Chereads / Entering a Dream / Chapter 8 - 7 - He and the Boss (II) & the New Dream

Chapter 8 - 7 - He and the Boss (II) & the New Dream

"Aku kira-kira tahu apa yang harus kulakukan. Tapi, aku tidak tahu dengan pasti bagaimana aku bisa mencapainya dan kapan itu bisa terjadi." Adrian melanjutkan penjelasannya.

"Coba katakan apa yang kau pikirkan. Aku tidak janji akan membantumu sepenuhnya, tapi mungkin aku bisa memberi saran atau ide bagaimana kau bisa mencapai yang kau mau." Leo memberi masukan. "Tapi sebenarnya, aku bisa mengira hal apa yang harus kau lakukan terlebih dahulu, Adrian. Dari semua hal yang terjadi antara kau dan Alora, kekurangan kalian sebenarnya cuma ada satu atau dua hal."

"Pertama, kami ini masih baru."

"Itu benar sekali," Leo setuju dengan Adrian. "Kalian baru saja memulai karir dan nama kalian baru saja mulai dikenal banyak orang. Bisa dibilang, kalian ini baru mulai membangun dasar dan dasar itu belum cukup kuat untuk bisa menampung kalian berdua. Kalian masih perlu bahan-bahan, bantuan-bantuan lain yang perlu kalian tambahkan supaya dasar yang sudah ada itu benar-benar kuat dan tidak akan bisa digoyahkan."

"Kami memang sudah punya dasar. Hubungan serius kami adalah dasar yang kami punya. Kami sudah saling commit satu sama lain. Suatu dasar yang kami masih pegang sampai sekarang." Adrian memberi penjelasan lebih lanjut. "Tapi sayangnya, saat kami mulai membangun dasar itu, banyak faktor tidak diduga ikut tercampur dalam bangunan yang kami bangun."

"Penggemar-penggemarmu dan rumor-rumor masa lalumu." Leo memberi pernyataan yang Adrian beri anggukan tanda setuju. "Sebagai seorang aktor, dua faktor itu sebenarnya bukan faktor tidak terduga. Semakin kau terkenal, maka dua hal itu juga akan semakin berkembang. Semuanya ada di jalan lurus linear yang sama, meski tidak saling tumpang tindih. Kalau kau bisa mengatasi dan memisahkan dua hal ini, maka kau baru bisa dibilang sebagai seorang aktor yang sudah berpengalaman."

"Yah... dan seperti yang kau bilang barusan, kami berdua ini masih muda, baik dalam karir maupun umur. Dua hal itu adalah masalah utama dan terberat yang sedang kami hadapi sekarang. Pekerjaan kami masih stabil dan kami sudah memiliki beberapa proyek yang mau kami kerjakan. Aku dan Alora, sedang disibukkan dengan pekerjaan. Jadi, masalah kami yang paling terlihat adalah masalah dengan publik, bukan dengan pekerjaan."

"Masalah publik adalah sesuatu yang akan terus ada selama menjadi seorang aktor. Bukannya tidak bisa diatasi. Tapi tidak ada yang bisa mengajarimu dengan pasti bagaimana kau akan bisa menyelesaikannya. Guru yang terbaik untuk hal ini adalah pengalaman dan masalah yang pernah kau hadapi." Leo kembali menyatakan pendapatnya.

"Dan aku mulai belajar dari situ juga, bos," jawab Adrian dengan senyuman miris. "Juga, benar-benar cukup mahal harga yang harus dibayar."

"Well, bagus kalau kau sudah mulai belajar dan membayarnya. Lebih baik memang harus merasakannya sejak mula daripada nanti sudah terlanjur jauh. Dari yang kulihat selama ini, bayarannya bisa jauh lebih mahal kalau sampai terlambat." Adrian mengangguk pelan dengan perkataan Leo. "Lalu apa yang kedua?"

"Kedua... waktunya tidak tepat."

"Waktu apa yang kau pikir tidak tepat?"

