Chereads / Rigyna / Chapter 2 - Chapter 2 : Pertemuan Pertama

Chapter 2 - Chapter 2 : Pertemuan Pertama

Di organisasi ini julukanku adalah si anak pungut.

Alasan utama mengapa aku mendapat julukan itu adalah karena kapten divisi ketiga, kapten Zehel adalah kapten pertama dalam sejarah yang mengajukan permintaan untuk merekrut anggota ke divisinya sendiri.

Perpindahan anggota ke divisi lain biasanya melalui promosi setelah evaluasi menyeluruh mengenai kinerja anggota tsb. Selama ini belum pernah ada satupun anggota yang dipindahkan karena permintaan, karena itu aku menjadi sorotan.

Hari pertama aku tiba di kantor divisi ketiga adalah hari terburuk dalam sejarah hidupku.

Aku datang dengan kereta, ketika sampai di stasiun aku mendapati tak ada satupun anggota divisi ketiga yang datang menjemputku, biasanya ada 2-3 anggota yang akan datang walaupun hanya sebagai formalitas. Sebelumnya ketika aku baru dipromosikan ke divisi keempat, ada 3 anggota yang datang untuk menjemputku.

Hal itu sudah menjadi semacam peraturan tidak tertulis di organisasi kami. Apakah karena aku naik ke divisi ketiga tanpa promosi? Karena itu mereka tidak menerima kehadiranku?

"Rigyna.. benar?" terdengar suara seorang pria dari belakang punggungku. Aku berbalik dan mendapati seorang pria jangkung tersenyum padaku. Di pulau yang terkenal akan panas matahari tropisnya, ia punya kulit yang diluar dugaan sangat putih, seolah bersinar, sangat kontras dengan rambut hitam yang berbias kebiruannya. Parasnya sangat indah, hingga membuatku menahan nafas.

"Benar." kurasa mulutku sedikit mengganga setelah menjawab itu. Beliau bukan hanya terkenal dari ketampanannya saja, walaupun itu aspek pertama dari gosip yang beredar diantara para anggota. Tapi karena dia adalah kapten yang paling dihormati karena prestasinya yang memukau, juga karena alasan aneh yang membuatnya tetap menjadi kapten divisi ketiga walaupun sudah menerima promosi untuk naik pangkat beberapa kali. Anggota divisi lamaku adalah pengemar beratnya, karena itu aku tahu banyak berita tentang dirinya. Seorang kapten seperti dia datang menjemputku sendiri? Aku sungguh tak bisa percaya apa yang terjadi di depan mataku ini.

"Perkenalkan namaku Zehel. Kapten divisi ketiga." ia mengulurkan tangan untuk membantuku mengangkat tas.

"Ah! Selamat pagi kapten. Namaku Rigyna. Mohon bantuannya." aku menundukan kepala, menahan malu karena melamun dipertemuan pertama kami.

Namun sepertinya dia bukan orang yang mempermasalahkan hal kecil seperti itu. Ia hanya tersenyum kemudian membantuku membawa tas.

Dalam perjalanan aku hanya diam sambil menatap ujung sepatuku. Ia juga tidak berencana untuk membuka pembicaraan dan menikmati setiap langkah kakinya. Perjalanan ke penginapan tak begitu jauh dari stasiun yang membuat kami memutuskan untuk jalan kaki ke penginapan.

Penginapan adalah base kami, dari luar kami hanyalah staff yang mengelola penginapan. Tapi saat malam tiba kami keluar untuk membasmi crea.

Organisasi kami merekrut anggota dari panti asuhan atau orang-orang yang kehilangan keluarga dari serangan monster crea. Sehingga dari luar organisasi kami tampak sebagai organisasi sosial yang menampung dan mempekerjakan yatim-piatu dan orang-orang yang tidak memiliki tempat untuk pulang.

Sesampainya di penginapan, kami disambut tatapan dingin para anggota. Atau lebih tepatnya aku disambut seperti itu. Tak ada satupun orang yang menyapaku sama sekali. Mereka menyapa kapten mereka saja dan memperlakukan seolah aku tak ada. Aku mengucapkan salam dan mereka hanya menjawab lirih seolah tak peduli.

Kapten juga tidak memedulikan reaksi para anggotanya yang membuatku lega. Akan lebih mengerikan apabila kapten menegur semua orang yg tidak menyapaku dan membuat mereka semakin jengkel.

