Sehari sebelum welcoming party...
Kini sudah seminggu semenjak Xavier kembali dari Amerika ke Jakarta. Udara Jakarta sekarang dengan Las vegas saat musim panas tidak terlalu berbeda jauh. Terik. Xavier sedang memperhatikan kota Jakarta dari balkon apartemennya. Terakhir kali ia berada di Jakarta yaitu tiga tahun lalu.
Dan selama tiga tahun itu juga, tak pernah sehari pun Xavier tak memikirkan dan merindukan wanita itu. Tiga tahun lalu, Cassidy tidak tau bahwa Xavier sempat kembali ke Jakarta. Dia memang sengaja tidak bertemu dengan gadis itu karena waktunya di Jakarta tidaklah lama. Karena ia harus kembali lagi ke LA. Xavier hanya bisa memperhatikan Cassidy diam-diam dari kejauhan. Sebenarnya sempat terbesit di pikirannya untuk menunjukan dirinya pada wanita itu. Hanya saja, Xavier takut jika ia bertemu dengan wanita itu, wanita itu akan menatapnya dengan sorot mata penuh kebencian. Dia takut Cassidy tidak memaafkannya dan membencinya.
Jujur saja Xavier ingin sekali bertanya kepada gadis itu. Apakah dia baik-baik saja? Apakah dia masih takut dengan petir? Apakah dia masih suka tidur dengan boneka beruang kesayangannya? Apakah dia masih suka bernyanyi? Dan masih banyak lagi yang ingin ia tanyakan. Akan tetapi lebih dari itu, yang sangat ingin ditanyakan Xavier kepadanya yaitu Apakah dia masih membencinya?
Have you ever been in love? Horrible isn't it? It makes you so vulnerable. It opens your chest and it opens up your heart and it means that someone can get inside you and mess you up.
Neil Gaiman, The Sandman.
Ya, just like the quote. Cinta itu menakutkan, dia dapat membuatmu merasa tidak berdaya. Dia bisa membuka hatimu sehingga seseorang bisa masuk dan mengacaukannya. Sama seperti gadis tersebut yang masuk dan memporak-porondakan hati Xavier.
Xavier mengingat semua kenangan mereka berdua. Semua kenangan yang mereka lalui. Baik pahit maupun manis. Dia begitu merindukan masa-masa itu. Kenangan di mana ia bisa tersenyum dan memeluk Cassidy tanpa memperdulikan orang lain di sekitarnya. Kenangan di mana ia bisa dengan bebas mengatakan bahwa, 'She's my girl and i love her'.
Tapi sayang, gadis itu sudah bukan miliknya lagi. Keputusan yang dibuatnya sembilan tahun lalu menyebabkan hubungan Xavier dan Cassidy rusak. Bukan rusak, tepatnya hancur. Xavier tersenyum sedih. Dia pikir, keputasannya untuk meninggalkan Cass adalah yang terbaik bagi mereka berdua. Ternyata dia salah. Keputusannya itu mengakibatkan ia terus-terusan merasa sedih, terluka dan menyesal karena sudah membuat orang yang ia sayangi terluka.
When I see you smile,
I can face the world
Oh, oh
You know I can do anything
When I see you smile,
I see a ray of light
Oh, oh
I see it shining right through the rain
When I see you smile
Baby when I see you smile at me
Oh, yeah
Lagu dari Bad English - When i see you smile terdengar dari kantung celananya. Xavier mengambil ponselnya dan langsung mengangkat telpon tersebut tanpa melihat id sang penelpon.
"Hallo?"
"Wassup bro, kabar lo gimana?" baru saja Xavier akan menjawab pertanyaan tersebut, orang yang menelponnya sudah duluan melanjutkan ucupannya.
"Clubbing yuk, bro. Elo udah seminggu lebih balik Jakarta. Tapi gue gak pernah liat elo keluar sangkar lo itu." terang sang penelpon.
Xavier memutar bola matanya begitu mengetahui siapa penelponnya itu. Siapa lagi kalau bukan Adrian, sepupunya. Hanya sepupunya saja yang suka mengajaknya clubbing. Sedangkan semua kerabat dan teman-temannya tahu bahwa Xavier adalah pria yang konservatif.
Yang ia tahu, sifat sepupunya sempat berubah dulu. Dan perubahan itu dikarenakan oleh seorang wanita. Pacarnya. Adrian sempat menceritakan padanya bahwa dia telah berubah karena ingin menjadi pacar yang baik bagi pacarnya saat itu. Tapi entah apa yang terjadi, sepertinya mereka berdua sekarang sudah putus dan sifat sepupunya yang suka clubbing serta main perempuan, kembali lagi seperti Adrian yang Xavier kenal sejak dulu. Padahal, dari cara Adrian menceritakan pacarnya yang sekarang kini sudah menjadi mantan pacarnya, Xavier bisa memastikan bahwa Adrian begitu menyukai wanita itu. Sangat disayangkan sekali jika mereka berdua sekarang putus.
"Elo panggil yang lain aja. Gue gak bisa, Ad. Elo tau kan gue orangnya gimana? Ngapain elo ngajak-ngajak gue ke tempat begituan? Dan gue pengen istirahat karena besok welcoming party gue." Balas Xavier sambil berjalan ke arah ruang TV.