"Waktu ketika publik menemukan aku dan Alora bukan hanya sekedar rekan kerja."

"...Apa kau menyesal menjalin hubungan dengan Alora?" Adrian menggeleng kuat, tanda dia tidak menyetujui Leo. "Jadi?"

"Tentu saja aku tidak dan sama sekali tidak menyesal sudah berpacaran dengan Alora. Menemukan pasangan adalah salah satu goal dan mimpi yang ada di pikiranku. Dan jika bisa menemukannya lebih cepat, kenapa tidak? Aku tidak pernah merasa kalau berpacaran dengan Alora adalah suatu hal yang aku sesali. Tidak pernah."

"Kau ini benar-benar jatuh cinta setengah mati ya pada Alora?"

"Well, I think she's the one," jawab Adrian dengan tegas dan yakin. "Aku bukannya baru sekali ini punya pacar. Dan aku bisa bilang, aku yakin dengan Alora, bos. Aku rasa kau juga merasa seperti itu waktu menjalin hubungan dengan istrimu dulu, sebelum memutuskan menikah. Bukan begitu, bos?"

"Hahaha!" Leo tertawa mendengar pertanyaan Adrian. "Percaya diri sekali, huh? Tapi... aku tahu apa yang kau maksud. Menemukan orang yang kita yakin memang tidak akan bisa langsung ketemu. Tapi sekalinya sudah ketemu, perasaan yakin itu akan datang dengan sendirinya, tidak peduli seberapa muda kita. Dan aku salut padamu karena kau berani berkata seperti itu, Adrian."

"Aku hanya mengatakan apa yang kurasakan."

"Tidak semua orang bisa seyakin dirimu, young man. Banyak dari mereka yang butuh waktu banyak dan malah akhirnya buang-buang waktu untuk memutuskan hal seperti ini. Makanya aku bilang kalau aku salut padamu." Leo berkata dengan nada bangga.

"Terima kasih, bos. Kau mau percaya dengan yang kukatakan."

"Aku selalu menganggap orang-orang di agensi seperti keluargaku sendiri. Kenapa juga aku tidak percaya dengan apa yang keluargaku bilang? Dan juga, aku bisa menebak dan melihat kalau kau berbohong padaku. So, don't sweat about it."

"Iya, aku mengerti."

"Kalau bicara soal waktu... timing mulai munculnya masa lalumu memang yang akhirnya menjadi pemicu nama Alora dikaitkan dengan namamu. Mantan pacarmu itu benar-benar sudah membuatku sakit kepala dengan mengekspos dan menuduh yang bukan-bukan." Leo mendesah capek ketika mengingat hal yang harus dia lakukan soal skandal Adrian 2 tahun yang lalu.

"Yah," Adrian kembali meringis mengingat skandalnya 2 tahun yang lalu. "Aku baru benar-benar sadar saat itu kalau aku ini memang seseorang yang tidak teratur dan bisa dibilang juga bukan orang yang pintar membuat teman. Semua skandal kemarin itu adalah hasil perbuatan teman dan kenalanku. Dan aku juga baru sadar betapa piciknya mantanku itu. Padahal yang minta putus itu dia sebenarnya. Tapi dia menuduh kalau Alora yang menyebabkan kami putus." Adrian hanya bisa mendesah kalau mengingat asal mula semua masalah ini. "Dan karena itu makanya publik bisa sampai tahu tentang hubunganku dan Alora."

"Mantanmu itu sebenarnya tidak salah waktu bilang Alora menjalin hubungan denganmu. Kau memang sudah berpacaran dengan Alora waktu dia menuduhmu."

"Tapi bukan dia penyebab kami putus. Alora sama sekali tidak ada kaitannya. Hubungan kami memang sudah tidak baik dan ditambah akhirnya dia yang minta putus, kenapa juga aku harus menolaknya. Dan bersama dengan dia juga aku tidak menjadi seorang yang lebih baik."

