Abe memarkirkan mobilnya tepat di halaman sebuah kafe. Menurut informasi dari Martin, bisa dipastikan Demoy selalu datang ke kafe ini saat makan siang. Gak heran sih. Gedung fakultas Demoy cuma bersisihan dinding dengan kafe ini. Jelas, cuma kafe inilah satu-satunya spot makan siang terdekat dari kampus cewek itu.
Abe menoleh kiri kanan. Kayaknya jam makan siang mulai tiba dan kafe mulai ramai. Abe mengamati satu persatu pengunjung, berharap matanya menemukan sosok yang dicarinya.
I'm missing you
Waiting for you
nae mami geudaereul hyanghae inneun geollyo
I'm missing you
Waiting for you
geudael oneuldo gidaryeoyo
Abe tersenyum miring. Abe bukan tipw cowok pecinta drakor. Entah film, drama, ato musik berbahasa Korea. Apapun itu. Tapi semenjak Demoy tergila-gila sama Park Seo Joon dan Song Kang, plus drama-drama Korea, jadilah mau gak mau Abe beberapa kali mendengarkan lagu-lagu soundtrack dari drakor yang ditonton Demoy. Kayak sekarang ini.
Alunan lagu yang terputar dari MP3 Player mobilnya adalah kisah tentang seseorang yang merindukan kekasihnya. Kayak perasaannya saat ini ke Demoy. Rindu.
I'm missing you
Waiting for you
nae mami geudaereul hyanghae inneun geollyo
I'm missing you
Waiting for you
geudael oneuldo gidaryeoyo
Lalu tiba-tiba mata Abe berbinar. Setelah sekian lama dia menunggu di mobil akhirnya sosok yang dicarinya datang juga. Abe bisa melihat Demoy dateng dari kejauhan.
"Moy!" Abe langsung membuka pintu begitu Demoy melintas di hadapan mobilnya. Lalu tatapan Abe beralih ke cowok di samping Demoy. Dia yang dari tadi membuat Demoy tersenyum? "Siapa dia?"
Demoy mendesah pelan. Dia masih gak percaya kalo Abe beneran kasih kejutan padanya, sama persis kayak ucapannya minggu lalu. "Lo ngapain di sini?"
"Dia siapa?" Abe mengulang pertanyaannya. Kali ini sambil mengarahkan jari telunjuknya ke sosok di samping Demoy. Seumur hidupnya, baru sekali ini Demoy bener-bener bikin Abe cemburu
"Kenapa? Lo pengen tau? Kepo banget sih lo jadi orang. Pake ngikutin gue sampe ke sini segala. Nih ya gue kasih tau sama lo, Be. Daripada lo ngikutin gue, mendingan lo jawab pertanyaan gue. Lo ngapain di sini? Udah bagus lo anteng-anteng aja di Spanyol dan lo urus aja urusan lo sendiri. Gak usah lo sibuk ngurusin gue."
"JAWAB PERTANYAAN AKU! COWOK INI SIAPA?!" Abe meninggikan nasa suaranya. Ubun-ubunnya bener-bener mendidih sekarang.
Demoy menghela nafas pelan. Diliriknya selintas kondisi sekitar. Kupingnya menangkap omongan-omongan kecil dari orang-orang di sekitar mereka. "Pacar gue."
Gantian. Sekarang giliran Abe yang menghela nafas. Wajahnya mulai memerah. "Kita harus bicara."
Demoy menyentak tangannya, membuat cengkeraman Abe terlepas dari pergelangan tangan Demoy. "Yaudah. Ngomong aja."
"Kita bicara empat mata, Demoy.", sahut Abe tegas. Air mukanya berubah. "Gak di sini."
"Oke."
Demoy melangkahkan kakinya menuju sebuah table yang berada tepat di pojok kafe. Di sekitarnya hanya ada dua table lain yang masing-masing terisi satu orang. Suasananya jauh terlihat lebih tenang dan cozy. Sangat cocok dipakai sebagai spot untuk berdiskusi empat mata dengan makhluk menyebalkan bernama ABERCIO.
"Tienes que explicarme, Demoy.," ucap Abe sebelum menghempaskan punggungnya ke sandaran kursi. "Te lo dije, no salgas con otros hombres. Pero, ¿por qué estás saliendo con ese chico?"
Demoy berdecak kesal. Udah jelas-jelas Abe tau kalo Deandra gak bisa komunikasi pake bahasa Spanyol, eh malah sengaja ngomong pake bahasa Spanyol.
"Be, lo tau kan gue gak bisa bahasa Spanyol? Kenapa lo ngomong Spanish di sini? Lo mau dianggep hebat sama orang-orang di sini?"
Abe menggeleng pelan.
"Aku kan udah pernah bilang sama kamu, jangan pacaran sama cowok lain. Tapi kenapa kamu pacaran sama cowok tadi?"
"So what? Itu hak gue dong. Secara gue masih muda. Gue masih punya hak buat milih siapa cowok yang tepat buat jadi suami gue nantinya. Lagipula gue kasih tau nih ya, Be, di antara kita tuh gak ada hubungan apa-apa. Jadi kamu gak bisa larang gue buat gak pacaran sama cowok laen.", sahut Demoy santai. Padahal dalam hatinya, itu cewek agak jiper. Ini pertama kalinya Demoy melihat Abe marah karna cemburu.
"AKU TUNANGAN KAMU!" Abe meninggikan nada suaranya dan spontan mengalihkan perhatian semua orang yang ada di kafe itu. "AKU TUNANGAN KAMU!"
