Mr. CEO, Please Sleep With Me ( VERY SLOW UPDATE )

Ncheet_Nca
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 254.7k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Bag 1

*Alina POV*

"Lin, hari ini udah harus selesai ya kamu masukkan semua barang yang keluar!"

Aku hanya menjawab dengan gumaman meng-iyakan perintah Bu Cecil -kepala staff administrasi di perusahaan ini-, sementara kedua tanganku sibuk mengetik jumlah barang-barang keluar alias barang-barang yang sudah dikirim ke semua Kendrick Market -salah satu supermarket terbesar- yang menyebar di negara ini.

Minggu yang melelahkan setiap akhir bulan. Semua pekerja di Perusahaan Raksasa Bagaskara Corp dikejar deadline seperti halnya dikejar anjing buas.

Sesekali, aku menghentikan pergerakan jemariku karena beberapa kali keram. Menggerakkan tubuhku yang pegal luar biasa ke kanan dan ke kiri untuk melemaskan otot-otot yang kaku.

Tiga tahun bekerja di perusahaan ini masih saja membuatku gugup setiap akhir bulan. Padahal aku mengerjakan pekerjaan yang berulang setiap bulannya. Aku tak ingin ada kesalahan input, itulah yang membuatku selalu gugup setengah mati. Karena kalau sampai ada kesalahan sedikit saja, resikonya uang kerajinanku bisa hilang. Uang kerajinan yang jumlahnya besar itu. Peraturan yang sadis? Memang iya. Sangat sadis! Tapi dengan adanya peraturan ini, semua orang yang bekerja di Bagaskara Corp benar-benar melakukan pekerjaan mereka dengan baik. Sehingga perusahaan ini benar-benar berkembang dengan pesat karena tenaga kerja yang produktif.

Hhh... Peraturan yang dibuat oleh CEO di tempat ini. Si pria tampan yang memenuhi hati dan pikiranku. Kendrick Gevan Bagaskara. Pria blasteran Inggris yang memiliki rahang tegas, bibir tipis berwarna pink alami, serta tatapan mata elang dengan bola mata hitam legam. Jangan lupakan alis tebalnya, yang membuatku selalu gatal untuk menyentuhkan tanganku ke sana. Oh... Apalagi otot-otot tubuhnya yang terbentuk sempurna, yang membuatku ingin melihat apakah ada roti sobek di balik kemeja serta jas yang ia gunakan. Yang selalu membuatku berimajinasi yang 'iya-iya'.

Aku tahu mustahil bagiku untuk mendapatkannya. Hanya mengagumi dari jauh sudah membuatku puas sampai sejauh ini. Memendam rasa selama dua tahun tidak ada apa-apanya, karena pada dasarnya aku memang orang yang tertutup.

"Aku kemarin liat Pak Gevan jalan sama cowok."

"Hah? Sumpah kamu?"

"Masa aku bohong!"

"Liat di mana?"

"Di mall yang kemarin aku datangi. Kamu tau gak, cowok yang aku liat sama Pak Gevan itu gantengnya sebelas dua belas sama CEO kita itu. Ck! Kenapa dunia gak adil sih?! Cowok ganteng malah pacaran sama cowok ganteng!"

"Mungkin bukan pacarnya Pak Gevan."

"Gak mungkin. Mereka keliatan mesra!"

"Mesra?!"

"Hm... Cowok itu rangkul Pak Gevan. Terus kamu tau? Dia ngelus-ngelus kepala Pak Gevan."

"What?! Gila! Jadi beneran CEO ganteng kita itu Ga..."

Brakk!!!

"Astaga!"

"Eh... Kaget ya? Maaf, tadi aku pikir ada nyamuk lewat depan mataku. Gak taunya DEBU... Ehehehe... Maaf..."

Dua orang rekan kerjaku yang bernama Laras dan Vira, yang menggosipkan si Tampan menatapku sinis, saat tiba-tiba aku memukul meja menggunakan tanganku.

Aku sengaja memotong acara gosip mereka karena tahu apa yang akan diucapkan Vira. Pasti Vira akan bilang kalau si Tampan itu seorang Gay seperti gosip yang beredar selama ini. Padahal, tidak pernah ada bukti kalau Pak Gevan yang memiliki ketampanan di atas rata-rata itu penyuka sesama jenis. Kalaupun Laras kemarin melihat Pak Gevan jalan bersama pria, bukankah wajar bila seorang pria hang out bersama temannya? Lalu masalah mengusap kepala, aku pikir mungkin di kepala Pak Gevan ada debu atau semacamnya, jadi temannya berinisiatif untuk membantu membersihkan.  Mereka itu seenaknya saja menggosipkan si Tampan! Apa mereka tidak takut dipecat kalau ketahuan menggunjing CEO sekaligus pemilik perusahaan ini?!

