Diriku hanya terdiam, memandangmu dengan tatapan mata sayu. Mentari pun tampak rekah, namun tidak dengan diriku. Bagiku, hanya dirimu satu-satunya orang yang paling sempurna. Entah aku yang terlalu mengharapkanmu atau sekadar halu saja. Tiba-tiba, Karin datang dari arah belakang dan membawa sebatang cokelat. Tuh kan, alamat nih, mau curhat lagi tuh pasti.
" Ini untukmu... ."
" Tumben nih ngasih cokelat, makasih ya."
" Eh... kamu bukanya dekat banget ya sama Richo? Emangnya dia kayak apa sih orangnya?."
Benarkan firasatku, Karin kelihatanya tampak mulai ada rasa dengan Richo. Lantas bagaimana dengan perasaanku saat ini?. Ah... sudahlah.
" Oh Richo, biasa sih kayak laki-laki pada umumnya." Jawabku sambil memakan cokelat.
Baru kali ini aku merasakan hal yang janggal dengan diriku, seperti ada perasaan yang tersentil di hatiku. Tapi, kadang perasaan cemburu itu seperti menyelimutiku. Semacam orang yang hilang akal dan pasrah akan semua yang telah Karin curahkan kepadaku. Saat itu aku berada di taman dekat rumah, tiba-tiba richo datang dan duduk di sampingku.
" Loh kok kamu sendirian sih?."
" Hemm... Iya Ric, sama siapa lagi coba?". Aku sedikit memberi kode kepadanya.
" Kok nggak bilang aja sih, kalo sama kamu mah aku mau aja hehehe... ."
Erin seketika datang, disela-sela aku sedang asik ngobrol sama Richo. Erin seperti tampak panas hati melihat aku dengan Richo. Dengan muka yang datar dan kusut, kemudian Erin langsung mencari perhatian ke Richo agar dia berpaling dariku. Begitu mudahnya Erin mendapatkan apa yang dia inginkan, lantas bagaimana dengan diriku ini?. Aku hanya terdiam, ketika Erin dapat membuatmu lebih bahagia. Aku tampak iri dengan semua yang dimiliki Erin. Saat itulah aku memutuskan bahwa Erin lebih sempurna dari padaku. Seketika itu aku langsung berbalik arah dang meninggalkan mereka berdua.
" kemana kamu kemarin? Bukanya lebih enak ngobrol bareng ya?". Tanya Richo dengan wajah yang melas.
" Aku? aku hanya nggak enak aja sama Erin, nanti aku nganggu lagi." Aku rasa Richo akan mengerti dengan perasaanku.
" Kok Erin sih? Kalo aku nyaman nya sama kamu bagaiaman?." Richo mencoba mengungkapkan perasaanya padaku.
Aku sedikit menatap tajam Richo lalu, aku tinggalkan dia sendiri. Aku sempat tidak menyangka dengan yang diucapkan Richo tadi. Jujur, dulu aku tidak memiliki rasa lebih padanya. Dia memang baik. Beberapa kali mengantarkanku pulang saat aku harus kerja kelompok dan pulang sore. Richo benar-benar luar biasa menurutku. Punya caranya sendiri untuk memberikan pengertian kepada teman-temanya. Aku ingat kata-kata yang diucapkan Richo waktu di kantin " kamu nggak usah jadi orang lain, cukup kamu jadi diri sendiri aja aku sudah suka kok." Ucapnya sambil memakan gorengan. Saat mendengar kata-kata Richo. Tiba-tiba, dadaku berdetak kencang dan aku tersenyum rekah di depan Richo. Kemudian, kita jalan berdua menikmati senja yang tenggelam perlahan. Aku speechless, dia benar-benar menikmati waktu itu. Sore itu aku berfoto denganya dan langsung kujadikan display picture kontakku. Itu kali pertama aku memasang foto dengannya. Ternyata, selama ini aku salah besar menilai diriku sendiri. Aku terlalu ingin sempurna di mata teman-temanku, ternyata jadi diri sendiri lebih menyenangkan.