"Kalau aku coba tebak, mantanmu itu sepertinya agak mendendam padamu karena kau putus dengannya. Karena mungkin dia pikir kau sengaja putus dengannya setelah kau sudah mulai lumayan menjadi terkenal. Dan ditambah dia melihat bukti foto barangmu yang Alora tidak sengaja pakai."

"Bos, mantanku itu orang yang pikirannya sempit. Dia bisa dibilang lumayan egois dan setelah dipikir, dia itu sebenarnya agak posesif. Barang yang Alora pakai itu bukan sebuah hadiah yang khusus sebenarnya. Dia hanya kupinjamkan cardigan yang waktu itu sedang kupakai. Dan itu tidak ada niat khusus sama sekali. Tapi malah akhirnya jadi dibesar-besarkan... Yah, seperti yang kubilang tadi. Waktunya tidak tepat."

"Ada hal lain lagi yang menurutmu adalah alasan yang menyebabkan kau putus dengan Alora sekarang?" Leo bertanya untuk memastikan

"...Kupikir hanya itu saja. Tidak ada lagi yang terlintas di pikiranku," jawab Adrian. "Apa menurutmu, masih ada hal lainnya lagi?"

"Ada satu."

"Apa?"

"Kau kurang penggemar yang mendukung kalian berdua."

"...Oh."

"Dan itu adalah hal paling penting jika kau mau nantinya untuk kembali berpacaran dengan Alora dan kali ini terang-terangan di depan publik. Percaya atau tidak, support yang mereka beri itu akan sangat membantu kalian berdua untuk tetap steady. Di samping penggemar kalian masing-masing, ini juga adalah sesuatu yang harus kau punya juga."

"Aku pastinya mau kembali menjalin hubungan dengan Alora, dan jika bisa lebih cepat lebih baik," Adrian menjawab perlahan. "Dan untuk bisa tampil terang-terangan di depan publik... itu sesuatu yang masih harus perlu kupikirkan. Untuk bagaimana kami bisa diterima. Dan supayah tidak ada lagi yang mengganggu hubungan kami."

"Itu bukan hal yang sulit untuk dilakukan. Tapi juga bukan hal mudah yang bisa langsung didapat. Kau memerlukan waktu dan ketahanan untuk bisa mendapatnya."

"Waktu... Berapa lama?"

"Tidak ada yang tahu, dan tidak akan ada yang bisa memberitahu," jawab Leo dengan tegas dan pasti. "Yang pasti adalah kau dan Alora harus lebih lagi menunjukkan kepiawaian kalian berdua sebagai aktor dan artis. Lebih berfokus pada pekerjaan dan jauhi gosip dan skandal dengan lawan jenis. Bangun dasar karir yang sudah kau punya kali ini dengan bahan-bahan yang benar. Karirmu mau tidak mau harus menjadi prioritas utama dibanding hubunganmu."

"Aku juga sudah memikirkan hal itu. Dan apa yang kau bilang barusan juga sama dengan apa yang sudah kupikirkan. Aku memang akan lebih berfokus lagi pada pekerjaan. Dan pastinya akan menghindari gosip dengan lawan jenis. Di samping aku juga sudah menyukai seseorang, aku juga tidak mau kalau dia nantinya terlibat masalah dengan penggemarku lagi."

"Bagus kalau kau sudah bisa memutuskan seperti itu," kata Leo senang dan tersenyum kecil. "Kau bilang kau dan Alora adalah teman baik sekarang? Tidak ada buruknya menjadi seorang teman. Karena teman juga akan dicari jika mereka punya masalah, diajak hang out bareng ke mana-mana, dan juga tidak akan terlalu dimusuhi jika kau ada dekat-dekat dengan dia. Apalagi kalau orang itu adalah teman baikmu."

"Ya, tidak ada salahnya menjadi teman... Dari teman biasa kita bisa menjadi teman baik... Dan akhirnya kita juga bisa mendapatkan teman hidup. Itu adalah goalku saat Alora bilang kalau kita ini sekarang menjadi teman saja." Adrian menyatakan goal akhirnya dengan yakin dan percaya diri. Senyuman bisa terlihat merekah di wajahnya.