Besok adalah hari penyambutan Xavier di tempat kerjanya yang baru. Dia akan bekerja di salah satu rumah sakit ternama di Jakarta. Ia mengambil jurusan kedokterannya di University of Nevada di Las Vegas. Setelah mengambil gelar S1-nya Xavier melanjutkan sekolahnya dan mengambil spesialis kardiologinya di Amerika.
Sewaktu di Amerika, Xavier sempat bekerja di sebuah rumah sakit swasta. Walaupun baru 30 tahun tetapi ia bisa dikatakan cukup kompeten dalam pekerjaannya. Dia juga pernah melakukan penelitian di sana. Berhubung kontraknya sudah habis, dan ia juga pernah ditawarkan oleh seorang profesor yang ia kenal untuk bekerja di rumah sakit yang ada di Jakarta, Xavier akhirnya memutuskan untuk menerimanya. Dari dulu ia memang berniat untuk berkeja di Jakarta, namun mengurus berkas kepindahan, sangatlah memakan waktu hingga ia terus menundanya karena sibuk. Ia juga harus mencari lisensi. Dan untuk mendapatkan lisensi, Xavier harus ikut ujian kompetensi lagi.
"Emang elo gak bisa biar cuma sejam doang, Xav?" tanya Adrian masih berharap.
"Gak bisa." tolak Xavier mentah-mentah sambil mencari siaran di TV.
"Ahhh, gak asik elo, bro."
Belum sempat Xavier membalasnya, sepupunya itu sudah mematikan telponnya terlebih dulu.
Dasar!! Xavier pun mematikan TV-nya dan langsung masuk ke dalam kamar. Selama seminggu ini, kerjaan Xavier hanya tidur saja di apartementnya. Dia tahu bahwa senin depan, dia akan mulai disibukkan lagi dengan pekerjaan barunya sehingga ia memilih untuk memakai sisa hari luangnya untuk bersantai.
***
Hari welcoming party...
Tak terasa, hari di mana acara penyambutan Xavier, tiba juga. Sedari tadi ponsel Xavier tidak bisa berhenti berbunyi. Profesor Hendra tak berhenti menelponnya.
"Hallo, prof?" Jawabnya sambil memperhatikan lalu lintas dan kendaraan di sekitarnya. Ia kini sedang menuju hotel tempat welcoming party-nya diadakan.
"Kamu sudah di mana Xav? Acaranya sudah mau dimulai tapi kamu bintangnya, belum ada juga." Jelas prof Hendra.
"Sebentar lagi saya sampai prof. Kira-kira 10 menit lagi." Balas Xavier sambil memperhatikan jam rolexnya.
"Ok. hati-hati kamu bawah mobilnya."
"Iya, prof." Xavier menutup panggilan telpon setelah memastikan bahwa prof Hendra sudah mengakhir panggilan telpon mereka.
Begitu Xavier memasuki hotel, profesor Hendra ternyata sudah menunggunya di depan pintu bersama beberapa rekan kerjanya yang baru. Ia pun diperkenalkan satu persatu dengan mereka.
Ketika ia sedang mengambil minuman karena tenggorokannya terasa kering, om Bagus kakak ayah Xavier, tiba-tiba menghampirinya dan mengobrol dengannya sedikit. Belum lama Om Bagus meninggalkan Xavier, Adrian pun menghampirinya.
"Yo.. wassup, bro.." Mereka memberikan salam selayaknya pria-pria kala bertemu.
"Elo udah nyampe dari tadi? Temen elo mana? Katanya mau bawa teman ke sini." Tanya Xavier sambil memperhatikan sepupunya itu.
Tadi sepupunya itu sempat memberitahukan padanya ditelpon bahwa dia akan mengajak sesorang ke acara penyambutan Xavier hari ini.
"Tadi gue liat dia lagi ngomong sama nyokap. Tante sama Om mana? Kok gue gak liat?"
"Mereka masih di jalan."
"Oh. Btw, elo punya pacar, Xav? Kalo gak, mau nggak gue kenalin sama teman gue? Temen gue banyak lho yang cantik-cantik. Ya, siapa tau aja elo tertarik." ucap Adrian menawarkan jasa mak comblangnya secara gratis.
"Gak usah. Gue gak percaya sama lo, Ad." Xavier tersenyum mengejek.
Sementara mereka asik mengobrol, tiba-tiba pandangan mata Adrian malah fokus pada sesuatu di belakang Xavier. Wajah sepupunya terlihat bahagia karena melihat sesuatu. Penasaran dengan objek yang membuat sepupunya bahagia, Xavier pun membalikan badannya. Seketika itu juga mata Xavier langsung terbelalak. Ia menatap gadis itu lembut, namun ia teringat bahwa ia telah menyakiti gadis itu dan sorot matanya pun berubah dingin. Xavier merasa kaku dan tidak bisa bernafas dengan baik.
Tepat berdiri di depannya sekarang adalah gadis yang sembilan tahun lalu ditinggalkannya. Gadis yang selama ini ada di benaknya. Gadis yang begitu sangat dirindukannya. Ya, dia adalah Cassidy Calista Pratama. Sahabat sekaligus cinta pertamannya.
***
Thanks for the reading guyss..
please vote dan commentnya ;)
jika ada salah pengetikan, kata, dll mohon dimaklumi :D