WHAT THE ...!
Demoy meringis sambil memejamkan mata. Dia bener-bener gak nyangka sama reaksi Abe barusan. Bentakan Abe barusan bener-bener bikin Demoy sakit hati dan malu sekaligus, dan gara-gara itulah, cewek itu mau gak mau akhirnya memberikan isyarat ke Abe untuk mengecilkan nada suaranya. Daripada Demoy makin malu gara-gara kelakuan Abe yang kali ini ngomong serasa di hutan. Kudu teriak pake urat. Mending bakso pake urat jadi bakso urat, enak. Lah ini ...
"Aku tunangan kamu, Demoy." Abe mengulang omongannya. Kali ini dengan nada suara yang pelan dan lembut.
Demoy menganggukkan kepalanya. Biar cepet kelar urusan sama Abe. "Iya .. iya. Sorry."
"Harus berapa kali aku bilang sih?"
Demoy menghela nafas. Ditatapnya wajah Abe yang super nyebelin itu dalam-dalam. "Kan gue uda mnta maaf. Kok masih diperpanjang sih?"
Gantian, sekarang Abe yang menghela nafas, lalu menggeleng pelan. Sebenernya Abe termasuk tipe cowok yang jarang marah. Abe cuma bakal marah untuk sesuatu yang bener-bener udah keterlaluan. Tapi kemarahannya kali ini bukan karna sikap Demoy keterlaluan, tapi karna cowok itu bener-bener cemburu.
Abe tau, apa yang barusan dilakukannya bukan hubungan yang sehat. Cemburu dalam hubungan pacaran itu wajar, tapi cemburu buta dan karna alasan yang gak jelas itu jelas gak wajar. Tapi mau gimana lagi? LDR yang dijalaninya emang kadang bikin Abe was-was. Takut kalo Demoy selingkuh di belakangnya. Kayak yang tadi dilihatnya.
"Kamu belom jawab pertanyaan aku. Cowok tadi siapa?"
Oh ..
"Temen.", sahut Demoy pelan. Dia bener-bener lagi gak mood ngomong panjang kali lebar kali tinggi ke sosok di hadapanannya itu.
"Beneran cuma temen?"
"Lo gak percaya sama gue?"
"Bukan gak percaya, Yank. Aku kan cuma nanya. Toh kamu tau sendiri, selama ini aku kan selalu percaya sama kamu."
"Kalo lo percaya sama gue, kenapa lo nanya kayak gitu barusan?"
"Demoy sayang, mana ada cewek sama cowok temenan sedeket tadi. Pake gandengan segala. Kamu jujur aja, gak apa-apa. Aku gak bakal marah kok."
"Maksud lo, gue gak boleh punya temen cowok gitu?"
"Loh bukan itu maksud aku, Yank."
"Terserahlah apa kata lo. Gue capek. Dan asal lo tau, mood gue seharian ini bener-bener ancur gara-gara lo tadi ngajar di kelas gue."
"Loh kok gitu? Kan aku tempo hari udah bilang sama kamu. Aku punya kejutan buat kamu dan kejutannya ya itu tadi. Aku ngajar di kelas kamu."
"Yayayaya.", sahut Demoy sambil berdiri dan menyampirkan tali sling bagnya ke bahu.
"Kamu mau kemana, Yank?"
"Pulang."
"Kok pulang? Emang jadwal kuliah hari ini udah selesai?"
"Berkat kuliah umum dari lo tadi, semua jadwal kelas gue kelarrr. Dan sekarang gue mau pulang trus bobo syantik."
"Yaudah. Ayo pulang bareng, sekalian aku anter kamu."
"Gak usah repot-repot. Gue pulang sendiri aja."
"Tapi mobil kamu udah dibawa pulang sama asisten aku tadi, Yank.", sahut Abe sambil memasang muka gak berdosanya.
"ABEEEEE!!!"
Abe gak menjawab. Cowok itu malah langsung menggandeng tangan Demoy dan membawanya ke parkiran mobil lalu menginjak pedal gas dalam-dalam menuju rumah Demoy.
*
Abe harus mencuri-curi pandang dan membagi konsentrasinya antara Demoy dan laju mobil. Bukan tanpa alasan. Dari semenjak mobil melaju, Abe bisa mendengar dengan jelas kalo Demoy berulang kali menghela nafas. Tatapannya pun mengarah ke luar jendela. Kosong. Entah karena lelah atau memang dia berusaha mengenyahkan sesuatu yang mengganggu pikirannya.
"Ada apa?" Dari gelagatnya, bisa jadi memang ada sesuatu yang berusaha dienyahkan dari pikiran Demoy. "Ada masalah? Aku perhatiin kamu daritadi menghela nafas terus."
Demoy menoleh. Dia bener-bener lagi gak mood buat jawab omongan Abe. Apapun itu.
"Kalo emang ada yang mau lo omongin, silakan. Diam bukan solusi, Moy," sahut Abe. "I'm listening."
"Bisa gak lo gak usah berlagak peduli sama gue? Gue kan udah bilang gak ada apa-apa. Urus aja urusan lo sendiri, gak usah urus urusan gue!!"
"Yaudah kalo gitu. Aku gak bakal nanya-nanya kamu lagi. Kalo capek, kamu tidur aja. Nanti aku bangunin begitu sampe rumah. Oke."
"Ya."
Abe menghela nafas. Lalu geleng-geleng kepala.
*