"Kamu tuh kadang suka aneh deh, Lin!"

"Bukan kadang, tapi emang dia aneh!"

Laras dan Vira menertawakanku. Tapi aku tak peduli dan aku hanya balas dengan senyum kecil yang terlihat ogah-ogahan. Yang penting mereka berhenti menggosipkan kesayanganku itu.

Aku memang terkenal aneh. Mungkin karena setiap jam istirahat aku tak suka berbaur dengan rekan-rekan kerjaku yang lain. Aku lebih suka makan di rooftop gedung kantor ini sambil menikmati makan siang yang selalu kubawa. Aneh? Itulah aku. Aku tak suka keramaian, aku juga tak suka banyak teman. Teman belum tentu bisa setia. Jadi lebih baik aku tidak banyak berinteraksi dengan orang lain. Toh selama ini aku bisa menjalani hidupku sendiri. Sebenarnya bukan sendiri juga, aku tinggal bersama sepupuku di sebuah apartemen kecil di kota ini. Ibuku sudah meninggal sejak aku berusia lima belas tahun, sementara Ayah sudah meninggalkan kami sejak aku berusia lima tahun karena sakit asma yang dideritanya. Dan setelah Ibu meninggal, Mama Santi yang mana adalah ibu dari sepupuku si Gea yang ceriwis itu yang merawatku. 

Aku dan Gea kebetulan memiliki usia yang sebaya, jadi setelah kami lulus SMA, kami sama-sama merantau ke kota besar ini sejak lima tahun yang lalu. Aku sebenarnya tidak menyangka jika bisa masuk ke perusahaan besar ini, sementara Gea masih menjadi kasir di salah satu Kendrick Market di kota ini, profesi awal saat aku baru mendapatkan pekerjaan. Aku yang hanya lulus SMA, lolos seleksi menjadi staff administrasi tiga tahun yang lalu dari tes yang selalu diadakan Bagaskara Corp setiap tahunnya.

Aku beranjak dari duduk menuju ke toilet untuk mendinginkan pikiran karena Laras dan Vira malah melanjutkan acara gosip mereka. Acara gosip yang masih membahas orientasi seksual Gevan Bagaskara.

"Mau ke mana, Lin?"

Aku berhenti melangkah saat Raka, pria berkacamata tebal yang mana adalah salah satu staff accounting di sini menyapaku dengan senyumnya yang menurutku manis. Kebetulan ruangan bagian accounting bersebrangan dengan ruangan bagian administrasi, tempat di mana aku berada.

"Mau ke toilet sebentar, Ka."

"Cie... Cupu sama cupu lagi saling menyapa. Kalian kayaknya cocok deh. Jodohmu adalah cerminanmu. Right? Hahhaha..."

Aku mendengar lelucon salah seorang temanku yang berada di ruangan yang sama denganku ini. Staff administrasi di kantor ini berjumlah sekitar dua puluh orang termasuk aku. Dan masing-masing dari kami memegang dua sampai tiga wilayah di mana tempat Kendrick Market menyebar di negara ini.

Karena lelucon yang dia keluarkan, sebagian besar orang yang berada di ruangan ini ikut menertawakan kami berdua.

Aku dan Raka seringkali menjadi korban bully karena penampilan kami yang menurut mereka norak dan kampungan.

Rambut kami berdua sama-sama klimis, dan kami berdua sama-sama mengenakan pakaian longgar. Bedanya hanya aku tak pakai kacamata, sementara Raka berkacamata tebal. Mungkin bisa dibilang kami itu kembar beda gender. Mungkin kalau rambut Raka panjang, kami akan semakin

Suara tawa terus menggema di ruangan ini, tanpa peduli wajah kami berdua sudah memerah seperti kepiting rebus. Sampai tiba-tiba, beberapa saat suara tawa itu tak lagi terdengar. Aku menatap beberapa orang yang tadi menertawakanku menatap ke arah belakangku dengan pandangan horor. Karena penasaran, aku membalikkan tubuh, dan betapa terkejutnya aku, si Tampan, si Tuan CEO yang selalu aku impikan setiap malam sudah berdiri menjulang dengan wajah dinginnya sambil menatap sekeliling ruangan. Tatapan yang mampu menimbulkan kebakaran heboh.

