Seingatku, saat pulang kerja aku mampir ke toko parfum yang sekiranya baru pertama kali kulihat, mengalihkan perhatian para pejalan kaki akan ornamennya yang sangat mengundang mata lelah yang setiap hari di paksa berkutat dengan data ini.
Dari depan terlihat seperti gaya hype yang melegendaris dengan papan ucapan selamat datang, tapi saat kamu masuk ke dalam kamu akan di suguhkan dengan pemandangan yang kental akan aura mistis yang kental.
"Selamat datang, Madam." Aku terkejut bukan main saat kepala seorang gadis manis dengan rambut ikal tiba-tiba muncul dari deretan bentuk parfum yang sedang ku amati, membuat jantungku berpacu dua kali lebih cepat.
"Oh hai, ehm. Aku hanya sedang melihat-lihat saja. Tak usah pedulikan aku, oke." Kataku dengan tergugup, 'ayolah Rosie, kau tidak takut dengan gadis manis ini kan,' seru hatiku.
"Silahkan di lihat terlebih dahulu Madam, barangkali ada yang melekat di hati silahkan di coba." Aku berpikir apakah mungkin gadis sekecil itu mampu mengurus tokoh parfum yang terbilang lumayan besar ini? Apa dia tidak kesulitan saat mengambil botol yang kebanyakan jauh dari radar jangkaunya?
Tapi sekarang aku sedang fokus mencari parfum yang sekiranya bakalan cocok dengan kepribadianku yang pemalas tapi selalu memiliki keberuntungan ini? Saat pandanganku mengarah ke arah jam dua, aku menemukan sebuah botol parfum berwarna burgundy, berbentuk asimetris yang berkilatan saat di terpa lampu ke emasan, membuatnya terkesan lebih mewah.
"Memiliki hati yang tepat, sepertinya dia menemukan tuannya yang sedang mencari tempat perlindungan." Aku mengernyitkan dahi, mencoba meresapi perkataan gadis kecil ini. Apa dia sedang berbicara padaku?
"Di dalamnya terdapat sedikit Aphrodisiak sekitar mungkin 20%, aku tak terlalu tahu. Yang pasti kau akan ketagihan merasakannya. Kakekku yang seharusnya menjelaskannya, tapi kamu bisa mencobanya terlebih dahulu." Katanya seolah tak acuh. Oh baby, kakakmu ini bukan gadis kecil, 20% itu sangatlah banyak. Aku pasti benar benar mabuk jika mendapati Afrodisiak masuk ke dalam minumanku, tapi ini parfum, tak akan membuat mabuk kok, kan.
Aku memandang ragu ke arah gadis kecil itu, benarkah aku boleh mencobanya? Menghirup aromanya yang mungkin berasa nikmat? Hihihi membayangkannya saja membuatku tambah bersemangat.
Bukankah aku sudah di izinkannya untuk mencobanya? Tanpa ragu aku meraih parfum menarik itu, membuka tutup botolnya dengan perlahan, terasa asap ke emasan menggepul keluar, mungkin karna pembiasan cahaya, atau karna belum di buka dalam waktu lama? Lalu saat aku mencium aromanya, meresapi dengan sepenuh jiwa, tiba tiba pengelihatanku mengabur, di penuhi warna merah ke emasan yang semakin lama semakin kelat.
Apa aku akan mati karna terlalu banyak mencium Aphrodisiak?
+=+
"Eungh." Erangan yang berusaha ku tahan akhirnya keluar juga, aku malu jika ada teman sekantor mendapati aku sedari tadi tidur dengan pulasnya. Bisa jadi besok aku mendapat surat SP, kamu tahu bahkan teman yang kamu anggap sangat dekat denganmu pun terkadang menusukmu dari belakang, jadi saranku jangan mudah percaya dengan seseorang, kecuali keluargamu sendiri. Itupun jika kau yakin dengan keluargamu.
Aku mencoba bersikap biasa saja, mencari kaca bekas bedak yang berada di dalam tas, tapi aku tak menemukannya. Maksudku tasku.
Eh, wait.
Aku.
Sekarang.
Berada.
Dimana?
Ya Tuhan.
Ini bukan pakaian kerjaku. Aku tidak pernah memakai gaun ke kantor, dan tak akan pernah. Maksudku, dimana pakaian yang seharusnya ku kenakan saat ini?
Apa aku menjadi korban penculikan yang akan di jual ke luar negri sebagai pelacur? Atau yang lebih parahnya lagi aku akan di mutilasi hidup hidup untuk mengambil organ dalamku, sebelum di jual di pasar gelap?
