Chereads / Kebohonganmu Di Bulan April / Chapter 1 - Monoton - Penuh Warna

Kebohonganmu Di Bulan April

Jeriko_Yoga
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 8.9k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Monoton - Penuh Warna

Pagi yang cerah bunga sakura mulai berguguran saat terhembus angin, Kaori Miyazono sedang berangkat sekolah dengan memakan kue Cannele dan tidak sengaja melihat kucing hitam di sebuah gang dan mengejarnya hingga sampai di kursi taman. Kaori mendekatinya dan memberikan kue Cannele sembari berkata. "Meong!".

Arima Kousei sedang mendengarkan lagu dan mencatat balok not di ruang musik, di halaman sekolah .

Tsubaki. "Terbang" yang telah memukul bola baseball dengan keras.

Teman Tsubaki kaget. " Di pukul telak!" "Gila, jauh banget!"

Bola tersebut mengenai kaca sekolah, Tsubaki. "Waduh."

Temannya memarahi Tsubaki. "Bodoh, tenagamu dikontrol, dong! Sana ambil bolanya, Tsubaki!"

Tsubaki lari terbirit-birit dan mengambil bola baseball yang terkena kaca tersebut.

Watari "Pukulannya sukses bikin onar lagi, ya?"

Kaca ruang musik pecah dan bola baseball penuh dengan darah, Kousei tergeletak dengan catatan not yang berantakan di samping bola baseball.

Tsubaki membuka pintu ruang musik dan kaget. "Wah! Ada mayat!" Tsubaki buru-buru mengambil bola baseball "Kabur saja deh, mumpung masih bisa."

Kousei mengambil kacamatanya dan memakainya. "Duh... Aduduh..." dan bingung apa yang baru saja terjadi.

Tsubaki menghampirinya. "Oh, ternyata Kousei, ya. Untung bukan orang lain yang kena!"

Kousei masih bingung "Loh, Tsubaki? Kapan kamu datang ke sini?" Terkejut "Loh?! Jendelanya Pecah! Penglihatanku jadi serba merah! Jangan-jangan ini ulahmu, ya? Padahal jendelanya baru diperbaiki!"

Tsubaki dengan sombongnya. "Pemukul yang hebat itu dilihat dari total jendela yang dia pecahkan."

Kousei membantah. "Kamu memukulnya terlalu keras! Pelan-pelan saja, dong!"

Tsubaki marah. "Aku tidak akan ragu-ragu kalau memukul bola! Ini musim panas terakhir di SMP, tahu! Aku pasti akan merebut Triple Crown!"

Kousei meredakan suaranya. "Pokoknya bereskan ini dulu, deh" Tsubaki "Dengarkan aku, dong!"

Tsubaki mengambil sapu di loker, Kousei mengeluh. "Aku harus minta maaf lagi, nih? Harus bikin laporan kerusakan juga." Sambil mengambil kaca yang pecah di lantai, sontak Tsubaki memegang tangan Kousei yang hampir memegang kaca tersebut. "Itu bahaya, tahu! Bagaimana kalau jarimu teriris?" Kousei bertanya. "Memangnya kenapa?"

Di sisi jendela Watari memfoto mereka berdua yang sedang berpegangan tangan "Sudah tetangga sebelah rumah, teman masa kecil pula. Dasar pasutri. Bermesraan terus ya, kalau ada kesempatan?"

Kousei dan Tsubaki marah. "Siapa yang suami-istri!" Tsubaki bertanya kepada Watari. "Sebentar, kenapa kau malah main HP? Bukannya kau lagi latihan sama anak tim bola?" Kousei "Jangan masuk ke sini pakai sepatu, Watari!"

Sepulang sekolah di loker sepatu Tsubaki kesal sekali. "Duh, dasar pak wakil kepsek botak. Kita diceramahi sejam gara-gara kaca pecah sedikit?"

Watari membalas "Setidaknya cuma dimarahi sejam, 'kan?"

Kousei pun ikut membalas "Aku juga ikut dimarahi sejam. Coba bayangkan kalau kau jadi aku!"

Tsubaki masih mengeluh. "Gedung ini sendiri yang salah, kenapa dia harus menghalangi jalur pukulanku? Iya, 'kan?"

Watari "Aku tidak keberatan, kok. Soalnya banyak cewek-cewek yang mendukungku dari jendela."