Ia membawaku ke kamar yang kedepannya adalah tempatku tinggal. Tempatnya jauh lebih bagus da luas dari yang kuduga, ada kamar mandi, ruang tamu mini, dan meja tulis kecil disudut ruangan. Begitu menjelaskan tentang apa saja yang bisa kulakukan dia memintaku untuk istirahat karena ini hari pertama dan tak perlu ikut berpatroli.

Aku tidak sempat berkata apapun dan pintu sudah tertutup ketika ia meninggalkanku sendirian. Dia benar benar orang yang menintaku bergabung ke divisinya kan? Entah kenapa rasanya sangat sepi. Aku segera merapikan barang-barangku ke tempatnya, tak banyak yang kubawa. Hanya beberapa helai pakaian dan peralatan berburuku. Aku segera selesai dan mandi untuk melegakan diri tapi aku tak bisa tidur dan pikiranku semakin kacau ketika aku sendirian sehingga aku memutuskan untuk turun dan ikut dalam patroli.

Semua orang sedang bersiap-siap dan aku tak tahu apakah ini hanya perasaanku, mereka menatapku dgn kesal tapi tak satupun dari mereka yang mencoba untuk mendekatiku atau bahkan menegurku, mereka mengabaikanku bagaikan butiran debu.

Aku melapor kepada kapten bahwa aku ingin ikut, awalnya kapten ragu tapi akhirnya ia setuju ketika aku berkeras.

Patroli sebenarnya bukanlah hal yang sulit, kami hanya mengawasi tempat yang sepi, memastikan tidak ada kejadian yang tidak diharapkan. Crea biasanya tidak menetap di tempat yang sama dalam waktu yang lama, karena itu kami harus patroli setiap hari dan memastikan wilayah kami aman dari mereka.

Seperti biasa aku memilih tempat yang tinggi dan melihat dari atas.

"Pasti karena itu." alat bantu dengarku malah menangkap gosip yang tidak ingin kudengar.

"Tentu saja. Kapten kita pasti merekrutnya karena itu."

".. soalnya dia satu-satunya yang selamat dari ekspedisi divisi keempat kan." seketika pembicaraan mereka terputus karena alat bantu dengarku dicabut.

"Menguping bukan hal yang baik loh." kapten terlihat memutar alat bantu dengarku.

"Itu.. saya tak sengaja. Alat itu bukan untuk menguping." aku mengulurkan tangan untuk mengambil kembali alat bantu dengarku.

"Aku tahu." jawabnya singkat sambil mengembalikan alat bantu dengar itu dan aku memasangnya kembali ke telingaku. ".. soal kejadian ekspedisi itu juga. Aku membaca tentang laporannya." lanjutnya.

Aku hanya diam.

Aku takkan membantah gosip apapun yang beredar tentang kejadian itu. Semua orang menuduhku berkomplot dengan crea untuk selamat seorang diri. Aku sudah berusaha, tapi aku sendiri takkan bisa mengalahkan crea sebanyak itu sendirian dan memutuskan untuk kabur seorang diri. Pilihan paling logis yang dianggap pengecut.

"Kamu pasti bisa membuktikan kebenaran dari kasus itu." ujarnya sambil berlalu. Seolah ia tahu apa yang sebenarnya terjadi malam itu. Seolah olah dia.. percaya bahwa aku tak bersalah. Dia percaya, ketika ratusan orang diluar sana yakin bahwa akulah pelakunya. Tapi tidak, aku tidak boleh lengah. Kepercayaannya saja tidak cukup bagiku untuk bertahan di organisasi ini. Aku harus bisa bertahan dengan kekuatanku sendiri tanpa bergantung kepada orang lain.

Beberapa hari berselang, kami melewati malam-malam yang damai. Tapi untuk beberapa alasan kapten Zehel kelihatan sangat tidak nyaman, seolah ada hal yang membuatnya resah. Begitu pula dengan rekan lainnya. Divisi ketiga adalah divisi yang bisa dibilang divisi paling kecil diantara 7 divisi lainnya. Ditambah keberadaanku, kami semua hanya berjumlah 9 orang.

Tapi jumlah tidak menjadi masalah karena divisi ini memiliki kapten yang kompeten.

Namun, tidak ada seorangpun yang menyadari bahwa pemikiran tersebutlah yang akan membawa petaka pada kami hari itu.

***