"Bagaimana jika kalian harus memilih meninggalkan seseorang yang sudah merawatmu dan berjuang mati-matian untuk hidupmu demi seseorang yang baru mengenalmu dan akan menikahimu? Itu bukan pilihan menurutku, itu adalah kesalahan besar yang dilakukan seseorang yang tidak memiliki hati nurani," gumam Larasati.
Larasati, gadis berwajah ayu, yang hanya tinggal bersama dengan bapaknya sejak dia berusia 2 tahun. Karena terdesak ekonomi, ibunya pergi meninggalkan Larsati yang masih berusia 2 tahun dengan bapaknya. Entah ke mana ibunya pergi, ayah Larasati tidak tahu menahu.
Menghidupi anaknya sejak usia 2 tahun, Pak Dirman, sosok bapak yang berjuang mati-matian demi anak semata wayangnya yang ia rawat sejak kepergian ibunya yang entah ke mana. Pak Dirman hanya bekerja serabutan, kadang beliau narik becak, ikut kuli proyek bangunan dan sebagai pesuruh tetangga di sekitarnya. Hingga Larasati menjadi seorang Sarjana. Ya, dengan mengayuh becak dari pagi hingga malam, Pak Dirman bisa mewujudkan cita-cita anaknya menjadi seorang sarjana. Itu semua tidak mudah, jalan yang mereka lalui sangat curam dan berbatu.
Laras rela kuliah sambil bekerja di cafe hanya untuk membantu biaya kuliah dan biayaa kehidupannya bersama bapaknya. Jika libur kuliah dia juga menjadi buruh cuci setrika pakaian di perumahan. Dari SMP Laras sudah bekerja menjadi buruh cuci setrika di perumahan. Itu semua ia lalui agar ayahnya yang sudah rentan berhenti menarik becak atau ikut kuli proyek bangunan.
Tiga kali gagal menikah, tak gentar untuk Larasati membahagiakan bapaknya. Hingga dia rela di pecat oleh bosnya karena menolak menikah dengannya. Bagaimana tidak menolak, dia hanya mencintai Laras dan tidak menyayangi bapaknya yang sudah berjuang untuk Laras dari dia kecil. Laras lebih memilih kehilangan orang yang ia cintai dan pekerjaannya, daripada dia harus meninggalkan bapaknya hidup sendiri di rumah tua yang ia tempati hingga saat ini.
"Bagaimana kerjaan kamu hari ini, Laras?" tanya Pak Dirman yang melihat anak perempuan semata wayangnya sedang menata makan malam di meja makan yang sudah usang.
"Alhamdulillah lancar, pak. Laras sepertinya betah kerja di sana, pimpinannya juga baik," jawab Laras.
"Laki-laki atau perempuan?" tanya Pak Dirman.
"Laki-laki, seusia bapak, beliau sangat baik, pak" jawab Laras
"Syukur Alhamdulillah,"
"Bapak, sudah lah berhenti narik becak, Insya Allah Laras bisa mencukupi kebutuhan hidup kita, Laras tidak mau bapak kecapaian,"
"Mau apa kalau bapak tidak narik becak? Jenuh di rumah, kalau kamu sudah berangkat kerja dari pagi hingga sore, bapak sendiri di rumah,"
"Pak, bapak bisa di rumah saja, atau bapak buka sol sepatu, biar bapak tidak jenuh, kan bapak bisa memperbaiki sepatu yang sudah rusak, nanti Laras belikan alat-alatnnya,"
"Siapa yang mau ngesolin sepatu di sini, nak. Rumah kita kan jauh dari jalan raya,"keluh Pak Dirman
"Pak, rezeki sudah ada yang mengatur, seterpencil apapun ruamh kita, kalau Allah memberi jalan, pasti Allah kasih Rezeki, pokoknya Laras tidak mau, lihat bapak narik becak lagi atau ikut kuli proyek bangunan,"
"Ya sudah, kalau kamu maunya seperti itu, lalu kapan kamu akan menikah, kamu jangan egois seperti itu, nak,"
"Pak, bukannya Laras egois, Laras tidak bisa meninggalkan bapak sendiri di sini, tidak pak, Laras tidak bisa. Kalaupun Laras menikah, Laras akan menikah dengan orang yang bisa menerima bapak, dan mau membawa bapak untuk hidup dengan Laras. Yang Laras punya hanya bapak, tidak ada yang lain," jelas Laras.
"Nak, seorang gadis kalau sudah menikah adalah hak suaminya. Kalau kamu bisa menurutinya dan patuh dengan suamimu, kamu akan mendapat surga-Nya," tutur Pak Dirman.
"Walaupun harus durhaka dengan bapak nya? Apa aku harus mencari surga di dalam seseorang yang tega melihat bapak mertuanya hidup seorang diri di rumah tua? Aku tidak bisa, pak. Aku tidak bisa ikut dengan laki-laki yang seperti itu. Bapak ku juga bapaknya suamiku, begitu juga orang tua mereka adalah orang tuaku. Dan, Laras merasa tidak adil jika Laras harus patuh dan menghargai pada orang tua suami Laras, sedangkan suami Laras sendiri tidak menghargai bapak yang merawat Laras dari kecil penuh dengan perjuangan hingga Laras menjadi seperti ini," jelas Laras.
"Bapak bisa apa kalau kamu sudah berkata seperti itu,"
"Sudah, bapak jangan memikirkan ini, perkara jodoh, seseorang sudah ada jodohnya masing-masing, pak. Pasti Laras akan mendapatkan seseorang yang baik untuk Laras juga bapak," ucap Laras.
"Ayo pak, makan, ini Laras sudah masak kesukaan bapak,"
Laras memang masih mencintai Rizal, mantan calon suami sekaligus bos nya dulu. Rizal memang sangat baik dengan dirinya dan Pak Dirman. Namun, yang Laras sayangkan, Rizal memutuskan kalau menikah nanti jangan membawa Pak Dirman ke rumah baru Rizal yang akan di tempati mereka setelah menikah. Laras harus memilih, jika tidak bisa meninggalkan bapaknya sendirian, Rizal akan membatalkan pernikahannya. Pernikahan yang sudah ia rencanakan sematang mungkin akhirnya harus gagal karena Laras memilih untuk tetap berada di samping bapaknya. Itu adalah yang ke-3 kalinya Laras gagal menikah, karena calon suaminya tidak mau membawa bapaknya saat setelah menikah, atau tinggal di rumah Laras bersama bapaknya.