Mereka pualng bersama dan mampir ke Circle K. untuk membeli es krim. Di tengah perjalanan HP milik Watari berbunyi dan mendapat SMS dari Keiko, Watari lari terbirit-birit dan meninggalkan mereka.

Tsubaki bertanya dengan heran. "Yang keberapa, tuh?"

Kousei dengan tenang. "Itu yang ketiga."

Tsubaki sedikit marah "Sebenarnya apa sih, yang mereka lihat dari dia? Dasar buaya!"

Kousei membalas dengan senyum. "Tapi Watari juga orang yang baik, kok."

Tsubaki tersenyum. "Dia itu musuh para Wanita!"

Tsubaki dan Kousei melanjutkan perjalanannya menuju rumah yang satu arah dan rumah mereka bersebelahan.

Sambil berjalan Tsubaki bertanya kepada Kousei. "Kau sendiri, Kousei?"

Kousei bingung "Hah?"

Tsubaki. "Tidak ada orang yang kamu sukai?"

Kousei masih bingung. "Eh"

Tsubaki. "Miwa pernah bilang, Kalau kita jatuh cinta, dunia jadi kelihatan berwarna."

Kousei menghela nafas. "Rasanya tidak akan ada orang yang suka sama aku."

Tsubaki marah. "Suram! Matamu kelihatan suram, tuh! Kita baru umur empat belas, tahu!"

Kousei masih terlihat bingung. "Mataku memang warna hitam, jadi kelihatan suram."

Tsubaki masih marah. "Tuh, 'kan! Jawabnya sok bijak! Padahal kamu tahu maksudku, 'kan?" Matamu sama sekali tidak berbinar! Kamu ini masih remaja, yang semangat, dong! Yang semangat!"

Kousei menjawab dengan senyum. "Matamu benar-benar penuh binar, Tsubaki. Di mata Tsubaki, aku yakin dunia di sekelilingnya pasti penuh warna. Berbeda denganku."

Hari mulai malam mereka berdua sudah dekat dengan rumah masing-masing, di depan pintu rumah Tsubaki menerima telfon dari temannya. " Halo? Duh, maaf! Rencananya aku mau tanya hari ini. tapi aku lupa! Iya, besok pasti kutanyakan, deh. Kamu tenang saja. Kalau aku yang tanya... Iya, pasti beres, kok. Makanya, kamu tenang saja, ya?"

Rumah yang kotor dan berantakan Kousei mengatakan salam kepada foto Ibunya. "Aku Pulang, Bu..."

Keesokan harinya pada jam pulang di sekolah Kousei melanjutkan untuk menulis balok not di mejanya, dari belakang Tsubaki diam-diam melemparkan bola baseball mengenai kepala Kousei. "Kau lengah!" lalu bersembunyi, Kousei bingung saat kepalanya terkena bola baseball.

Tsubaki murung dan marah. "Ah, reaksimu membosankan, nih. Kau tidak punya gairah masa muda, ya?! Masa SMP tidak akan terulang lagi, tahu!"

Tsubaki berjalan dan mengambil headset di kuping Kousei sembari duduk. "Pulang sekolah malah duduk sendirian di kelas. Kamu lagi dengar apa, sih?" Tsubaki kaget dan merinding. "Wah, ini lagubbarunya Goose House?! Ini yang lagi diputar di iklan, 'kan? Gila!"

Tsubaki bertanya kepada Kousei. "Kousei, Sabtu besok kamu tidak ada acara, 'kan?"

Kousei kesal "Jangan asal memutuskan!"

Tsubaki. "Berarti kamu ada acara? Ada cewek di kelasku yang minta di kenalkan sama Watari. Besok rencananya kami mau ketemu. Kamu ikut ya, Kousei."

Kousei. "Eh? Kenapa harus aku?"

Tsubaki. "Habisnya kalau cuman bertiga, aku malah jadi obat nyamuk nanti. Mereka pasti bakal asyik berduan, 'kan? Lebih enak kalau aku ada pasangan juga. Lagi pula. Katanya cewek ini bisa main musik klasik."

Kousei sedikit terkejut dan Tsubaki bertanya kepada Kousei. "Kousei sendiri juga hisa main piano, jadi obrolan kalian bisa cocok, 'kan? Kalau nanti tidak ada bahan obrolan, kamu tinggal aja dia ngobrol soal instrumen atau apalah!'

Kousei menjawab sedikit sedih. " Tapi aku... Aku sudah berhenti. Aku sudah tidak main piani lagi selama dua tahun."