"Wajahmu itu... benar-benar wajah orang yang sedang kasmaran." Leo menggeleng pasrah. "Jangan sampai terlalu kelihatan di depan publik. Apa kau sadar kalau saat bersama dengan Alora, kau itu punya tendensi untuk hanya berfokus padanya? Kurasa itu juga yang menyebabkan publik bisa mencium hubunganmu dengan Alora."

"Pernah ada yang mengatakan hal itu... dan aku sudah mencoba berusaha untuk menguranginya, sebenarnya."

"Usahamu kurang."

"Aku tahu." Adrian berkata pasrah.

"Apa jadwalmu setelah ini?"

"Masih kosong sampai akhir minggu. Minggu depan aku ada pemotretan untuk cover majalah bersama Alan."

"Kabar soal virus rocona memang masih kacau dan heboh. Aku juga agak pusing karena banyak ditundanya syuting dan kalian semua yang tidak boleh keluar terlalu sering. Tapi, aku pikir memang ini yang terbaik. Kalian semua ini adalah keluargaku dan aku tidak mau sampai terjadi sesuatu pada keluargaku."

"Kau... benar-benar orang yang baik, bos." Adrian berkata setelah beberapa lama dia terdiam.

"Tidak usah dibilang juga aku sudah tahu."

"No, really. Kau sudah mau membantuku untuk menyortir perasaanku. Karena jujur, aku sedang butuh teman bicara, tentang hubunganku dengan Alora. Tapi... aku juga tidak mau untuk memulai pembicaraan. Di antara kenalanku, tidak ada yang setahu hubunganku dan Alora selain Felice dan Alan. Tapi... Felice sedang tidak bisa dihubungi dan Alan... dia masih belum tahu aku dan Alora sudah putus. Dan waktu kau meneleponku untuk minta bertemu, sebenarnya ada perasaan sedikit lega karena aku bisa membicarakan hal ini dengan seseorang. Dan yang lebih lagi, seseorang yang tahu dengan semua situasi yang ada. Jadi... aku benar-benar berterima kasih padamu, Pak Leo."

"Dari segi profesional, aku melakukan ini karena sebagai atasan dan pemilik agensi ini, aku tidak mau orang yang bekerja padaku punya masalah yang bukan cuma akan membuatku rugi tapi juga berpotensi jadi sesuatu yang besar nantinya." Leo memberi penjelasan. "Tapi dari segi personal, kalian itu sudah kuanggap sebagai anak. Kau dan Alora itu seusia Rika dan aku tidak mau kalau anakku itu sampai punya masalah yang tidak ada penyelesaiannya. Dan... aku tidak mau kejadian Vince dan Dili sampai terulang lagi." Vince dan Dili adalah 2 aktor senior yang Adrian ingat tadi sebagai pasangan yang sudah putus.

"Tetap saja, terima kasih bos."

Setelah itu, Leo menyuruh Adrian untuk keluar dari ruangannya karena pembicaraan mereka sudah selesai. Adrian tidak langsung pulang, dia mencari apa Felice ada di agensi atau tidak. Setelah tahu kalau Felice ada bersama dengan salah satu orang bagian editing, Adrian langsung ke sana dan berencana untuk memberi penjelasan yang detail dan menyeluruh pada manajernya itu. Dan jika perlu dia akan mentraktir Felice makan.

Mimpi yang Adrian mau capai, goal akhir Adrian untuk bisa menjadi aktor mapan sekaligus dia juga bisa kembali bersama dengan Alora tidak bisa dicapai secepat yang dia mau. Tapi setidaknya, mimpi itu bukan lagi sebuah mimpi yang mustahil, sebuah mimpi buruk di mana dia tidak bisa lagi bersama dengan Alora. Seperti yang dia pikirkan saat Alora putus dengannya.

Dia sudah menemukan mimpi yang baru dan Adrian merasa dia siap untuk masuk ke dalam mimpi yang baru itu.