Emira sudah kembali menuju istananya, langkah kakinya amat tergesa-gesa dengan wajah yang penuh dengan kekesalan.
Beberapa pelayan Istana bahkan tidak berani untuk mendekati Emira, hanya sekadar menyapa dan setelahnya mereka akan menjaga jarak aman.
"Tidak mungkin!" Emira kesal menggebrak meja yang berada didekatnya.
"Bukankah dia sudah mati, bagaimana mungkin wanita hina itu kembali hidup! Ini benar-benar tidak masuk diakal, apa Yang Mulia tahu mengenai ini?" Kerutan pada kening Emira bertambah, ia menggenggam tangannya sendiri dengan kuat.
"Dia pasti tahu sesuatu, itu sebabnya… dia melindungi wanita itu. Tapi… bagaimana bisa dia menjadi pelayan di sana? Hal yang masih membuatku bingung, sebelum aku memberitahu ayah, aku harus mencari tahu sendiri," ucapnya sambil menatap lurus kearah cermin di hadapannya.
Sebuah cermin wajah berbentuk oval, memperlihatkan wajah Emira yang sedang menahan kesal dan amarah.