Ya Tuhan, tamatlah riwayatku. Aku belum permah pacaran, apa lagi ciuman pertama. Setidaknya izinkanlah hamba mu ini merasakan sekali saja kecupan seorang pria.
Aku merasakan sesuatu yang basah menempel di bibirku. Oh gosh, padahal aku baru saja berdoa. Apa mungkin aku sekarang sedang berada di surga? Mengingat gaun yang melekat indah di lekukan tubuhku ini sangat bercahaya saat aku menatapnya.
"Mama, apa yang sedang kamu pikirkan."
Aku terlonjak kaget mendapati bayi laki laki gendut yang manis dengan panah mawar di tangan kirinya memandangku dengan tatapan aneh. Barusan dia memanggilku Mama, apa dia anakku?
"Kenapa Mama mengabaikanku." Mama katamu? Bukan hanya karna kamu manis dan tampan seperti bakpao aku mau di akui sebagai Mamamu. Bagaimana aku bisa melahirkan si bakpao ini jika aku saja masih perawan.
Aku berniat menggaruk rambutku yang tak gatal, tapi terhalang oleh benang benang rambut yang menghiasi mahkota rambut. Gila biasanya rambutku akan tersanggul asal asalan kini kenapa berbeda. Berada dimana sebenarnya aku ini?
"Mama, Papa Hephaestos tak mau mengakui aku sebagai anakmu. Jadi aku ini anak siapa?" Bayi bakpao yang tadi tampak manis dan imut ini mulai menangis dengan nyaring, membuatnya terlihat sangat menakutkan. Bahkan aku menyesal telag memujinya tadi.
Aku mengerutkan dahi setelah mencerna kata bocah sialan yang bermulut raksasa ini. Hephephep itu Papa, yang berarti suamiku? Apa mungkin aku mengalami reinkarnasi? Tapi tidak mungkin, mana ada di zaman modern ini reinkarnasi. Sangat tidak masuk akal, apalagi tidak ada pemicunya.
Tapi mungkin saja terjadi saat aku mencium aroma yang aku lupakan seberapa harumnya itu?
Iya, bisa saja kan? Karna kita tak tau ke ajaiban apa yang sedang di siapkan Tuhan untuk kita ke depannya.
"Hei, kamu bisa diam tidak." Aku melotot ke arah bocah tengil itu yang membuatnya langsung terdiam. Tapi selang berapa menit dia kembali menangis lebih kencang lagi, seraya berlari menuju pintu keluar yang baru ku sadari ruangan ini lebih terlihat seperti kamar.
Eh, dia tidak sedang berlari, tapi.
Dia bisa terbang?
Apa dia memiliki sayap?
Jadi, dimana aku sekarang Tuhan. Tempat apa ini.
Saat aku sedang asik meratapi nasib, pintu yang barusan tertutup itu terbuka lagi. Menampilkan sesosok perempuan dengan rambut merah berkilauannya. Senyum cantiknya terukir, membuat siapapun yang melihat senyum itu pasti juga ikut tersenyum, tak terkecuali diriku. Indahnya makhluk ciptaan Tuhan satu ini, aku jadi minder di buatnya.
"Aphrodite, Eros membuat masalah lagi. Aku takut Athena akan turun tangan. Bisakah kamu mengaturnya. Semakin hari dia semakin nakal. Bagaimana sih cara kau mendidiknya." Setelah mengatakan itu, wanita berambut merah itu berbalik, menutup pintu dengan kencangnya. Lunturlah kecantikan tiada tara yang sempat ku puji tadi saat dia dengan anggunnya mengkritik caraku mendidik anakku sendiri? Huh, beraninya wanita ini, dia kira hanya karna modal cantik saja aku bakalan takut dan minder apa? Nggak sama sekali, apalagi menyangkut anakku sendiri.
Tapi baru ku sadari, wanita tadi tidak memanggil namaku dengan benar. Dia menyebut nama Aphroditee.
Siapa Aphroditee?
Apakah jiwa pemilik tubuh ini?
Kalau begitu, berarti aku sekarang sedang berada di Olympus?
Dan Eros, si bocah tengil yang ternyata anakku yang paling gembul?
Kenapa harus Aphroditee? Kenapa aku tidak berubah menjadi Artemis, atau bahkan Hera saja.
Aphroditee kan memiliki kisah buruk di masa lalu.
Tapi ini aku, Rosemarie. Aku nggak bakalan membuat Aphroditee menjalani kesialan untuk ke dua kalinya.
Aku janji.