Tsubaki marah. "Bohong! Kemarin kamu baru saja main di ruang musik!"

Kousei balik memarahi Tsubaki. "Itu demi pekerjaan!"

Tsubaki bingung. "Pekerjaan?"

Kousei menjelaskannya. "Aku lagi mencatatkan not balok dari lagu terbaru Goose House. Ini buat karaoke atau semacamnya."

Tsubaki bertanya. "Kalau bisa di kerjakan di kelas, tidak usah memainkan piano juga, 'kan?"

Kousei. "Aku cuma lagi memeriksa nadanya kemarin.

Tsubaki. "Hm... Padahal masih ada banyak kerja sambilan lainnya, tahu. Di mataku, sih, kamu malah kelihatan selalu berusaha dekat dengan piano. Padahal kamu jauh lebih keren waktu lagi main piano, Kousei."

Di dalam hati Kousei berkata. "Itu adalah mimpi ibuku... Dia membesarkanku supaya jadi pianis kelas dunia.Ibuku mengajar di sekolah musik, dan aku juga diajarkan olehnya. Tiap hari, aku terus latihan berjam-jam... Kadang aku dipukul... Juga di marahi... Dia bahkan tidak peduli walaupun aku menangis."

Ibunya berkata. "Kamu harus bisa sukses di Eropa, untuk meneruskan cita-citaku."

Kousei waktu kecil "Kalau ini bisa bikin Ibu senang... Kalau ini bisa bikin Ibu sembuh... Aku akan berusaha terus."

Hati Kousei berkata lagi. "Tiga tahun lalu, justru saat aku lagi bersiap menghadapi kompetisi Eropa...Ibu meninggal dunia. Aku memang benci piano. Tapi aku tetap tidak bisa lepas dari piano. Soalnya, aku tidak punya apa-apa lagi. Kalu piano juga di rebut aku akan merasa hampa... Yang tersisa cuma kenangan pahit."

Di kamar Tsubaki melirik kamar Kousei dari jendela sembari berkata di hati. "Hari ini juga tidak kedengaran suaranya, ya..."

Saptu pagi di taman menunjukan pukul 09:55 Kousei menunggu Tsubaki dan Watari dan bertanya-tanya di dalam hati. " Lama Banget! Harusnya mereka sudah datang lima menit yang lalu. Padahal mereka yang mengajakku..."

Kousei tidak sengaja melihat sepatu dan celana ketat di ranting pohon dan mengambilnya. "Buat menandai tempat janjian, ya? Ini sepatu cewek, 'kan? Apa, ini?" "Ce-Celana ketat?! Waduh?!"

Di taman Kousei mendengar Pianika berbunyi dengan bunga sakura yang berjatuhan terkena hembusan angin.

Kousei Kagum "Pianika, ya? Musiknya bagus juga." Berjalan menuju sumber suara. Kousei melihat cewek berambut pirang sedang bermain pianika.

Cewek itu berhenti bermain dan menghadap Kousei dengan meneteskan air mata.

Kousei. "Air mata..."

Cewek. "Uhu... uhu... Aku terlalu keras meniupnya..."

Anak kecil di depannya berkata. "Kakak... Burung daranya tidak datang!"

Cewek. "Lo? Kok aneh, ya..."

teman anak kecil. "Bukan terompet, sih, jadi tidak mau datang."

teman satunya. "Harus pakai tetompet!"

Anak kecil "Itu cuma pianika."

Cewek. "Kalau soal musik, tidak ada batasan wilayah, ras, maupun ekosistem! Ayo kita coba sama-sama!"

Anak-anak "Ayo!"

Cewek dan tiga anak kecil memainkan alat musik bersama agar burung dara mendekati mereka.

Kousei melihat sambil tersenyum di dalam hati berkata. "Pemandangan yang bagus." Lalu mengambil HP di sakunya ujtuk memfoto mereka ber empat bermain musik. " Mereka persis Musisi Jalanan Malioboro."

Musik pun selesai dan burung dara menghampiri mereka dan senang sekali. Angin berhembus kecang tak sengaja Kousei memfoto saat baju cewek terkena angin kecang tadi.

Cewek pun kaget dan melihat Kousei sedang memegang HP dan memfotonya. Cewek pun marah dan melempar pianika ke wajah Kousei.

