*
Hari itu Dea pulang seperti biasanya. Di tengah jalan Theo mengajaknya untuk pergi ke sebuah kafe yang sering ia kunjungi.
"Dea, kamu gak sibuk kan. yuk kita nongkrong bentar, sekalian kita latihan. pementasan kan sebentar lagi."
"hmm, boleh deh. aku juga lagi kosong nih"
" ya udah, yuk"
mereka pergi berboncengan dengan sepeda motor Theo. Namun tak sengaja di jalan mereka berpapasan dengan Ajeng.
setelah sampai di sebuah kafe Theo dan Dea mulai berbincang.
"eh, sayang kamu kok disini berdua aja," Ajeng menyapa secara mengejutkan dari belakang.
"ehh...oh enggak kok cuman latihan untuk besok."
"tapi kok cuman berdua aja"
"hmm Ajeng sory y, aku cuman latihan aja kok sama The," Dea menyela di tengah perdebatan kecil antara Theo dan Ajeng.
"ohh... ya udah santay aja kok," jawab Ajeng dengan santai.
"ya udah sini, gabung aja sama kami."
"aku gak ganggu kan."
"oh sama sekali enggak kok,"
setelah sekian lama berbincang, mereka bergegas untuk pulang. Namun, Ajeng seperti menatap sinis kepada Theo. mulutnya pun seperti mengucapkan sesuatu, tetapi tak terdengar oleh siapapun.
"kita pulang bareng aja yuk," Ajeng menyeka.
"tapi motornya Theo gimana, aku pulang naik ojek atau taksi aja deh," jawab Dea gak enakan.
"gak apa-apa kok. kita naik mobil Ajeng aja. motorku kayaknya juga habis bensin," Theo membalas
"tapi..."
"ya udah..cepetan," seketika tangan Ajeng menarik tangan Theo dan Dea untuk mengikutinya.
mereka bertiga meninggalkan kafe untuk pulang. Namun, Theo sedikit bertinvkah aneh. selama di perjalanan dia hanya diam dan tatapannya kosong. Arah mobilnya pun tidak mengarah ke rumab Dea. Dea yang kala itu ingin menyela seperti tak mampu untuk bicara.
Berhentilah mobil itu di sebuah perkebunan yang jauh dari keramaian kota. Theo tiba-tiba menarik tangan Dea dan bertingakah seakan-akan ingin memakannya.
"inilah akibat dari janji yang telah kamu langgar, sayang," suara Ajeng tiba-tiba sinis
"kau telah berkata dan kau harus menepatinya. tak seorangpun yang boleh mendekatimu selain aku."
entah mengapa Dea yang kala itu dilecehkan dan disakiti oleh Theo seperti di tahan oleh banyak orang. semuanya terasa berat. Bahkan, untuk bicara pun ia tak mampu
tangan Theo merobek bagian baju Dea. baju yang berwarna hijau itu pun robek. bahu dan setengah bagian dada Dea terbuka. terlihat jelas betapa mulus dan putihnya kulit gadis itu. BH nya yang berwarna merah pun sedikit melorot.
Theo menganiaya Dea seperti serigala yang sedang menyantap mangsanya. Tangannya mengerang seperti cakar. pandangannya kosong. Dia terus melucuti pakaian Dea dengan kasar. tubuh molek Dea pun terbuka hampir seluruhnya. ketika saat itu, tiba-tiba...
"jlebbb," suara pisau menancap tepat dibagian jantung Dea.
"makan jantung ini," Ajeng mengambil jantung dari tubub Dea. Tangannya tajam seperti tombak, seakan-akan bisa menusuk apapun. itu jelas buakanlah sesuatu yang normal bagi manusia.
"Yen siro teko, wenehene tondo," Ajeng terus-menerus mengucap kata itu.
Theo yang pandangannya seprti kosong, dengan lahap memakan jantung Dea. Darah segar mengalir di setiap bagian bibir Theo. Hanya dengan beberapa gigitan jantung itupun habi. Anehnya tak satupun darah yang menetes ke lantai mobil.
Setelah itu, Theo menggotong jasad Dea keluar mobil. Enatah darimana datangnya ada sebuah lubang tanah di hadapan Theo. lubang itu seakan sudah disiapkan terlbih dahulu oleh seseorang. Dilemparkan saja jasad Dea ke dalam lubang itu. setelah itu Ajeng dan Theo menutup lubang tersebut. mereka masuk ke mobil dan meninggalkan jasad Dea bersama puluhan kuburan yang lain.
*
Theo pulang kerumah, badannya sudah bersih, tetapi baunya sedikit berbeda. Ada bau bunga melati yang samar tercium. Ajeng mencium kening Theo
"aku sayang banget sama kamu,mmuuachh" satu kecupan mesra di bibir tipis Theo. dia masuk kosannya dengan gerakan kaku dan tanpa sepatah kata pun.
...
(next....Anak Iblis)