Chereads / As Good As It Gets / Chapter 6 - 5

Chapter 6 - 5

"Nak Abe .." Suara lembut Daddy bikin Abe langsung meletakkan peralatan makannya dan menghentikan kunyahan di mulutnya. "Kamu udah bicara sama orang tua kamu?"

"Soal apa, Dad?"

"Tanggal pernikahan kamu sama Demoy."

WHAT?!

Demoy langsung batuk karna potongan ayam yang barusan dimasukkan ke mulutnya malah tersangkut di tenggorokan begitu mendengar pertanyaan Daddy barusan. Ya Tuhan! Tahun berapa sih sekarang? Kenapa orang tuanya seburu-buru itu kepengen Demoy nikah sama sosok devil yang duduk manis di sebelah kanannya itu? "Dad!"

"Udah, Dad.", sahut Abe santai. Mengabaikan wajah tegang Demoy.

" Trus?"

"Kalo mereka sih nyerahin sepenuhnya ke aku sama ke Demoy, Dad."

"Trus?"

Abe tersenyum sesaat sebelom akhirnya menatap wajah Demoy dalam-dalam. Wajahnya berubah serius seketika. "Kamu maunya kita nikah kapan, Yank? Besok pagi? Lusa? Ato mau tanggal berapa, bulan berapa, tahun berapa?"

"Terserah.", sahut Demoy asal. Selera makan yang udah susah payah dibangunnya daei tadi langsung ancur seketika.

Gak kayak Demoy yang memasang duckfacenya, Abe malah tersenyum puas sambil menatap Daddy sama Eomma yang daritadi menunggu jawabannya. "Enam bulan lagi, Dad."

WHAT?!

Demoy langsung melotot. Mulutnya ternganga. Lutut Demoy langsung lemes. Takjub. Seorang Abercio bisa segila ini? Seenak jidat bikin keputusan tanpa memikirkan perasaannya? Oh hellooooo!!!

"Be, lo gak bisa bikin keputusan begini dong."

Sekali lagi, Abe menoleh dan menatap manik mata Demoy dalam-dalam. Ini bukan pertama kalinya cewek itu protes. Tapi kali ini kelakuan cewek itu sukses bikin rahang Abe mulai mengeras.

"Kenapa gak bisa?", sahut Abe. "Kamu mau nunda pernikahan kita berapa lama lagi? Orang tua kita butuh kepastian dari kita, Yank. Lagipula kamu sendiri yang tadi bilang terserah aku. Trus sekarang kamu mau ngelak? Jawaban kamu tadi tuh didenger sama orang tua kamu, Yank."

"Tapi kan .."

"Tapi apa? Kamu masih mau ngelak?", sela Abe gak sabar. "Kalo kamu gak bisa ngehargain aku, seenggaknya coba hargain Eomma sama Daddy. Mereka orang tua kandung kamu, Yank. Dan karna itu, kamu gak berhak buat bantah apapun omongan mereka karna itu pasti yang terbaik buat kamu."

"ABEE!" Demoy meninggikan nada suaranya sambil bangkit berdiri. Wajahnya memerah menahan amarah. Jelas. Sekarang siapa coba yang gak bakal marah kalo tiba-tiba ditodong tanggal pernikahan padahal gak ada cinta sama sekali dihatinya? Ya kan?

Abe gak menjawab. Cowok itu menghela nafas sesaat lalu ikutan berdiri. Lalu tanpa aba-aba cowok itu langsung mencium bibir Demoy dan bikin Eomma-Daddy spontan menutup mulutnya dengan telapak tangan sambil tersipu-sipu.

"Eres el amor de mi vida, Demoy (Kamu cinta dalam hidupku, Demoy).", ucap Abe sesaat setelah melepaskan ciumannya. Tangan kanannya masih menyanggah leher belakang Demoy. Tatapannya melembut. "Tú eras la estrella más bonita de mi cielo. Eres mi media naranja. Eres mi alma gemelo (Kamu adalah bintang terindah di langitku. Kamu adalah separuh saya yang lain. Kamu adalah belahan jiwaku)."

"EHEM!" Daddy sengaja berdehem. Menyadarkan sepasang anak muda di hadapannya kalo ada orang lain di ruangan ini yang menyaksikan adegan romantis barusan.

"Lo siento (Maaf), Dad.", sahut Abe sambil duduk kembali di kursi makannya dan menarik pelan pergelangan tangan Demoy. Tanda agar cewek itu mengikutinya.

"Esta bien (Gak apa-apa)." Kali ini Eomma yang bersuara. Pastinya sambil mengerling manja ke arah Daddy. "Gak apa-apa, Abe. Ayo dilanjut lagi makannya. Demoy, ayo."

Demoy mengangguk tanpa minat sambil melirik kesal ke arah Abe. Cowok itu bener-bener sukses bikin selera makannya lenyap seketika!

*

Demoy memencet remote tvnya secara asal. Tatapannya kosong menerawang. Dia sama sekali gak berminat sama apapun siaran acara di tv.

["Kamu maunya kita nikah kapan, Yank? Besok pagi? Lusa? Ato mau tanggal berapa, bulan berapa, tahun berapa?"]

["Enam bulan lagi, Dad."]

Omongan Abe tadi masih terngiang di telinganya, bikin pikirannya gak tenang. Sebenernya dari abis makan tadi, Demoy berharap kalo Abe gak bener-bener serius sama omongannya. Tapi ternyata Abe beneran serius. Saking seriusnya malah itu cowok langsung menelepon orang tuanya biar bisa membantunya menyicil persiapan pernikahannya.