Aku memundurkan tubuh ikut-ikutan menatapnya horor. Jantungku berdetak tak menentu hanya karena mencium aroma segar yang menguar dari parfum mahal yang pria ini kenakan.

Oh God... Rasanya aku ingin pingsan sekarang juga saat manik matanya sudah beralih menatapku. Bola mata hitam itu seakan menelanjangiku, karena pria tampan ini menatapku dari atas sampai bawah seakan menilai penampilanku. Rambut panjang klimis yang selalu ku ikat kuda, kemeja longgar dengan lengan sampai siku, serta rok A line sampai bawah lutut. Belum lagi wajah tanpa riasan sama sekali, karena aku tak suka memakai make up. Aku langsung menundukkan kepala agar pandangan kami terputus. Jangan sampai aku kehabisan napas karena terlalu gugup berada di dekatnya.

"Apa laporan kalian sudah selesai? Sampai bisa bercanda seperti ini?" tanyanya datar, namun terkesan menyindir.

"Ehm... ma-maaf, Pak... Kami... Ha-hari ini semua..."

"Selesaikan laporan kalian! Saya tidak akan melarang kalian bercanda jika semua pekerjaan sudah selesai. Dan ingat, kalian harus teliti!" ucap si Tampan lugas tanpa ingin dibantah.

Setelah beberapa detik berlalu, aku mendengar suara langkah kaki menjauh, yang aku yakini Gevan pergi dari ruangan ini.

Aku menengadahkan kepala, lalu melihat sekeliling, mereka semua, terlihat bernapas lega setelah kepergian Gevan. Padahal tadi aku jelas melihat wajah mereka pucat seperti mayat. Aura Gevan memang benar-benar kuat, sampai-sampai bukan hanya aku saja gugup saat di depannya. Terlihat sekali pria itu sangat maskulin.

Jadi... tidak mungkin kan dia itu Gay?

*ALINA POV END*

***

"Hey... jangan rebutan. Aku bawa banyak makanan. Okay... Okay... Sabar... Sabar..."

Gevan membuka plastik makanan kucing basah yang selalu ada di dalam tas kerja yang ia jinjing. Lima ekor kucing mengeong dan mengelilinginya tanda tak sabar untuk menikmati makanan yang dibawa Gevan itu.

Gevan berjongkok, lalu meletakkan makanan kucing yang plastiknya sudah dibuka lebar pria ini agar para kucing itu bisa segera menikmati makanan gratis yang selalu Gevan berikan selama dua tahun ini. Kucing-kucing yang berada di samping gedung kantor milik keluarganya yang menjulang tinggi itu.

Gevan membuka lima bungkus makanan kucing berukuran kecil, agar semua kucing itu mendapatkan masing-masing satu bagian.

"Makan yang banyak, dan jangan rebutan, okay?! Hahahha... Hey... Dude! Jangan nakal! Kamu kan sudah punya bagian!" Gevan mengangkat salah satu kucing yang menyerobot makanan temannya, lalu meletakkan agak jauh agar tak lagi memakan makanan bagian kucing lainnya.

Sesekali pria tampan ini tertawa karena melihat tingkah kucing-kucing ini yang menurutnya lucu. Menjadi hiburan tersendiri bagi Gevan sebelum mulai larut dalam berkas-berkas yang selalu menumpuk di atas meja kerjanya.

Pekerjaan yang menjenuhkan. Yang membuatnya harus mencumbui berkas-berkas itu setiap hari, bukannya mencumbui wanita. Sial! Warisan dari mendiang sang Papa harus dijaganya sejak pria ini berusia dua puluh tahun. Sementara sang Mama, yang adalah warga negara asli Inggris itu sudah memiliki suami lagi setelah perceraian wanita itu dengan Papanya saat Gevan berusia sepuluh tahun. Mungkin suami yang saat ini bersama sang Mama adalah suami ke dua belas atau lima belas, Gevan tak mengingat dengan jelas karena Mamanya itu doyan kawin dan cepat bosan terhadap pria. Gevan sampai bosan jika harus berkali-kali menghadiri pesta pernikahan sang Mama di negara kelahiran sang Mama.

