Aku adalah putra sulung dari kedua orang tuaku yang asli keraton Solo. Namaku Bagas Adinanta Putra. Sebagai seorang keturunan keraton solo, sebetulnya aku paling tidak suka dengan embel embel apapun terkait keluargaku. Aku ingin hidup sederhana. Sejak kecil aku terbiasa hidup mandiri dan selalu tidak tertarik dengan gelar kebangsawanan yang seharusnya melekat pada diriku. Wajahku memang tampan namun aku menyadari bahwa untuk menjadi orang sukses maka aku harus mandiri. Suatu hari nanti setelah aku bisa kuliah maka aku ingin bisa juga melanjutkan ke Pendidikan yang lebih tinggi dan aku akan mencari istri yang juga punya pendidikan yang tinggi. Saat ini aku bisa masuk di sekolah yang sangat diidamkan oleh orang tua dan anak lelaki yaitu di Taruna. Ya betul, aku masuk SMa Taruna Nusantara. Itu adalah impian kedua orang tuaku dan aku juga ikut bangga bisa sekolah di tempat ini karena mendidik aku menjadi pribadi yang unggul melalui kegiatan dan aktivitas yang mengajarkan disiplin, menjadi teladan dan juara. Aku punya jiwa nasionalisme yang tinggi seperti juga kedua orang tuaku. Papaku memang bukan lah seorang tentara namun dia adalah seorang Pengusaha Properti. Aku hidup dalam kemewahan dunia karena Papa sudah sukses disaat usiaku 12 tahun. Aku belajar dari perjuangan kedua orang tuaku yang menikah dengan cara mandiri tanpa bantuan dari kedua orang tuanya. Ayah dan ibuku adalah dua orang yang bertemu karena sejak kecil mereka bertetangga rumahnya. Ayahku meminang ibuku dan kemudian mereka bersepakat untuk tidak menikah dengan cara yang mewah dan pernikahan digelar dengan cara yang sederhana seperti warga pada umumnya. Pernikahan tersebut tidak dianggap penting karena yang lebih penting adalah bagaimana bisa menjalani hari-hari setelah pernikahan. Ayahku belum memiliki pekerjaan yang mapan sehingga ibuku setuju jika pernikahan dilakukan secara sederhana saja sehingga tidak perlu mendapat bantuan dari kakek dan nenekku. Setelah menikah, ayah dan ibu langsung berpindah ke kota Jakarta dan di tempat inilah kedua orang tuaku menjalankan kehidupan dengan sangat sederhana yaitu mencari kontrakan dengan harga yang paling murah dan ayahku berjualan sepatu. Setelah berjalan selama 2 tahun, akhirnya kedua orang tuaku bisa memproduksi sendiri sepatu dan bukan hanya jualan saja namun sudah bisa menjadi produsen. Pada saat itulah aku dilahirkan dan aku melihat sendiri bagaimana perjuangan kedua orang tuaku merintis usaha ini disebabkan pada saat ayahku sudah mampu memiliki karyawan 19 orang, eh ternyata salah satu karyawan menghilangkan barang atau kabur dan kerugian barang yang hilang karena karyawan itu kabur adalah senilai dengan harga rumah yang baru saja dibeli oleh orang tuaku. Maka sejak saat itu, aku mengubur impianku untuk bisa sekolah ditempat yang mahal. Akhirnya Mama ku berkata bahwa bagaimana jika aku dimasukkan ke sekolah yang merupakan Sekolah Orang Pinter dan syaratnya adalah aku harus terus juara kelas. Maka juara kelas adalah obsesi aku pertama kali agar aku bisa mendapatkan sekolah impian kami dan keluarga kami. Aku sekarang sudah berada di sekolah ini dan aku bangga sekali degan prestasi ini. Aku pun disini diasah dengan kemanpuan untuk bisa menjadi seorang juara dan sering juga ikut berbagai jenis perlombaan. Aku sangat cinta dengan prestasi dan selalu ingin giat belajar dan belajar. Aku juga terobsesi untuk mencari beasiswa.