Enam bulan coy! Dalam enam bulan kedepan, terhitung dari malam ini, Demoy bakal resmi menyandang status sebagai Nyonya Abercio. Sedangkan, sampe saat ini Demoy aja sama sekali gak nemuin satu alasan, apapun itu, yang bikin dirinya buat setuju dan menerima Abe sebagai calon suaminya. Ajaib gak tuh?

Demoy meremas rambutnya yang acak-acakan. Frustasi. "Aaaaaaarrrgggghhh!"

"Kamu kenapa, Yank?"

Demoy menoleh tanpa minat ke arah asal suara dan menemukan Abe yang tau-tau udah duduk manis di sebelahnya. Tanpa permisi pula. "Lo ngapain duduk di sini? Sofa yang kosong gak cuma di sini. Sana jauh-jauh."

Abe tersenyum simpul. "Kamu jangan galak-galak dong, Yank. Kalo kamu galak nanti cantiknya kamu jadi gak keliatan."

Demoy menghela nafas berat. Pasrah. Kalo aja dia punya pintu doraemon, udah pasti Demoy bakal langsung cus menghilang dari hadapan cowok di sebelahnya ini.

"Kalo gak mau gue galakin makanya jangan bikin gue senewen terus. Lo hobi banget sih bikin gue tarik emosi."

"Loh? Kok kamu malah nyalahin aku sih, Yank? Aku gak pernah loh bikin kamu tarik emosi. Kamunya aja yang selalu sewot. Ada apa sih? Cerita dong."

"Cerita sama lo tuh sama aja kek gue ceeita sama tembok!"

"Tuh kan begitu. Kalo kamu gak cerita gimana aku bisa tau kenapa kamu selalu galak sama sewot kalo ngomong sama aku? Aku punya salah sama kamu? Salah aku apa, Yank?"

Demoy memutar bola matanya. Astaga! "Be, lo ngaca deh. Salah lo apa dan dimana. Jangan nanya gue. Percuma gue ngomong juga. Gak bakal didengerin sama lo, Be."

"Demoy sayang, kita ini bentar lagi jadi suami istri. Kalo ada masalah ato uneg-uneg, apapun itu, kita harus saling terbuka satu sama lain biar gak jadi bom waktu yang malah nyakitin kita berdua nantinya.", sahut Abe lembut sambil mengunci jemari Demoy di genggaman tangannya. "Jangan dipendem sendiri, apalagi sampe diomongin di belakang. Aku nih open-minded loh, Yank. Aku bakal berusaha menerima apapun suara kamu. Selama itu emang terbaik buat aku dan hubungan kita."

Lagi, Demoy menghela nafas. Dipandanginya wajah Abe dalam-dalam. "Kenapa kamu setuju sama perjodohan kita?"

"Kan udah aku jawab tadi pas waktu kita makan bareng."

"Be, lo tau kan gue gak bisa bahasa Spanyol, sedangkan tadi lo tuh ngomong pake Bahasa Spanyol. Ya mana ngerti gue lah."

"Karna aku cinta sama kamu, Yank. Kalo aku gak cinta sama kamu, mana mungkin kan aku mau dijodohin sama kamu. Trus bentar lagi kita nikah.", sahut Abe lembut. "Kamu itu yang terbaik, Yank. Dan aku beruntung jadi calon suami kamu."

"Tapi, Be, kita gak mungkin bisa nikah.", sahut Demoy kekeuh.

"Kenapa gak bisa?"

"Gue gak cinta sama lo, Be."

"Oh itu. Gak apa-apa. Cinta kan gak bisa hadir buru-buru, Yank. Kalo sekarang kamu gak cinta sama aku, ya gak apa-apa. Aku bakal terus nunggu sampe kamu cinta sama aku."

"Kalo endingnya gue tetep gak cinta sama lo gimana, Be?"

"Ya gak apa-apa juga. Kan aku cinta sama kamu. Dan aku yakin kok, someday, kamu bakal cinta sama aku."

Demoy mengedipkan matanya. Beneran gak percaya sama omongan Abe barusan. Ini cowok hatinya terbuat dari apa sih? Secinta itukah Abe padanya sampe rela menunggunya? Astaga! Kadar kebucinan Abe bener-bener udah mengalahkan emak-emak muda jaman now yang klepek-klepek cuma karna melihat senyuman Lee Min Ho dari layar TV.

"Lupain aja deh. Lo selalu begini kalo gue tanya. Bikin gue makin bete tau gak."

Abe memasang senyumnya sambil meremas lembut jemari Abe di genggaman tangannya.

"Aku menyukaimu, sangat menyukaimu. Aku tidak bisa menyembunyikannya lagi. Aku membutuhkanmu untuk menjadi diriku sendiri. Kamu adalah orang yang memberiku cinta. Yang kuinginkan itu adalah kamu. Orang yang kurindukan setiap harinya, itu kamu juga. Bukan karena kamu yang membutuhkanku. Tapi karena aku yang membutuhkanmu. Itu karena kamu. Satu-satunya dalam hidupku. Orang yang kucari dan kutunggu selama ini. Dan apapun itu, aku pengen kita bisa melewatinya bareng-bareng, Moy. Just you and me."

Demoy berdehem sambil mengalihkan pandangannya. Gak tau kenapa omongan Abe barusan bikin hatinya sedikit agak menghangat. Kalo begini terus bisa-bisa pertahanan Demoy runtuh dan bakal beneran jatuh cinta ke Abe.

Kan jadi gak lucu. Selama ini mati-matian sok jutek tapi ujung-ujungnya malah jilat ludah sendiri. Apalagi secara cara Abe memperlakukannya emang seromantis itu.

"Udah malem. Gue tidur duluan.", sahut Demoy sambil berdiri lalu bergegas pergi.

"Selamat tidur. Mimpiin aku ya, Yank.", goda Abe setengah berteriak karna Demoy keburu menutup pintu kamarnya.

*