Reista turun dari pesawat jet dan sudah menapaki kaki di bandar udara, Bintan. Tanjung Pinang, Riau. Indonesia. Berkunjung ke pulau joyo yang indah dengan hamparan pasir putih serta air laut berwarna Turquoise. Mereka sampai disana sore hari saat matahari hampir pulang. angin yang bertiup menerpa wajah cantiknya, udara yang sedikit panas namun sejuk membawanya untuk menikmati dengan mata tertutup. udaranya sangat bersih, beberapa penjaga menyambutnya dengan senyum sopan.
Ramelson berjalan dibelakang Reista, kacamata hitam bertengger di hidungnya yang mancung. tidak lupa Renandra yang menggandengnya sedari tadi. ia sedikit membenarkan kacamata dan topinya saat dirasa mentari sore ini cukup terik. Terbiasa dengan cuaca di Amsterdam yang sejuk dan sangat dingin. pasti membuat mereka sedikit kepanasan.
Mereka bertiga menaiki mobil yang memang sudah menunggu mereka sedari tadi, mobil membelah jalanan yang sedikit berpasir. membawa mereka ke salah satu Resort yang terkenal yaitu Driftwood Beach Palaces yang super besar. hanya 15 menit perjalanan, mereka sudah sampai dan disambut oleh pemandangan yang luar biasa cantiknya.
Terlihat Tradisional dan modern secara bersamaan, tidak henti-hentinya angin laut menerpa wajah cantik Reista, mereka berjalan mengikuti bawahan Ramel yang memang sudah mempersiapakan semuanya sejak awal. pasir putih terasa menggelitik disela-sela kaki Reista, Angin sore menghantarkan harumnya air laut. suara-suara air yang menggericik membuat pikiran siapapun yang mendengarnya akan merasa tenang.
Liburan kali ini dipersiapkan oleh orangtua Ramelson, sejak Ramel meminta maaf kepada Reista dua hari yang lalu. membuat mereka memutuskan untuk berlibur sekaligus bulan madu yang tertunda. Reista tentu tidak menolak hal yang luar biasa ini, apalagi dia diberikan pulau cantik yang ada di indonesia.
Elemen Tropis disajikan saat Reista sudah masuk kedalam kamar Resortnya, dinding bernuansa kayu yang terukir indah, jendela-jendela sederhana yang pemandangannya langsung menuju pesisir pantai. bahkan ia dapat melihat matahari yang hampir tenggelam, tempat tidur berukuran king size dengan sprai berwarna putih bersih, tak tertinggal aroma terapi harumnya bunga lili membuat sensasi menjadi nyaman.
Reista membuka jendela itu dan masuklah angin laut yang mampu membuat pikirannya tenang, Reista sedikit tersenyum saat ini, ia tak pernah berpikir akan mendapatkan tempat yang sangat romantis seperti ini untuk bulan madunya. setlah pulang dari sini ia akan mengucapkan banyak terimakasih kepada kedua mertuannya. mereka tau betul bagaimana memanjakan Reista.
Ramelson membuka kausnya dan merebahkan tubuhnya sejenak diatas kasur. sedangkan Renandra sudah dibawa oleh salah satu maidnya di kamar yang berbeda, Koper mereka sudah ada di samping lemari, Reista tidak ingin membereskannya untuk saat ini. perjalanannya cukup melelahkan dan dia memang butuh istirahat sejenak.
Reista berjalan menuju kearah kamar mandi untuk membersihkan mukannya, ornamen kayu lagi-lagi ia temukan disini, nuansa coklat muda yang mampu membuat Reista betah berlama-lama hanya untuk mencuci muka. ia mengganti pakaian dalamnya dengan yang baru. memakai kaus berlengan pendek dan celana pendek yang bergambar pantai.
"kau senang?". aku sedikit terkejut saat Ramel sudah memandangku yang baru keluar dari kamar mandi, aku hanya sedikit tersenyum padanya.
"ya, disini sangat indah. aku suka pantai". aku menjawab seadanya, aku bingung ingin bereaksi seperti apa pada Ramel saat ini.
Aku duduk kursi kayu yang cukup nyaman, beberapa potong buah memang sudah tersedia dimeja, aku mengunyahnya pelan, sedikit lapar karena perjalanan yang cukup panjang.
