mau tahu aja!" kata Wina tersenyum.
" Papa akan kabulkan jika berat badanmu naik!" kata Ben. Wina memang merasa sejak Revan menjadikannya pelampiasan nafsunya dan harus melayaninya setiap waktu, berat badannya menurun. Karena dia sering kelelahan menghadapi nafsu Revan yang terbilang besar.
" Janji?" tanya Ben.
" Iya, sayang! Mama juga lihat kamu tambah kurus aja!" kata Manda.
" Iya, deh! Wina janji!" kata Wina meyakinkan orang tuanya, karena dia ingin menghindari Revan meski itu hanya selama setahun saja. Dia harus mengorbankan rasa cintanya pada Revan jika tidak ingin terus merasa tersakiti.
Dikampus, Wina sedang duduk di taman bersama teman-temannya. Mereka tertawa dan bercanda dengan sesekali saling lempar barang. Sebuah mobil berhenti di depan mereka dan keluar Revan dan Karin, teman Wina satu kelas. Mereka berciuman di depan mata Wina dan cukup membuat Wina sakit hati.
" Nanti aku jemput, sayang!" kata Revan manis.
" Iya, sayang!" jawab Karin. Lalu Revan berjalan memutar, sudut matanya melirik kepada Wina yang tertunduk menghindari bila Revan akan melihatnya. Revan masuk ke dalam mobil, dia merasa kesal karena Wina tidak melihatnya sama sekali.
" Wuiwwww! Yang abis di inepin sama Raja Minyak!" sindir Eki yang melihat Karin mendekat.
" Iri aja lo, Kik!" kata Karin.
" Berapa ronde, Rin?" tanya Nina.
" Semalaman, dong!" kata Karin cuek.
" Nggak jebol itu lobang lo?" sahut Reno.
" Senjatanya itu gak mau lemes kalo liat lobang gue!" kata Karin bangga.
" Hebat juga lobang lo! Gue mau dong nyoba masuk!" sahut Arik sekenanya.
" Huuuuuuu! Mu lo!" Eki dan Reno langsung mendorong kepala Arik.
" Sudah! Ayo, masuk!" kata Wina beranjak dari duduknya diikuti teman-temannya. Wina sudah mengajukan cuti pada kampusnya dan sudah di Acc oleh Rektornya. Bulan depan setelah ujian selesai, dia akan berangkat ke LA dengan Leo teman penanya.