Astaga!

Mood Gevan selalu hancur jika mengingat sifat sang Mama. Seharusnya pria yang bermain wanita, ini malah sebaliknya. Tapi pria-pria itu sepertinya bodoh, karena begitu mudah jatuh ke dalam pesona Victoria -Ibu kandung dari seorang Kendrick Gevan Bagaskara-. Yah walaupun Gevan akui sang Mama cantik luar biasa dengan rambut berwarna honey brown yang menurun padanya, serta tubuh seksi seakan tak dimakan usia di usia wanita itu yang sudah menginjak lima puluh dua tahun itu. Untung saja sang Mama tak memiliki anak lagi dari pernikahan-pernikahan selanjutnya, sehingga yang menanggung malu hanya Gevan seorang, karena Gevan anak satu-satunya wanita nyentrik itu.

"Kalian makan yang banyak ya. Besok aku akan datang lagi. Bye..."

Gevan kembali berdiri setelah mengusap kepala salah satu kucing yang sedang serius memakan hidangannya itu.

Pria tampan itu lalu berjalan masuk gedung perkantorannya tanpa tahu bahwa sejak tadi ada seseorang yang memiliki sepasang bola mata berwarna coklat tua memperhatikannya diam-diam di balik dinding yang tak jauh dari tempat Gevan memberikan makanan kucing itu.

Sepasang pemilik bola mata coklat itu keluar dari persembunyiannya saat Gevan sudah hilang dari pandangan, lalu menghampiri lima ekor kucing yang masih asyik memakan hidangannya. Seseorang itu berjongkok untuk mengusap salah seekor kucing yang ada di sana.

"Papa kalian sudah kasih makan ya? Nanti sore giliran Mama yang kasih kalian makan. Ingat kata Papa, jangan rebutan ya," ucap seseorang yang ternyata adalah Alina Prisila. Wanita yang terkenal kaku dan cupu dari bagian administrasi. Sebenarnya tidak ada yang aneh dengan wajahnya. Bisa dibilang Alina memiliki paras yang manis, dengan warna bibir merah alami. Tapi karena sikapnya yang pendiam dan suka menyendiri, ditambah lagi pakaian kerjanya yang ketinggalan jaman, membuat Alina dipandang rendah oleh rekan-rekan kerjanya.

Setelah mengumbar senyum ke arah para kucing itu, Alina beranjak, dan mulai melangkah masuk ke dalam gedung perkantoran milik keluarga Bagaskara itu dengan bersenandung riang. 

Alina tahu bahwa dia sudah gila menyebut Gevan Papa sementara Alina menyebut dirinya sebagai Mama dari lima ekor kucing yang rutin Alina beri makan hampir tiga tahun yang lalu waktu dirinya pertama kali menjadi staff administrasi di perusahaan ini. Setidaknya, Alina bisa menjadi pasangan Gevan walaupun hanya di depan kucing-kucing yang masih menikmati hidangannya itu.

Sebenarnya Alina ingin membawa anak-anak kucing itu untuk tinggal bersamanya, tapi sayangnya apartemen yang dia tinggali melarang ketat hewan peliharaan apapun untuk ikut tinggal di apartemen itu.

Lima ekor anak kucing terlantar yang ditemukan Alina di belakang gedung perkantoran ini, yang kini tumbuh menjadi lima ekor kucing dewasa.

Lima ekor kucing yang membuat Alina jatuh cinta pertama kali pada sosok Gevan. Si pria tampan yang memberi anak-anak kucingnya makan saat Alina beberapa hari tak masuk kerja karena sakit tifus yang melandanya dua tahun yang lalu.

Alina tidak tahu bagaimana awalnya Gevan bisa memberi makan lima anak kucingnya. Tahu-tahu saja saat dirinya masuk kembali, Alina melihat dari kejauhan Gevan sedang membuka plastik makanan kucing basah, yang membuat Alina harus bersembunyi sampai Gevan berhenti dari kegiatannya, dan masuk ke dalam gedung perkantoran yang pria itu miliki.

***

Alina menikmati makan siang yang dibawanya sambil menikmati angin berhembus menerpa tubuhnya di rooftop gedung perkantoran Bagaskara Corp.

Nasi putih yang hanya dengan lauk kentang balado dan telur ceplok buatannya terasa nikmat jika memakannya sambil selalu bersyukur pada Yang Maha Kuasa.