Ramel menghampiriku dan duduk di kursi sampingku, ia meminum teh hangat dan mengunyah sepotong Roti, kurasa mertuaku memberikan kelas vvip untuk penginapanku saat ini, lihat saja bagaimana makanan dan minuman ini sudah tersedia dan masih dalam keadaan hangat dan segar.
"Aku juga suka pantai, terlihat tenang dan nyaman". Ramel membuka pembicaraan yang kurasa, dia berusaha untuk lebih dekat denganku secara emosional.
"yeah kau benar".
"apa kamu merasa nyaman, disini, bersamaku? sama seperti kau merasa nyaman saat melihat pantai?". Ramel menatap mata Reista dengan lembut, Reista hanya tersenyum kaku. ada rasa takut didalam hatinya, takut kepada dirinya sendiri yang akan bertindak bodoh dihadapan Ramelson.
"aku tentu merasa nyaman, aku suka saat kau berucap dengan lembut dan tersenyum seperti saat ini".
"aku juga suka senyummu, aku suka saat kau gugup didepanku dan melihat matamu yang indah, aku suka saat melihat bibirmu yang basah, yangs ecara tidak sadar kau kulum karena kau bingung ingin bereaksi seperti apa".
Reista hanya sedikit tertawa mendengar ucapan Ramel yang sangat manis ditelinganya, entah belajar darimana Ramel kata-kata seperti itu.
"aku suka kata-kata manismu". Reista benar-benar mengucapkan isi pikirannya saat ini, mungkin keterbukaan akan membuat hubungan ini semakin dekat dan menyenangkan. ia tak akan menyia-nyiakan kesempatan ini untuk terus mendapatkan hati seorang Ramelson.
"kata-kataku tidak semanis itu, aku hanya membicarakan keindahan yang ada didepan mataku".
"kau sedang memujiku, huh?". Ramel tertawa mendengar Reista yang berucap seperti itu, ia pikir akan susah membuat Reista luluh dengan kata romantisnya.
"aku memuji, apa itu salah?". tanya Ramel.
"tidak juga, tapi aku hanya sedikit bingung dengan situasi semacam ini". menggaruk sedikit rambutnya yang tak gatal, Reista bingung harus bersikap seperti apa. pengalamannya dalam berpacaran tak mampu membuatnya paham dalam kejadian yang ia rasakan saat ini.
"Nikmati saja apa yang kuucapkan, apa yang kulakukan, dan apa yang kuberikan untukmu. itu sudah cukup membuatku bahagia dan merasa dihargai".
"baiklah, aku akan mencobanya".
"benarkah? kau akan mencoba pasrah dibawah kendaliku?". Ramel mengambil anggur ditangan Reista dengan mulutnya, mengunyahnya pelan dan tetap menatap mata istrinya. Reista sedikit tersentak dengan kejadian itu. dapat dilihatnya pandangan mata Ramel yang mengisaratkan begitu banyak keinginan.
"Ramel, kau.. aku bisa memberikan anggur yang baru untukmu, jangan dari tanganku, itu kotor". Reista buru-buru mengambil anggur yang ada disampingnya, namun gerakan tanganya terhenti saat ramel sudah menggenggamnya. mata mereka bertemu, mata yang menginginkan banyak hal dalam hidup mereka. jantung Reista saat ini sudah benar-benar berdetak sangat cepat. ia sudah berpikiran yang tidak-tidak dan membayangkan adegan tak senonoh. otak yang kotor, efek samping yang terlalu banyak menonton film porno. sepertinya..
"Jadi Reista? kau pasrah dalam kendaliku?". tanya Ramel lagi, Ramel menunggu jawaban Reista dan terus menatap matanya.
"ya,, ya.. aku tentu akan menurut apa katamu". Reista berucap dengan gugup, ia lupa mencium badanya sendiri saat ia mencuci muka tadi. bagaimana jika tubuhnya bau keringat? bagaimana jika ada bekas pasir pantai dikakinya? bahkan ia saat ini lupa kapan terakhir ia keramas, semoga saja tak ada bau dirambutnya.
"baiklah, kita akan kepantai dan menikmati langit sore". Ramel melepas genggamanya dan bangkit dari kursi, Reista hanya terbengong dan menatap kosong kearah Ramel. jadi? hanya fantasi liarnya yang menganggap Ramel akan melakukan adegan ranjang padanya. kenyataanya Ramel hanya akan mengajaknya kepantai.
Setelah pulang dari liburan Reista akan membuang film film terkutuk itu, bukannya membantu Reista, film itu malah membuatnya semakin terlihat bodoh dan konyol.