Chereads / Secret In Love / Chapter 42 - Reista

Chapter 42 - Reista

Ramelson masuk kedalam mobil yang sudah menjemputnya dengan cepat, beberapa paparazi memotretnya dengan sangat agresif. Ramel sedikit kesal karena berita akan dirinya yang berbulan madu sudah tersebar dengan luas di negaranya ini.

Mobil membelah jalanan ibukota yang sedikit padat, Ramel memijit keningnya pelan, musuh sialannya ini benar-benar menguras emosi dan pikiran. entah apa yang dia inginkan dengan menyebar phobia Reista kedepan publik, bahkan ada yang mengatakan bahwa istrinya tidak waras?.

Berita-berita yang tidak sesuai kenyataan silih berganti memenuhi ruang berita, Ramel paling tidak suka saat kehidupan pribadinya jadi makanan info masyarakat.

Reista sedang tertidur pulas disampingnya, mereka baru saja sampai di Amsterdam. sedangkan Renandra berada di mobil lainya, Ramel tidak mau anaknya sampai tertangkap kamera.

Ramel mengelus lembut kepala istrinya, Reista masih belum mengetahui tentang berita ini. berita yang mengatakan bahwa istriku mempunyai gangguan jiwa. video saat Reista berteriak-teriak histeris disuatu malam menjadi berita utama pagi ini.

"Ramel?". Reista membuka matanya dan melihat Ramel dengan wajahnya yang sangat lugu.

"iya Reista, apa kau merasa ada yang sakit?". Tanya Ramel perhatian.

"tidak, aku hanya merasa sedikit pusing. kita sudah sampai". Reista melihat keluar jendela mobil lalu melihat mata Ramel lagi.

"iya sebentar lagi, maaf tidak membangunkanmu saat kita turun dari pesawat tadi, kamu terlihat lelah".

"iya tak apa, dimana Renandra?". Reista terlihat bingung saat anak laki-lakinya tak ada disatu mobil denganya.

"Renandra ada di mobil lain, dia dijemput Daddy dan Mommy".

"Renandra pulang kerumah kan?".

"iya dia nanti pulang kerumah, hanya berbeda mobil saja. kau tak perlu khawatir".

"aku bermimpi buruk tadi". ucap Reista tenang.

"mimpi apa?". Ramel menggenggam tangan Reista dan mengelusnya pelan.

"aku bermimpi ada seorang perempuan yang sangat cantik datang memelukmu dan menarikmu berlari menjauh dariku". Mata Reista menatap Ramel dengan sedikit gelisah, wajahnya yang pucat membuatnya semakin terlihat lelah.

"itu hanya mimpi, kau tak perlu khawatir. aku suamimu dan aku akan selalu disampingmu". Ramel mengecup tangan Reista berkali-kali. mencoba meyakinkan bahwa ia akan tetap disamping Reista dan menjaganya.

"tapi aku takut, mimpi itu terasa sangat nyata. aku ketakutan, aku ditinggal olehmu sendiri Ramel". Suara Reista sedikit meninggi, duduknya mulai gelisah.

"hei, hei Reista. tenanglah, ada aku disini. itu hanya mimpi, aku berjanji padamu bahwa aku akan selalu ada disisimu dan selalu menjagamu".

"tidak! didalam mimpi kau meninggalkan aku sendiri dalam kegelapan!. aku memanggilmu dan kau pergi. kau pergi Ramel!!, kau tidak menengok kearahku lagi". Reista sedikit histeris, air matanya sudah mengalir deras. duduknya sudah tidak tenang, Ramel tidak berhenti mengelus tangan Reista untuk menenangkan istrinya.

"kita kerumah sakit sekarang!". Ramel berucap keras kearah supirnya.

Ramel memeluk Reista yang masih terus menangis, Ramel tidak tau bahwa phobia yang dipunya Reista akan membuatnya seperti ini. menjadikan perempuan yang biasanya tenang menjadi sedikit histeris dan tidak tenang. Musuh yang sedang menganggu keluarganya benar-benar tau soal sisi psikologi, dia tau betul bagaimana cara mengobrak-abrik psikis seorang Reista.

"Ramel kau pergi!! kau pergi meninggalkan aku!!". Reista terus berteriak, memukul dada Ramel dengan keras dan memberontak untuk lepas dari pelukan Ramel.

"aku disini sayang, aku disini". Ramel mencoba tenang dan terus mengelus punggung Reista dan mencium kening Reista terus-menerus.