Cewek marah dan memukuli Kousei. "Bego, bego, bego! Sekarang aku tidak bisa menikah, deh!"

Kousei meminta maaf sembari mengindari pukulan Cewek tersebut. "Ma-Maaf! Itu cuma kebetulan yang pas banget..."

Cewek melihat Kousei membawa celana ketatnya. "Wah! Itu celana ketatku! Dasar"

Kousei menghindari pukulan si Cewek."A-Alat musik jangan di pakai sebagai senjata!"

Cewek marah besar. "Tukang foto mesum! Kau tidak akan kumaafkan, cabul!"

Kousei mulai kesal "Sudah kubilang, ini cuma kebetulan, 'kan? Siapa juga yang mau..."

Cewek. "Sok banget, sih!"

Kousei. "Apa ?!"

Cewek. "Apa lagi?!"

Di sisi lain Tsubaki dan Watari baru saja sampai di taman dan mencari Kousei dan Cewek tersebut.

Tsubaki. "Mereka tidak kelihatan. Apa jangan-jangan menunggu di tempat lain, ya?"

Watari. "Eh, Tsubaki. Memangnya cewek inj benar-benar cantik, ya? Kalau sesama cewek yang bilang cantik rasanya kurang meyakinkan, tahu."

Tsubaki melihat cewek itu dan menyapa. "Ah! Kaori! Oi, Kaori!"

Cewek tersebut berubah sifatnya yang marah menjadj ceria. "Tsubaki" sambil mencekik leher Kousei dengan suling.

Tsubaki memperkenalkan mereka semua "ehm... Nah kita ai dari awal, deh. Ini... Adalah teman sekelasku, Kaori Miyazono.

Kaori tersenyum "Salam kenal."

Tsubaki melanjutkannya "Terus... Ini adalah Ryota Watari. Biarpun penampilannya begini, tapi dia kapten tim sepak bola kita.

Watari dengan sok keren. "Salam kenal juga." Dalam hatinya berkata "Wah, cantik banget! Kerja yang bagus, Tsubaki!"

Kaori mendekati Watari dengan genit. "Senang berkenalan denganmu."

Watari membalas. "Sama-sama"

Kousei heran. "Cepat banget berubahnya, jadi genit begitu! Aku saja yang lihat jadi jengah."

Tsubaki menghampiri Kousei dan memperkenalkannya kepada Kaori. "Terus, walaupun ini tidak penting, tapi dia ini Teman A"

Kaori berlari menghampirinya. "Maafkan sikapku yang tadi, ya! Kalau berani bicara macam-macam, kubunuh kau, tukang foto cabul!"

Kousei sedikit menghidar dan bicara dalam hati. "Cewek ini persis Kuntilanak..."

Watari. "Wah, kamu santun banget."

Kaori menjawab "Ah, tidak juga, kok!"

Tsubaki bertanya. "Oi, Kousei... Bisa-bisanya kamu yang dekati dia duluan, ternyata kamu buaya juga, ya?"

Kousei marah dengan suara pelan. "Sudah kubilang, itu tadi cuma kebetulan!"

Tsubaki kecewa. "Kenapa malah marah-marah, sih? Tapi sayang sekali, ya! Kaori itu suka sama Watari. Hari ini, kamu cuma jadi figuran. Kamu ini cuman Teman A, Sohibnya Watari. Kamu terpaksa menyerah, deh!"

Kousei "Siapa juga yang suka cewek ganas begitu..."

Kaori Melihat jam. "Sebentar lagi giliranku! Aku harus cepat ke sana!

Watari bertanya. "Ke sana itu maksudnya ke mana?"

Tsubaki menunjukan tempat yang Kaori tuju. "Ke situ, tuh."

Kousei Kaget ternyata Kaori akan menuju TOWA HALL.

Kaori "TOWA HALL. Aku akan tampil di sana hari ini. Aku ini violinis."

Watari terkejut. "Violinis?! Kamu hebat!"

Tsubaki mengajak Kousei ikut. "Ayo ikut, Kousei."

Kousei terkejut dan memasang muka sedih. "Aku... Tidak usah, deh..."

Kaori memegang tangan Kousei dan mengajaknya ikut. "Ikut juga, yuk!" dan menarik tangan Kousei dan berlari.

Hati Kousei berkata. "Musim semiku yang ke empat belas... Aku... Akan mulai melangkah bersamamu..."

Mereka berempat lari menuju TOWA HALL bersama-sama.