Saat sedang asik mengunyah makan siang yang hampir habis, terdengar langkah kaki dari pintu tangga menuju rooftop yang membuat Alina terburu-buru menutup wadah makan siangnya, lalu segera turun dari pembatas yang terbuat dari beton yang dia duduki, berjalan tergesa dan memilih bersembunyi di balik dinding terdekat di samping pintu rooftop itu.

Tepat saat Alina bersembunyi, pintu rooftop terbuka, dan menampilkan sosok gagah seorang pria yang dipujanya. Siapa lagi kalau bukan Kendrick Gevan Bagaskara. Si Tampan yang saat ini melangkah menuju dinding pembatas yang biasa Alina duduki saat makan sambil menikmati pemandangan di bawah gedung yang terlihat sangat kecil dari lantai empat puluh enam ini yang terhalang pembatas berupa pagar besi kokoh. Sehingga aman-aman saja bagi siapapun yang menduduki beton pembatas ini.

Pria itu mendudukkan diri di sana, lalu merogoh saku kemejanya untuk mengeluarkan sebungkus rokok dan pemantik berbentuk singa, lalu mengambil sebatang rokok untuk dinikmatinya.

Alina memperhatikan dalam diam dengan jantung berdebar kencang karena terpesona melihat penampilan Gevan yang sangat sempurna. Rambut bergaya thick angular fringe yang dimilikinya terlihat acak-acakan yang mana malah membuat Gevan semakin tampan dan menggoda secara bersamaan. Kemeja biru muda lengan panjang pria ini dilipat sampai batas siku oleh si pemilik. Jas yang biasa selalu melekat pada tubuh atletis Gevan sepertinya sengaja ditinggalkan pria ini di ruangannya.

Alina hampir saja meneteskan air liur kalau saja tak mendengar suara ponsel Gevan yang berbunyi nyaring menandakan panggilan masuk.

Gevan terlihat menggunakan headset bluetooth, lalu menerima panggilan telepon itu yang ternyata panggilan video karena pria itu mengarahkan ponsel ke arah wajahnya. Senyum Gevan mengembang memperhatikan layar di depannya, yang membuat Alina bertanya-tanya siapa yang menghubungi Gevan sampai pria pujaannya itu terlihat sumringah.

"Hai Sayang, kamu sudah makan?"

Deg...

Jantung Alina serasa diremas kuat saat mendengar Gevan mengeluarkan suara lalu menyebut seseorang di seberang sana dengan panggilan 'sayang'.

Jadi si Tampan sudah punya kekasih kah?

"Aryan, hey... look at me, Babe... Nanti aku akan pulang lebih awal ya. Aku akan bawakan makanan kesukaanmu supaya kamu tidak sakit lagi. Hahahha... dasar manja!" tawa renyah Gevan nyaring terdengar di rooftop ini.

Jantung Alina semakin teremas kuat saat Gevan menyebut nama seorang pria.

What??!!

Jangan bilang kalau gosip yang beredar itu benar? Jangan bilang kalau CEO tampannya itu benar-benar seorang Gay?

Tidak!!

'Tuhan, tolong jangan buat khayalanku hancur berkeping-keping... Gevan tidak mungkin Gay kan?' harap Alina di dalam hati.

Selama ini, Alina sangat percaya bahwa Gevan bukanlah seperti yang digosipkan. Karena Alina belum pernah melihat secara langsung Gevan bermesraan dengan seorang pria.

Tapi lalu, telepon itu, panggilan video itu, dan sebutan Gevan pada seseorang di seberang sana membuat Alina ragu.

Aryan? Siapa itu Aryan??

"Baiklah aku tutup dulu. Tidur siang ya supaya kamu tidak sakit lagi. Bye, Babe..."

Gevan menutup panggilannya dengan senyum yang belum luntur, lalu mematikan rokok yang dihisapnya. Pria itu turun dari pembatas beton yang dia duduki, lalu beranjak pergi dari sana menuju pintu rooftop dan menghilang dengan segera.

Alina keluar dari persembunyiannya dengan tubuh lemas seakan tak bertulang.

Babe?

Jadi CEOnya benar-benar seorang Gay??!!

Alina menyadarkan tubuhnya pada dinding samping pintu rooftop dengan wajah kecewa luar biasa.

"Kalau ada wanita, kenapa harus pacaran dengan pria, Mr. CEO?" monolog Alina sendu.

***