Mobil Ramel sudah sampai ke Rumah sakit kota, Ramel langsung menggendong Reista dengan sigap dan keluar dari mobil dengan cepat. Ramel sedikit berlari dan beberapa suster menghampiri saat dilihat siapa yang datang kerumah sakit mereka.

"Tolong istriku, panggil juga bagian psikologis!!". Ramel berteriak kearah suster itu dan mengikuti mereka yang membawa Reista kedalam ruangan khusus.

Ramel sedikit panik saat dilihat hidung Reista mengeluarkan darah dan Reista pingsan saat itu juga. Mukanya sudah sangat pucat, Ramel takut Phobia Reista semakin menjadi dan benar-benar menganggu psikisnya.

Ramel buru-buru mengeluarkan handphonenya dan berjalan menjauh dari ruangan Reista, menelpon seseorang yang dia percaya untuk mengulik kasus yang sedang mengincar Reista. Ramel sudah tidak ingin menunggu lagi dan membiarkan orang yang mengincar Reista hidup dengan tenang diluaran sana.

"aku ingin kau selidiki siapa yang mengincar istriku, aku ingin secepatnya. yang kuyakini saat ini dia adalah orang yang berada dalam lingkunganku".

"......."

"iya aku tidak tau apa yang dia inginkan, tapi kurasa dia ingin aku tidak bahagia".

"........".

"jangan bercanda! aku sedang serius dan aku menginginkan orang ini hidup-hidup".

"...."

"seterah kau saja, tapi aku ingin cepat".

"......"

"ya". Ramel menutup telponya dan berjalan kembali kearah ruangan Reista, Ruangan itu masih tertutup dan beberapa dokter dan suster bergantian masuk dan sibuk mengobati Reista, mereka tau siapa Ramelson Ettrama, jabatan dan masa depan dokter disini akan terancam jika mereka tidak berusaha semaksimal mungkin menyelamatkan istri dari seorang Etrrama.

Ramel hanya berdiri dengan resah sambil memandangi pintu ruangan.

"Ramel?". seorang laki-laki menepuk pundak Ramel singkat, Ramel hanya menengok kearahnya dengan tidak bersemangat.

"Dad, kau disini". ucap Ramel.

"Supir yang mengantar kalian mengabari ke Daddy, ada apa lagi dengan Reista?".

"entahlah Dad, Reista bercerita bahwa ia mimpi buruk dan setelah itu dia histeris sendiri dan menangis sangat keras, Reista terlihat sangat gelisah".

"yang sabar nak, kita akan mengetahui siapa yang berani berbuat seperti ini kepada keluarga kita".

"Dad, aku minta tolong untuk mengabari keluarga Reista. aku tau saat ini pasti mereka sangat gelisah dan ingin tau kondisi Reista". Ramel tidak ingin membahas manusia sialan itu, Ramel hanya ingin Reista segera sembuh dan baik-baik saja.

'Sudah Daddy lakukan, Dad tau kamu tidak akan sempat mengabari".

"Terimakasih Dad".

"sudah jadi kewajiban seorang ayah selalu ada saat anaknya membutuhkan, Daddy berjanji bahwa kau tidak akan merasa kehilangan seorang istri untuk kedua kalinya. Daddy yang akan berusaha mendatangkan psikologi terbaik untuk menyembuhkan Reista". Tuan gornio mengelus pundak anak laki-lakinya yang terasa kuat ini, namun ia yakin saat ini anaknya sangat rapuh dan bingung ingin melakukan apa.

Tuan gornio tidak akan membiarkan anak laki-lakinya jatuh kedalam jurang yang sama untuk kedua kalinya, dia tak akan membiarkan malaikat pencabut nyawa datang lagi untuk mengambil kebahagiaan anak semata wayangnya.

Sudah cukup 6 tahun Ramelson berada didalam kegelapan tanpa kebahagiaan, tidak lagi dan tidak akan pernah terjadi lagi. apalah arti seorang ayah jika tidak bisa membuat anaknya bahagia? apalah arti uang yang berlimpah ini jika tidak bisa membuat anaknya merasa nyaman dan hidup dalam kasih sayang.

Ramelson dibesarkan dengan kasih sayang dan keluarga yang utuh, dan itu juga yang harus dirasakan oleh cucunya Renandra, anak kecil itu sudah sangat bahagia memiliki ibu yang baik seperti Reista. tidak akan ada lagi yang akan merenggut kebahagiaan anak dan cucunya.